28 January 2010

Sholat Hajat adalah sebuah sholat yang dilaksanakan sebanyak 2 - 12 Roka'at bilangan, salah satu fungsi dari sholat hajat adalah meminta kepada Alloh Yang Kuasa agar mengabulkan hajat yang kita punya. Dbawah ini adalah beberapa kisah tentang keajaiban dan keutamaan sholat hajat:
A. Menghidupkan Keledai yang Mati



Diriwayatkan dari Abu Sirah an-Nakh’iy, dia berkata, “Seorang

laki-laki menempuh perjalanan dari Yaman. Di tengah perjalan keledainya

mati, lalu dia mengambil wudhu kemudian shalat dua rakaat, setelah itu

berdoa. Dia mengucapkan, “Ya Allah, sesungguhnya saya datang dari negeri

yang sangat jauh guna berjuang di jalan-Mu dan mencari ridha-Mu. Saya

bersaksi bahwasanya Engkau menghidupkan makhluk yang mati dan

membangkitkan manusia dari kuburnya, janganlah Engkau jadikan saya berhutang budi

terhadap seseorang pada hari ini. Pada hari ini saya memohon kepada

Engkau supaya membangkitkan keledaiku yang telah mati ini.” Maka,

keledai itu bangun seketika, lalu mengibaskan kedua telinganya.” (HR

Baihaqi; ia mengatakan, sanad cerita ini shahih)





B. Tercapainya Seluruh Hajat



Di dalam kitab Hasyiyatu Ibnu ‘Aabidiin, disebutkan bahwa di dalam

shalat hajat, pada rakaat pertama dibaca surah Al-Fatihah dan ayat Kursi

tiga kali kemudian pada tiga rakaat sisanya dibaca surah Al-Fatihan dan

Al-Ikhlash, Al-Falak, dan An-Nas satu kali. Maka itu sebanding dengan

Lailatul Qadr . Guru-gurunya melaksanakan shalat ini, dan tercapai

seluruh hajatnya.



C. Dikabulkan Permintaannya Oleh Khalifah Utsman bin Afan



Dalam kitab Mu’jamu ash-Shoghir wal Kabiir, Imam Thabrani

menceritakan: Ada seorang laki-laki memiliki kebutuhan (hajat), kemudian ia

memintanya kepada Amirulmukminin Utsman bin Afan, tetapi Utsam bin Afan tidak

memberikan apa yang dimintanya. Kemudian ia bertemu seseorang, yaitu

Utsman bin Hunaif. Lalu ia mengadukan permasalannya kepadanya. Akhirnya,

Utsman bin Hunaif menyuruhnya untuk melaksanakan shalat hajat,

sebagaimana yang telah diajarkan –tata caranya-- dalam hadits. Kemudian, ia

pun mengerjakannya. Setelah itu, ia pun datang kembali menemui Utsam

bin Afan. Tidak disangka, Utsam bin Afan memuliakannya dan mengabulkan

permintaan laki-laki tersebut. Dengan kejadian itu, ia pun menemui Utman

bin Hunaif (yang telah mengajarkannya shalat hajat) dan mengucapkan

terima kasih kepadanya.







