06 February 2012

Setidak-tidaknya di awal tahun 1989 ada dua kegiatan mengenai perbincangan masalah ilmu Pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang berlangsung di Jakarta. Pertama : the Regional Islamic Science Conference for Asia Pacific, yang berlangsung pada tanggal 12-13 februari. kedua: seminar Ilmiyah tentang ilmu Pengetahuan dan Teknologi, yang berlangsung pada tanggal 3 April, Seminar ini diadakan oleh Majlis Da'wah Islamiyah Pusat.

Minat beberapa lembaga mengadakan perbincangan mengenai IPTEK dikaitkan dengan Islam adalah sangat menggemabirakan kita mengingat bahwa Dunia Islam dalam hal IPTEK masih berkiblat kepada Eropa, AS dan Jepang, bahkan masih bergantung pada negara-negara tersebut.


Memang Al quran banyak yang mendorong Ummat agar mau memperhatika alam, dan DR. Maurice Bucaille, ilmuwan Perancis yang menulis buku La Bible, leCoran et la Science, menegaskan bahwa tidak ada satu pun dalam ayat Al Qur'an yang menjelaskan mengenai "alam semesta" ini bertentangan dengan hasil observasi dan penemuan Sains Modern.

Ada sekitar 750 ayat Al Quran (1/8-nya) yang mendorong umat Islam unutk melakukan observasi terhadap alam, melakukan eksplorasi dan eksploitasi lalu memanfaatkannya untuk rahmatan lil'alamin.

Jadi Bukanlah suatu kebetulan jika ummat Islam hampir selama lima abad sejak zaman tabi'in-tabi'in secara terusea) sedang mengalami abad kegelapan. Ummmat dulunya pernah menginsyafi bahwa manusia memang ditunjuk sebagai khalifah di muka bumi (Al an'am ayat 165), yang harus mengelola alam dan bumi ini sebaik-baiknya, oleh karena itu ia harus mengenal sifat dan kelakuan alam, langit dan bumi (Yunus: 101). Manusia juga diperiintahkan untuk melakukan penelitian secara seksama sebagaimana onta diciptakan, bagaimana langit ditinggikan, bagaimana gunung-gunung ditegakkan dan bagaimana bumi dihamparkan(Al Ghasiyah: 17-20), dan mereka jug adidorong untuk mau mempergunakan akal dan fikirannya ( Ali Imron: 190).

Hanya sekitar 100 tahun setelah wafatnya Rasulullah SAW, ummat Islam tampil memimpin ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, mereka pun mendirikan lembaga-lembaga ilmu pengetahuan (Baitul Hikmah). Dan puncak kejayaan ummat di bidang IPTEk sekitar tahun 1000, zaman dimana hidup Ibnu Sina, Ibnu haitham, Al Birui dll.

Menurut Prof. Muhammad Abdus Salam, salah seorang cendekiawan Muslim kelahiran Pakistan (pememang hadiah Nobel bidang fisika tahun 1979), bahwa Ibnu Haitham adalaha merupakan fisikawan terbesar hingga saat ini. Beliaulah yang pertama kali menemukan dasar-dasar teori optik dan mekanika. Dia pula yang menerangkan prisnip "lintasan optik" lima abad sebelum ilmuwan Perancis Pierre de Fermat mempopulerkan prinsip tersebut. namun prinsip tersebut sekarang justru disebut sebagai hukum Fermat, diambil dari nama ilmuwan Perancis tersebut.

Begitu juga Ilmuwan Muslim, semacam Al Biruni(973-1048) yang hidup di Afghanistan, seperti hanya Inu haitham, iapun penemu konsepsi yang modern tentang sains, tidak kalah dengan Galilie yang hidup 500 tahun kemudian.

