28 January 2013

Produk akhir dari proses akuntansi, yang paling penting, adalah laporan keuangan. Dengan membaca laporan keuangan, manajemen, pemilik perusahaan, dan sesiapapun yang berkepentingan, bisa mengetahui kondisi keuangan perusahaan. Ironinya, dari sekian banyak pihak yang berkentingan atas produk ini, yang sungguh-sungguh memahami logika laporan keuangan tidak banyak. Dan itu bisa dimengerti karena mereka memang berasal dari kalangan yang berbeda-beda—mungkin malah lebih banyak yang dari luar akuntansi dan keuangan.
Yang sulit untuk dimengerti adalah bila: orang accounting (yang membuat laporan itu sendiri) yang tidak sungguh-sungguh memahami logika di balik laporan keuangan. Boleh percaya boleh tidak, yang seperti ini sudah pernah saya temukan berkali-kali.
Mana mungkin. Bukankah orang-orang accounting memang dididik dan ditempa—sejak di bangku kuliah—untuk sungguh-sungguh menguasai akuntansi?
Mungkin ini kenyataan pahit yang harus ditelan, sekaligus tantangan yang harus dijawab oleh rekan-rekan akuntan pendidik (pengajar akuntansi di kampus-kampus) bahwa, apa yang selama ini diajarkan lebih banyak kulit ketimbang isinya. Sehingga output yang dihasilkan adalah anak-anak akuntansi yang bisa menjurnal dan membuat laporan keuangan tetapi tidak sungguh-sungguh memahami logika atas apa yang mereka buat.



Jurnal dan laporan keuangan yang mereka hasilkan, secara teknis, benar. Tetapi begitu ada masalah mereka mengalami kesulitan untuk menelusuri darimana sumber masalahnya. Al hasil mereka tidak (belum) mampu memberikan masukan yang diharapkan oleh pihak manajemen perusahaan. Lebih parahnya lagi, bahkan untuk sekedar menjelaskan “mengapa bisa demikian?”-pun tidak bisa.
Misalnya:
1. Angka pendapatan tinggi, tetapi mengapa Laporan Laba Rugi menunjukan angka laba yang sangat kecil? (Tolong jangan buru-buru menjawab “karena cost-nya tinggi,” nanti terjebak sendiri.)
2. Angka penjualan rendah, tetapi mengapa Laporan Laba Ruginya menunjukan angka minus alias rugi? Bukankah bila penjualan rendah berarti aktivitas produksi juga rendah sehingga mestinya tidak rugi?
3. Penjualan begitu tinggi, Laporan Laba Rugi menunjukan angka laba yang signifikan, tetapi mengapa begitu banyak vendor (supplier) yang mengeluhkan keterlambatan pembayaran?
4. Ekuitas Pemilik menunjukan peningkatan yang cukup besar, tetapi mengapa tidak ada dividen yang bisa dibagikan kepada pemegang saham?

Keempat pertanyaan di atas sesungguhnya hanya memerlukan logika akuntansi yang sangat sederhana dan lumrah terjadi di hampir semua perusahaan. Kenyataannya, saat ditanya pegawai accounting seringkali gelagapan, akhirnya tidak bisa menjelaskan dengan baik. Setidaknya, minimal mereka bisa menjelaskan “mengapa bisa terjadi demikian?”.
Idealnya, jika mereka memahami logika-logika dibalik sebuah laporan keuangan, mestinya mereka bisa memberi saran dan masukan bagi manajemen mengenai apa yang perlu (atau tak perlu) dilakukan di masa-masa yang akan datang agar masalah yang sama tidak terjadi lagi.
Mengingat kembali masa-masa kuliah dahulu (bisa jadi sekarang sudah jauh lebih baik), materi mata kuliah begitu banyak sementara waktu yang tersedia sangat sempit, “so little time, so many things to do.”
Mata kuliah ‘Akuntansi Dasar’ (Basic Accounting) misalnya. Dengan materi yang begitu banyak, harus bisa diselesaikan hanya dalam 48 kali pertemuan. Setiap pertemuan selalu digunakan untuk mengejar penyelesaian materi yang isinya memang semuanya bersifat teknikal. Samasekali tidak ada ruang untuk menanamkan pemahaman-pemahaman logika akuntansi (mulai dari siklus akuntansi, menjurnal hingga membuat laporan keuangan).