D. Ditolong Oleh Gubernur Thulun –Mesir--



Abu Al-Hasan As-Shaffar Al-Faqih berkata, “Suatu ketika, kami bersama

Al-Hasan bin Sufyan An-Naswi. Banyak orang-orang terhormat yang

mengunjunginya dari berbagai negeri yang jauh untuk mengikuti majelis

taklimnya, guna menuntut ilmu dan mencatat riwayat hadits. Suatu hari, ia

pergi menuju majelisnya, tempat ia menyampaikan riwayat-riwayat hadis, lalu

ia berkata, “Dengarkanlah apa yang akan aku sampaikan kepada kalian

sebelum kita memulai pelajaran. Kami memaklumi bahwa kalian adalah

sekelompok orang yang diberikan banyak kenikmatan dan termasuk orang-orang

yang terpandang. Kalian tinggalkan negeri kalian, berpisah dari kampung

halaman dan teman-teman, hanya demi menuntut ilmu dan mencatat riwayat

hadits. Kalian tidak menyadari bahwa kalian telah menempuh semua

kesulitan ini demi ilmu, atau telah menanggung apa yang telah kalian

tanggung, yaitu berupa kesusahan dan kelelahan yang menjadi salah satu

konsekuensinya. Sesungguhnya aku ingin menceritakan kepada kalian sebagian

kesulitan yang aku alami di dalam menuntut ilmu, serta bagaimana Allah SWT

memberikan jalan keluar untukku dan para sahabatku --dengan keberkahan

ilmu dan kemurnian aqidah-- dari segala kesempitan dan kesulitan.

Ketahuilah, sejak muda aku telah meninggalkan kampung halaman untuk

menuntut ilmu dan mencatat riwayat hadits. Takdir membawaku sampai ke Maroko,

kemudian menuju Mesir, bersama tujuh orang sahabatku sesama penuntut

ilmu dan pendengar hadits. Kami lalu berguru kepada seorang guru, ulama

yang paling menonjol pada waktu itu. Paling banyak meriwayatkan hadits,

paling mengetahui sanad-sanadnya, dan paling otentik periwayatan

hadisnya. Ia menjelaskan hadis setiap hari sedikit demi sedikit, sehingga

memakan waktu yang cukup lama. Akibatnya, kami menjadi kehabisan bekal.

Kondisinya sampai memaksa kami untuk menjual barang-barang yang kami

bawa, berupa baju dan celana. Akhirnya, tidak ada lagi milik kami yang

tersisa untuk memperoleh biaya makan satu hari pun. Tiga hari tiga malam

kami lalui tanpa dapat mencicipi sesuatu apa pun. Sampai pada suatu pagi

di hari keempat, tak satu pun di antara kami yang dapat bergerak karena

kelaparan. Kondisinya memaksa kami harus menahan rasa malu dan

mengorbankan muka kami untuk meminta-minta, padahal diri kami menolak dan hati

kami merasa keberatan. Setiap orang dari kami menolak melakukan hal

itu, namun situasi dan kondisinya benar-benar memaksa untuk

meminta-minta. Akhirnya, semuanya sepakat untuk menuliskan nama-nama kami di atas

sebuah kain dan meletakkannya di atas air, barangsiapa yang namanya

muncul ke permukaan, maka ia yang harus pergi meminta dan mencari makanan

untuk dirinya serta sahabat-sahabatnya. Kain yang tertulis dengan namaku

kemudian muncul ke permukaan. Aku bingung dan terkejut, dalam hatiku

menolak untuk meminta-minta dan menanggung hina. Lalu, aku bergegas pergi

ke satu sudut masjid untuk melakukan shalat dua rakaat dalam waktu

cukup lama. Berdoa kepada Allah SWT dengan nama-nama-Nya yang Mahaagung

dan kalimat-kalimat-Nya yang Mahamulia, agar menghilangkan kesusahan ini

dan memberikan jalan keluarnya. Belum selesai aku melakukan shalat,

seorang pemuda tampan tiba-tiba masuk ke dalam masjid dengan pakaian

bersih dan bau yang wangi, diikuti oleh seorang pengawal yang memegang

sebuah sapu tangan. Ia bertanya, “Siapa di antara kalian yang bernama

Al-Hasan bin Sufyan?” Aku mengangkat kepalaku dari sujudku, lalu

menjawab, “Aku Al-Hasan bin Sufyan, apa yang Anda inginkan?” Ia menjawab,

“Sesungguhnya sahabatku, Gubernur Ibnu Thulun menyampaikan salam

hormat dan permohonan maafnya atas kelalaiannya di dalam memberikan

perhatian mengenai kondisi kalian, juga atas kelalaian yang terjadi di dalam

memenuhi hak-hak kalian. Ia mengirimkan sejumlah bekal untuk hari ini.

Sedangkan besok, ia sendiri yang akan mengunjungi kalian untuk meminta

maaf secara langsung.” Pemuda tersebut memberikan di tanganku

masing-masing sebuah pundi berisi uang seratus dinar. Aku heran dan kebingungan.