Orang Islam sendiri banyak mengira bahwa Sains di dunia Islam adalah jiplakan dari Sains Yunani, itu jelas tidak benar. Sebab karya-karya Al Biruni justru banyak menterang pendapat Ilmuwan Yunani seperti Aristoteles. Seorang ilmuwan barat semacam Brifault dan George Sarton malahan menyatakan bahwa "Ilmuwan-ilmuwan menggeneralisasikannya dan mensistematikannya, namun mereka tidak memiliki konsep eksperimen. Yang membangun dasar-dasar ekperimen, observasi dan pengukuran dalam sains adalah ilmuwan-ilmuwan arab (Islam). Dan merekalah yang mengajarkan dasar-dasar itu kepada Ilmuwan Eropa. Dan warisan atau sumbangan terbesar Islam bagi ilmu-ilmu pengetahuan adalah "esprit" ekperimental yang merupakan kegiatan sehari-hari orang-orang Islam sampai abad XII.
sumber





Dualisme pendidikan Islam sebagai dampak berkembangnya dikotomi ilmu telah melahirkan sistem pendidikan Islam yang mandul dan tidak berdaya. Revitalisasi sudah waktunya dilakukan dengan mengintegrasikan kembali ilmu secara organis, menyeluruh dan holistik. Diharapkan pada gilirannya nanti, sistem pendidikan Islam dapat menghasilkan kembali ilmuwan sekaliber Ibnu Sina, al-Kindi al-Farabi dan Ibnu Rusyd. Mereka ahli ilmu agama sekaligus ilmu pengetahuan yang lain. Bagi mereka semua, ilmu itu sama dan tidak perlu didikotomikan, sebab ilmu berasal dari Yang Maha 'Alim, yiatu Allah SWT., baik diwahyukan melalui ayat-ayat Qur`aniyah maupun melalui ayat-ayat kauniyah (alam semesta).

Buku yang berjudul Pendidikan Islam Yang menhidupkan ini menyajikan konsep fazlur Rahman sebagai solusi bagi persoalan dualisme sistem pendidikan umat Islam melalui integrasi ilmu dalam sistem pendidikan. Konsep yang ditawarkan adalah pendidikan yang menghidupkan (the life-making education) dengan mengaplikasikan metode Gerakan Ganda (double movement). Gerakan pertama terkait dengan siswa dan gerakan kedua terkait dengan fungsi sosial di masyarakat. Gerak pertama berupa penyadaran pada siswa dan gerak kedua merupakan kemampuan siswa berperan dalam masyarakat. Akhirnya, indikator utama yang dipakai untuk melakukan evaluasi adalah lahirnya ilmuwan yang kritis dan kreatif yang dapat menghasilkan temuan-temuan yang berguna bagi umat manusia.
Judul Buku: Pendidikan Islam yang Menghidupkan(Studi Kritis Terhadap Pemikiran Pendidikan Fazlur Rahman)
Penulis: Prof. Dr. Sutrisno, M.Ag.
Penerbit: Kota Kembang

sumber


Kebangkitan dan kejayaan Islam masa lalu tidak lepas dari tradisi pelembagaan perpustakaan. Banyaknya perpustakaan masjid yang dibangun pada masa awal Islam adalah bukti yang jelas pentingnya peran perpustakaan masjid bagi Umat Islam. Masjid sendiri adalah sebuah kata berbahasa Arab yang berarti tempat sujud, tetapi masjid tidak bermakna sesempit itu. Sejak zaman Rasulullah SAW sendiri, masjid telah memainkan peran peribadatan, pendidikan, sosial dan bahkan politik. Dengan kata lain masjid bukan hanya sebagai tempat shalat dan tempat berkumpulnya masyarakat. Perpustakaan masjid merupakan manifestasi dari peranan pendidikan dan sosial masjid.

Perpustakaan masjid telah muncul sejak abad VII atau VIII Masehi. Beberapa perpustakaan masjid telah dirintis pertama kali pada waktu itu di Afrika Utara dan Spanyol. Antara tahun 670M(50 H) dan 680M(60 H) di Tunisia telah dibangun sebuah masjid bernama Qayrawan(juga nama sebuah kota) oleh seorang pimpinan militer bernama Uqba Ibn Nafi. Masjid Qayrawan menjadi pusat kebudayaan dan pendidikan yang terpenting di Afrika Utara saat itu. Pada bagian ruangannya, yang digunakan sebagai perpustakaan, terdapat banyak koleksi buku dan mushaf Alquran hasil sumbangan dair par ulama (sarjana) atau pimpjan negara seperti Hamza al-Andari, al-Muiz ibn Badis dan Ahmad Abi Ayub.