Bahwa kematangan logika bertumbuh seiring dengan pengalaman kerja, BETUL. Bahwa bangku kuliah hanya memberikan bekal dasar, boleh jadi IYA (terutama untuk universitas non-elite, tanpa AC, tanpa dasi, masih pakai kapur tulis, seperti tempat saya berkuliah dahulu).
Di sinilah akhirnya bermuara: TERGANTUNG MASING-MASING INDIVIDU.
Tantangan utamanya—terutama bagi kita yang sudah bekerja:Bagimana caranya mengasah kemampuan logika akuntansi diantara himpitan tugas rutin sehari-hari yang seolah tak ada habisnya?
Itulah semangat dasar yang menjadi latar belakang mengapa ‘Jurnal Akuantansi Keuangan’ (JAK) ada, yaitu: menjadi tempat untuk sharing dan diskusi sambil mengasah skill akuntansi (hard maupun soft skill) di sela-sela rutinitas sehari-hari. Pengelola JAK sadar sepenuhnya bahwa keberadaan JAK pastinya masih jauh dari apa yang diharapkan. Tetapi mudah-mudahan bisa menjadi alternative sekaligus awal yang baik.

Melalui tulisan sederhana ini, saya pribadi ingin mengajak siapa saja yang tertarik untuk mengksplorasi logika-logika di balik sebuah laporan keuangan.
Seperti telah saya sampaikan di awal, produk akhir dari akuntansi adalah laporan keuangan. Dengan membaca laporan keuangan, mereka yang berkepentingan bisa mengetahui kondisi keuangan perusahaan.
Kondisi apa saja yang bisa dilihat dengan membaca laporan keuangan?
Untuk sungguh-sungguh memahami logikanya, anda harus memposisikan diri sebagai sesorang yang sangat berkepentingan untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan. Untuk sementara lupakan status anda saat ini (sebagai pegawai accounting), anggap diri anda adalah pemilik usaha.
Nah, sebagai pemilik usaha, apa yang ingin anda ketahui mengenai kondisi keuangan perusahaan?
Saya coba menebak-nebak (dengan menggunakan kelaziman). Sebagai pengusaha, minimal anda ingin tahu 2 hal berikut ini:

1. Kekayaan Perusahaan

Pertanyaan paling mendasar di wilayah ini adalah: Apakah perusahaan dalam kondisi baik-baik saja? “Baik-baik saja” dalam hal ini maksudnya: Dapat beroperasi secara lancar.
Perusahaan hanya akan bisa lancar beroperasi bila:
(a) Memiliki kas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan operasional sehari-hari;
(b) Memiliki kas yang cukup untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, yaitu: mampu membayar utang kepada vendor/supplier, bank, dan membayar dividen kepada pemegang saham;
(c) Memiliki persediaan (bahan baku untuk diproduksi atau barang jadi untuk di jual);
(d) Memiliki sarana dan fasilitas yang cukup untuk menunjang kelancaran operasional perusahaan.
Dengan kata lain, apakah perusahaan memiliki “kekayaan” yang cukup untuk bisa beroperasi dengan lancar? Jawaban atas pertanyaan itu ada di NERACA—yang sering juga disebut sebagai “Laporan Posisi Keuangan.”
Masih ingat dengan persamaan akuntansi di bawah ini?
Aktiva (asset) = Kewajiban (Liability) + Ekuitas Pemilik (equity)
Itulah isi utama dari sebuh Neraca. Untuk visualisasi, silahkan lihat contoh necara sederhana di bawah ini:
Memahami Logika Neraca
Dari contoh Neraca di atas anda sebagai pemilik PT. JAK bisa melihat posisi keuangan perusahaan dan memperoleh informasi sbb:
Kekayaan kotor perusahaan sama dengan total nilai aktiva (asset)-nya. Dalam contoh ini adalah 137. Jika dibandingkan dengan total kewajiban (utang) yang sebesar 67, masih ada selisih kekayaan sebesar 70. Selisih yang 70 inilah yang disebut dengan “Kekayaan Bersih (Net Asset atau Net Worth)” perusahaan.