Maka, aku berkata kepada pemuda tersebut, “Ada kisah apakah dibalik

ini semua?”

Ia berkata, “Aku adalah salah seorang pelayan khusus Gubernur Ibnu

Thulun. Pagi tadi, aku menemuinya bersama sejumlah sahabat yang lain,

lalu gubernur mengatakan kepadaku, “Hari ini aku ingin menyendiri, maka

pulanglah kalian ke rumah masing-masing!” Aku pun pulang bersama

yang lainnya. Sesampainya di rumah, belum sempat aku duduk, seorang utusan

gubernur mendatangiku dengan tergesa-gesa, memintaku untuk kembali.

Aku segera memenuhi panggilannya dan mendapatkan gubernur sedang berada

sendirian di rumahnya. Ia meletakkan tangan kanannya di atas

pinggangnya, menahan rasa sakit yang teramat sangat di dalam perutnya. Ia berkata

kepadaku, “Apakah engkau mengenal Al-Hasan bin Sufyan dan

sahabat-sahabatnya?” Aku menjawab, “Tidak.” Ia berkata lagi, “Pergilah ke

sektor fulan dan masjid fulan, bawalah pundi-pundi ini dan serahkan

kepadanya dan para sahabatnya. Sudah tiga hari mereka kelaparan dengan

kondisi yang mengenaskan. Sampaikan permintaan maafku, dan katakan bahwa

besok pagi aku akan mengunjungi mereka untuk meminta maaf secara

langsung.” Pemuda itu berkata, “Aku menanyakan tentang sebab yang

membuatnya berbuat demikian, maka ia berkata, ‘Ketika aku masuk ke dalam

rumah ini sendiri untuk beristirahat sesaat, aku tertidur dan bermimpi

melihat seorang penunggang kuda sedang berlari di angkasa dengan begitu

stabilnya --seperti layaknya berlari di atas hamparan bumi-- sambil

memegang sebilah tombak. Aku melihatnya sambil tercengang hingga ia turun di

depan pintu rumah ini, lalu meletakkan tombaknya di atas pinggangku,

dan berkata, ‘Bangun, dan temuilah Al-Hasan bin Sufyan dan para

sahabatnya.’ Bangun, dan temuilah mereka, sesungguhnya mereka kelaparan

sejak tiga hari yang lalu di masjid fulan!’ Aku bertanya, ‘Siapakah

engkau?” Ia menjawab, ‘Aku Ridhwan, penjaga pintu surga.’ Semenjak

ia meletakkan ujung tombaknya di pinggangku, aku merasakan sakit yang

teramat sangat, membuatku tidak dapat bergerak. Maka, segeralah engkau

sampaikan uang ini kepada mereka, agar rasa sakit ini menghilang

dariku.” Al-Hasan berkata, “Kami tercengang mendengar kisah tersebut,

bersyukur kepada Allah SWT dan dapat memperbaiki kembali kondisi kami.

Namun, diri kami merasa tidak nyaman lagi untuk menetap di tempat itu. Agar

kami tidak dikunjungi oleh gubernur dan rahasia kami diketahui oleh

orang lain, sehingga menyembabkan melambungnya reputasi dan kedudukan

kami, dan semua itu akan menimbulkan sifat riya’. Maka, malam itu juga

kami meninggalkan Mesir. Dan, ternyata setiap orang dari kami menjadi

seorang tokoh ulama dan terpandang di zamannya. --Keesokan paginya,

Gubernur Ibnu Thulun datang ke tempat itu untuk mengunjungi kami, lalu

dikabarkan kepadanya mengenai kepergian kami. Kemudian, ia memerintahkan

untuk membeli pertokoan/pasar seluruhya dan mewakafkannya untuk kepentingan

masjid dan para perantau, orang-orang penting, dan para penuntut ilmu

sebagai bekal mereka, agar kebutuhan mereka tidak lagi terabaikan dan

tidak mengalami seperti yang kami alami. Semua itu disebabkan oleh

kekuatan agama, kebersihan aqidah dan Allah SWT Maha Pemberi Taufiq.”

0 komentar:

Popular Posts