Di kota Tunis juga dibangun masjid Zaytuna pada sekitar tahun 699 M(80 H), yang sekarang dikenal sebagai universitas Zaytuna, oleh Hasan Ibn al-Numan; kemudian diperluas oleh Ubaidillah Ibn al-Habhab pada tahun 734 M(116 H). Masjid ini memiliki dua perpustakaan: perpustakaan Abdaliya dan Ahmadiya. Perpustakaan Abdaliya pad amulanya terpisah dengan masjid tetapi kemudian digabungkan dengan bangunan masjid. Perpustakaan ini juga dikenal dengan nama Sadiqiya, dibangun oleh raja Hafside yaitu Abu Abdullah Muhammad Ibn al-Husain. Koleksi perpustakaan ini lebih dari 5000 manuskrip, yang sekarang menjadi milik Arsip nasional Tunisia. Perpustakaan yang terbesar dan mempunyai koleksi terpenting di masjid zaytuna adalah perpustakaan Ahmadiya. Perpustakaan ini berlangsung hidup sampai periode pemerintahan hafside (1227-1574 M). Koleksinya mencapai puluhan ribu; yang paling terkenal sebagai penyumbang adalah Abu faris Abdul Aziz yang pada tahun 1394 M (797 h) meyumbang perpustakaan Ahmadiya sebanyak 36.000 buah buku.

Ketika Islam menduduki Spanyol (711-1492 M), banyak dibangun masjid beserta perpustakaanya. Salah satu yang paling terkenal adalah masjid agung Cordoba, yang dibangun pada tahun 786 M (170 H) oleh raja Umayah yaitu Abdur Rahman. Sewaktu dibuka perpustakaan masjid ini telah mempunyai sejumlah besar koleksi. Namun sayang koleksi yang banyak dan berharga ini duhancurkan (dibakar) oleh Raja Ferdinand I saat penyerbuan kota pada tahun 1236 M (634 H). Salah satu yang dibakar adalah kopi mushaf Utsmani yang ditulis oleh Khalifah ketiga Utsman bin Affan (meninggal tahun 656 M/ 36 H). Perpustakaan masjid yang lain di Spanyol adalah perpustakaan masjid Byazin di kota Valencia, masjid agung Malaga, Masjid agung seville dan sebagainya.

Di Damaskus juga terdapat banyak perpustakaan masjid; misalnya perpustakaan masjid Umayyad, yang dibangun oleh Khalifah Bani Umayah yaitu Walid ibn Abdul Malik pada tahun 714 M/ 96 H. Masjid Umayyad menjadi kebanggaan besar masyarakat Damaskus. Perpustakaan masjid ini membawahi beberapa perpustakaan di sekolah-sekolah seperti perpustakaan samisatiya (aktif sampai tahun 1421 / 824 H), perpustakaan Bait al-Khitaba (masih aktif pada tahun 1609 M/ 1018 H), perpustakaan fadiliyah (dibangun oleh Ibn al-Qaidal Fadil Ahmad al-Baiqani,meninggal tahun 1254 M/ 643 H), dan perpustakaan Qubbatal al-Mal(yang ditutup tahun 1899 M/1317 H). Perpustakaan lain di Damaskus adalah perpustakaan masjid darb al-Madaniyyin, yang aktif semasa sejarawan besar Ibn Asakir hidup(meninggal tahun 1175 m/ 571 H) dan perpustakaan masjid Yalbagha, yang dibangunn pada tahun 1443 M/ 847 H oleh raja Mamluk yaitu Yalbagha al-Umari.


Masih banyak perpustakaan masjid lainnya seperti di Maroko, Mesir, Iraq, Libya. Algeria dan sebagainya. Sehubungan dengan sejarah perkembangan perpustakaan masjid, Mohamed Makki Sibai menulis detail dalam bukunya yang berjudul "Mosqu Libraries: an Historical Studies (1987).
(Disadur dari "SUARA MASJID" April 1994 hlm. 46-47)

sumber Attribution


Popular Posts