Dari sini jelas tergambar bahwa perusahaan memiliki kemampuan yang cukup untuk memenuhi semua kewajibannya, dengan asumsi: jika semua asset dijual maka semua utang bisa dilunasi.
Jika kembali ke contoh pertanyaan yang saya sampaikan di awal tulisan:Mestinya perusahaan bisa memenuhi kewajibannya, tetapi mengapa banyak vendor (supplier) yang mengeluhkan keterlambatan pembayaran?
Untuk menjawab pertanyaan spesifik seperti ini, perhatian harus diarahkan ke elemen-elemen neraca yang lebih kecil. Pada sisi aktiva nampak akun “Kas” saldonya hanya 10, sementara akun “Utang Dagang” di sisi sisi Kewajiban nampak sebesar 30. Jelas perusahaan akan mengalami defisit (kekurangan) kas sebesar 20, sehingga banyak vendor yang mengalami penundaan pembayaran.
Mengapa terjadi demikian? Bagaimana cara mengatasinya? Apa yang perlu dilakukan oleh manajemen agar kondisi ini tidak terjadi lagi di masa yang akan datang?
Bentuk Neraca sudah dirancang sedemikian rupa sehingga mampu menjawab semua kemungkinan pertanyaan yang ada. Dengan catatan, anda harus memahami logikanya. Dari total aktiva (asset) sebesar 137, mengapa akun kas nilainya hanya 10, dimana sisanya? Perhatian di alihkan ke elemen-elemen aktiva (asset) lainnya, yaitu:
  • Piutang = 85
  • Persediaan = 32
  • Aktiva Tetap = 10.
Nah ketahuan sudah, asset menumpuk di akun “Piutang” sebesar 85. Sehingga pertanyaan “mengapa”-nya sudah terjawab. Tinggal berpikir bagaimana cara mengatasinya dan cara mencegahnya di waktu yang akan datang. Untuk mengatasinya manajemen perusahaan perlu memfokuskan perhatian pada proses penagihan piutang—mungkin dengan menawarkan potongan untuk pembayaran lebih awal, kalau perlu panggil debt collector jika mengalami kesulitan penagihan. Untuk mencegah agar tidak terjadi lagi di masa yang akan datang, manajemen perlu mengubah kebijakan kredit—mungkin di buat lebih ketat lagi, lebih selektif terhadap pemberian kredit,  termin pembayaran di perpendek, dan lain sebagainya.
Selanjutnya, dari Neraca yang sama anda juga bisa melihat bahwa total “Ekuitas Pemilik” meningkat 20. Dari modal awal sebesar 50 kini menjadi 70. Mengapa angkanya sama dengan “Kekayaan Bersih” perusahaan yaitu 70, apakah karena kebetulan?
Tidak. Ini berasal dari persamaan dasar akuntansi: Asset = Kewajiban + Equitas Pemilik. Dengan demikian, maka: Equitas Pemilik = Asset – Kewajiban. Nah jika Kekayaan Bersih = Asset – Kewajiban, Maka otomatis: Kekayaan Bersih = Ekuitas Pemilik.
Jika kembali ke pertanyaan di awal tulisan: “Mengapa ekuitas pemiliki meningkat tetapi tidak ada dividen yang bisa dibagikan kepada pemegang saham”? (dengan kata lain perusahaan tidak bisa memenuhi kewajibannya kepada pemegang saham)
Jawabannya kembali ke masalah ketersediaan kas. Perusahaan tidak memiliki cukup persediaan Kas. Bagaimana mengatasinya? Sama seperti solusi sebelumnya.
Lebih detail mengenai ketersediaan kas dan pengalokasiannya (apakah sudah seperti yang direncanakan, apakah dipergunakan secara efeisien, dan lain sebagainya) bisa dilihat di “Laporan Arus Kas”.
Laporan Arus Kas, untuk perusahaan yang sudah Go Publik (listing di bursa saham) wajib ada. Sedangkan untuk perusahaan non-publik bisa ada bisa tidak. Mengapa boleh ada boleh tidak? Karena “Laporan Arus Kas” hanya merupakan rincian lebih detail dari akun “Kas” di Neraca. Sehingga pada dasarnya, nilai akhir dari laporan arus kas sama dengan saldo yang ada pada akun “Kas” di Neraca. (Catatan: Saya akan membahas laporan arus kas secara terpisah (di tulisan lain).
Hal yang tak kalah pentingnya untuk diketahui dari sebuah Neraca adalah “Tanggal Neraca” (dibawah tulisan “NERACA PT. JAK”), dalam contoh ini adalah “Per 31 Januari 2012.” Artinya: Kekayaan Kotor sebesar 137 dan Kekayaan Bersih sebesar 70 adalah “Kekayaan Perusahaan” per tanggal 31 Januari 2012. Itu sebabnya mengapa dalam teori akuntansi, Neraca didefinisikan sebagai “Laporan yang menyajikan posisi keuangan perusahaan pada tanggal tertentu.” Di U.S. sana sering disebut dengan “Snapshot of Financial Position.”

2. Untung atau Rugi

Mengetahui berapa besarnya kekayaan perusahaan, mengetahui apakah perusahaan mampu melunasi utang-utangnya saja, belumlah cukup. Sebagai pengusaha anda juga ingin tahu:
  • Apakah bulan/tahun ini anda untung atau rugi? Jika rugi, mengapa?
  • Apakah operasional perusahaan berjalan dengan efisien atau sebaliknya, boros?
  • Apakah sumber daya perusahaan lebih banyak digunakan untuk aktivitas yang menghasilkan barang/jasa atau untuk hal-hal di luar itu?
Semua jawabanya ada di ‘Laporan Laba Rugi.’ Untuk visualisasi silahkan lihat contoh Laporan Laba Rugi PT. JAK di bawah ini:
Memahami Logika Laporan Laba Rugi
Memperhatikan Laporan Laba Rugi di atas, anda bisa melihat dengan jelas bahwa:
(a) Pendapatan (Revenue) sebesar 187
(b) Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold) sebesar 50
(c) Laba Kotor (Gross Profit) sebesar 137
(d) Biaya-biaya 132
(e) Laba Bersih (Net Profit) sebesar 5
Diantara kelima angka-angka di atas, mana yang paling penting bagi anda sebagai pengusaha? Sudah pasti “Laba Bersih”. Laba bersih menunjukan angka 5. Ini sangat kecil jika dibandingkan dengan nilai Revenue anda yang menunjukan angka 187. Dengan kata lain, profit margin anda hanya 3% (=5/187). Kalau begini ceritanya mah mendingan uangnya di taruh di deposito kan?
Lalu anda tanya orang accounting “Mengapa labanya hanya 5, padahal revenuenya tinggi? Pasti ada yang tidak beres di sini.”
Mungkin dengan cekatan mereka menjawab “Karena biayanya tinggi, boss.”
Ya iyalah. Revenue tinggi, wajar jika biaya juga tinggi (kecuali yang bikin barang dari golongan jin.) Tidak usah orang manajemen, Mbok Jum warung sebelah juga tahu pendapatan dikurangi biaya sama dengan laba atau rugi. Tapi, bukankah bila revenue tinggi, biaya tinggi, mestinya laba masih tetap tinggi?
Pertama, mungkin mereka akan memeriksa kembali angka-angka di laporan, dibandingkan dengan neraca saldo, dibandingkan dengan buku besar, bahkan bukti transaksi dibandingkan dengan catatan transaksi (jurnal) satu-per-satu. Semua perhitungan diperiksa satu per satu. Beberapa hari kemudian mereka kembali dengan jawaban “Semua angka sudah saya periksa, hasilnya benar dan akurat. Semua jurnal sudah benar, tidak ada transaksi yang tertinggal atau diposting dua kali”.
Nah inilah yang saya sebutkan di awal: menguasai teknis akuntansi, mahir menjunal dan membuat laporan keuangan, tetapi tidak (belum) memahami logika akuntansi dengan baik.
Andai sudah memahami logika di balik Laporan Keuangan (Laba Rugi dalam hal ini), mereka tidak perlu sampai memeriksa transaksi satu-per-satu, bahkan mungkin tidak sampai perlu memeriksa saldo buku besar. Cukup hanya dengan melihat Laporan secara sepintas (scanning) dari atas kebawah:
Pertama anda lihat “Pendapatan (revenue)”, lalu anda bandingkan dengan “Harga Pokok Penjualan”, apakah angkanya terlihat logis? Dengan pendapatan sebesar 187, apakah logis jika harga pokok penjualannya 50 sehingga laba kotornya menjadi 137? Permasalahan dilokalisir sampai di sini dahulu.
Untuk mengetahui logis-atau-tidak logis, sebenarnya sudah disediakan alat bantu di bawah “Laba Kotor (Gross Profit)” yang disebut dengan “Gross Profit Margin” yang menunjukan angka 73%. Angka ini tidak akan ada di sana jika tidak ada fungsinya. Apa fungsinya? Untuk mengetahui apakah perbandingan antara pendapatan dengan laba kotor. Pertanyaaan selanjutnya: apakah gross profit margin sebesar 73% itu wajar? Anda bisa memanggil cost accountant anda, merekalah yang paling tahu berapa besarnya gross profit margin untuk produk yang dijual. Separah-parahnya, anda bisa membandingkan angka 73% ini dengan angka gross profit margin bulan lalu—jika perlu, tarik hingga satu tahun ke belakang untuk melihat ‘trend’-nya.
Saya pribadi, untuk penelusuran cepat, memilih menggunakan kelaziman dan benchmark. Dari sana saya tahu bahwa untuk jenis usaha manufaktur gross profit margin ada di kisaran 25 hingga 50%. Untuk jenis perusahaan jasa ada di kisaran 50 hingga 70%. Dan untuk jenis usaha trading (termasuk retail) ada di kisaran 70 hingga 200%.
Nah jika PT. JAK dalam contoh ini adalah perusahaan manufaktur, maka angka gross profit margin sebesar 73% tergolong tinggi. Sehingga akar masalahnya sudah pasti tidak ada di antara wilayah revenue hingga harga pokok penjualan. Lalu dimana? Sudah pasti ada di wilayah biaya-biaya.
Selanjutnya tinggal scanning wilayah akun-akun biaya yang ada di laporan laba rugi. Diantara biaya-biaya tersebut mana yang terlihat tidak wajar? Jika anda punya laporan laba rugi bulan sebelumnya, anda tinggal meletakannya secara bersisian dengan laporan laba rugi Januari 2012 ini, lalu bandingkan. Dalam contoh ini saya tidak buatkan laporan laba rugi bulan sebelumnya sebagai pembanding. Angka yang janggal langsung saja saya beri warna merah, yaitu “Biaya Telepon” sebesar 35. Mengapa ini janggal? Bandingkan dengan “Biaya Gaji?”—apakah logis biaya telepon lebih besar dibandingkan biaya gaji dalam sebuah perusahaan manufaktur? Tidak logis.
“Bukankah tadi sudah diperiksa oleh orang accounting dan mereka mengatakan semua transaksi sudah diperiksa hingga ke nota-nya dan hasilnya akurat?”
Yup. Jika jurnal dan angka di nota benar, berarti yang salah adalah: ORANG YANG BOROS MENGGUNAKAN TELEPHONE. Biaya telephone bengkak begitu besar sudah pasti ada pemakaian yang luar biasa tinggi di luar kebutuhan perusahaan. Selanjutnya tinggal kirim memo ke HRD untuk investigasi lebih lanjut (siapa yang menelpon pacar berjam-jam setiap hari?). Untuk mencegah agar tidak tejadi lagi di masa yang akan datang, mungkin HRD perlu membuat aturan pemakaian telepon. Misalnya: Akses inetrlokal, handphone dan SLI hanya untuk manajer ke atas dengan menggunakan PIN—sehingga penggunaannya bisa diketahui. Sedangkan untuk staff, jika perlu interlokal, SLI atau handphone harus via operator (front office) dengan approval dari manajer.
Logika-logika dasar seperti ini sangat perlu terus diasah, agar penguasaan akuntansi dan keuangan menjadi semakin matang, sehingga bisa menjalankan fungsi dengan baik, bisa memberi masukan yang bermanfaat bagi perusahaan.
Ini baru sebagian kecil dan masih di permukaan. Semakin dalam menyelam, semakin detail, sudah pasti semakin banyak pula ragam logika akuntansi yang harus dipelajari. Tentunya ini bukan sesuatu yang bisa dikuasai secara instant. Butuh waktu, kesabaran dan kesungguhan.
Bagi mereka yang sudah bekerja, dan masih merasa perlu mengasah kemampuan akuntansi melalui pemahaman logika-logikanya, tidak ada cara selain “Learn as you go.” Modal awalnya hanya satu: selalu penasaran/ingin tahu. Selanjutnya tergantung pada seberapa besar keberanian kita dalam mengikuti instinct rasa ingin tahu itu.
Semoga sukses!

sumber:
http://jurnalakuntansikeuangan.com/2012/01/memahami-logika-laporan-keuangan-neraca-dan-laba-rugi/

67 Responses to Memahami Logika Laporan Keuangan (Neraca dan Laba Rugi)

  1. uziek says:
    Saya sudah lama mengikuti tulisan dari JAK ini..
    sungguh, ini adalah paparan yang lugas .. dan aktual..
    terima kasih atas ilmunya…
  2. ilham says:
    Dear JAK sy mgkin blum update mengenai PSAK sy mw ty untuk PSAK Update terbaru PSAK thun brp ya??ada tdk link untuk bsa download PSAK tsb??
    Mhon pencerahan nya
    thx b4 untuk masukan ny
  3. sudarsono says:
    dear JAK paparan anda sangat menarik untuk terus di ikuti,namun ada kebimbangan dalam pembentukan suatu neraca bisakah kita melompat kearah yang langsung tanpa jurnal misalkan saat kita menyusun neraca pada posisi aset kita melihat saldo kas sekaligus bank pada akhir bulan kemudian melihat jumlah piutang yang kita miliki lalu melihat stok opname persediaan lalu menilai aset kembali. di sisi pasiva kita melihat utang2 yang belum kita bayar, dan untuk modal adalah sisa dari aset di kurangi utang2 tersebut.( dalam hal ini tidak ada penjurnalan hanya ada bagian atau pihak2 yang mengursi bagian kas dan bank. , penilai aset(adalah orang yang mengerti tentang harga jual pasar dan kemampuan suatu aset.) dan utang piutang.) apakah bisa demikian?? terimakasih dan mohon pencerahanya.
    • sudarsono says:
      maaf maksud saya bukan sisa dari aset melainkan total nilai aset tersebut di kurangi utang2
    • Bisa. Inilah yang banyak dilakukan di usaha-usaha kecil (UKM) yang tak memiliki sistim akuntansi yang cukup canggih. Tentu dengan satu syarat: Didukung oleh data dan bukti-bukti transaksi yang cukup dan valid.
      Kas, misalnya:
      Kas kecil – Setelah sisa fisik uang di kotak kas dihitung, ditemukan saldo kas kecil Rp 5 juta. Pertanyaan selanjutnya: mengapa sisa fisik kas kecil hanya 5 juta? Adakah bukti transaksi (nota-nota) yang bisa membuktikan sehingga saldo 5 juta tersebut bisa dipertanggungjawabkan? Apakah bukti-bukti transaksi tersebut menunjukan bahwa semuanya untuk keperluan operasional usaha?
      Kas bank – Saldo rekening koran (printout dari bank) menunjukan angka 15 juta. Pertanyaan selanjutnya: untuk keperluan apa saja pembayaran via bank (check) dilakukan? Adakah bukti pendukung untuk semua itu? Apakah bukti transakasinya valid dan memang untuk keperluan perusahaan, sehingga saldo 15 juta tersebut bisa dipertanggungjawabkan?
      Persediaan – Setelah dilakukan penghitungan fisik diketahui saldo akhir persediaan senilai 10 juta, mengapa saldonya hanya 10 juta? Berapa persediaan keluar, berapa masuk? Apakah ada bukti pendukungnya, sehingga saldo 10 juta tersebut bisa dipertanggungjawabkan.
      Dan seterusnya. Sepanjang ada data transaksi, ada bukti transaksi, yang kesemuany valid dan sesuai dengan saldo-nya, maka itu sudah benar dan syah adanya, meskipun tidak ada proses penjurnalan. Perlu disadari bahwa hakekat dari proses penjurnalan adalah: mencatat, mengelompokan dan menghitung, sehingga proses pembuatan dan penyajian laporan keuangan menjadi lebih mudah dengan angka-angka yang akurat.
  4. Dina says:
    Terimakasih atas pembahasannya, sungguh bermanfaat. di tunggu kelanjutannya untuk laporan arus kas ya pak. Thanks
  5. anie says:
    kalo laba ditahan sama dengan laba bersih ga ya ? Laba ditahan diperoleh darimana ?
    • @Anie:
      “Laba Bersih” = Pendapatan – (HPP + Biaya-biaya) – Pajak. Untuk periode tertentu (misal: 1 s/d 31 Januari 2012, atau 1 januari s/d 31 Desember 2012, tergantung system periodisasi yg diadopsi oleh perusahaan.). Dengan kata lain, “Laba bersih” adalah laba perusahaan untuk periode tertentu.
      Setelah tutup buku, Laba bersih di pindahkan ke Neraca, lalu digabungkan dengan akumulasi laba-laba periode sebelumnya. Hasil penggabungan ini dikurangi dengan pembagian dividen (bila ada) disebut “Laba Ditahan” atau ‘Retained Earning.” Sehingga, dengan kata lain, “Laba Ditahan” adalah akumulasi laba perusahaan sejak berdiri hingga periode pelaporan terakhir setelah dikurangi dividen.
  6. irfan says:
    tulisannya bermanfaat sekali mas..terimakasih …ijin bergabung :D
  7. Puteri says:
    Dear JAK,
    Artikelnya sangat menarik, bagus, dan cukup mudah dipahami.
    Ada yang ingin saya tanyakan mengenai “pendapatan komprehensif lainnya” pada Laporan Laba Rugi Komprehensif (PSAK 1 Revisi 2009).
    Sepengetahuan saya, komponen2 yg terdapat pada “pendapatan komprehensif lainnya” antara lain:
    (a) perubahan dalam surplus revaluasi
    (b) keuntungan dan kerugian aktuarial atas program manfaat pasti yang diakui sesuai dengan PSAK 24 : Imbalan Kerja
    (c) keuntungan dan kerugian yang timbul dari penjabaran laporan keuangan dari entitas asing
    (d) keuntungan dan kerugian dari pengukuran kembali aset keuangan yang dikategorikan sebagai ‘tersedia untuk dijual’
    (e) bagian efektif dari keuntungan dan kerugian instrumen lindung nilai dalam rangka lindung nilai arus kas
    Yang ingin saya tanyakan, apakah komponen2 ini “dulunya” adalah komponen yang terdapat di akun “Beban dan Pendapatan Lain-Lain”?
    Dan kalau memang benar, berarti hanya direklasifikasi sajakah ke akun “Pendapatan Komprehensif Lainnya”?
    Lalu, apakah perhitungannya sama dengan Pendapatan Lain-Lain?
    Mohon bantuannya ya mas :)
    Regards
    • Mbak @Puteri
      Mohon maaf. Rupanya saya kelewatan komentar anda ini. Jadinya baru saya tanggapi. Mengenai ‘Akumulasi Laba Komprehensif lain’, coba baca yang ini:
      http://jurnalakuntansikeuangan.com/2012/02/apa-sih-itu-akumulasi-laba-rugi-komperhensif-lain-mengapa-diperlukan/
      Mengenai elemen2 Lap Laba Rugi Komprehensif lain yang anda sebutkan sudah benar. Sedangkan mengenai: “apakah elemen-elemen itu semuanya berasal dari laba-rugi normal” tergantung masing-masing perusahaan. Di perusahaan-perusahaan asing misalnya, hal ini sudah lumrah sejak lama sehingga mereka sudah tahu bahwa laba/rugi seperti itu sudah langsung di masukan ke “akumulasi laba/rugi komprehensif lain” di akuitas (NERACA). Sementara, jika masih ada perusahaan yang masih memasukan elemen2 tsb di Lap Laba Rugi biasanya, per tahun buku 2011 oleh PSAK 1 diminta untuk mengklasifikasikannya ke Lap Laba Rugi Lain Komprehensif. Jika sudah terlanjur masuk ke Laba Rugi biasanya ya di RE-CLASS seperti yang anda sebutkan, bisa.
  8. jarwoto says:
    maf sebelumnya bila di ijinkan saya ingin minta materi laba komprehebsif sesuai dgn psak 1 rev 2009.
    mksud sy mteri secara umumny bkn psak, tmksh
  9. beti says:
    Nice….. membacanya tidak membosankan, justru semakin membuat penasaran…… salut. Tq atas infonya…bagus sekali…
  10. mortal says:
    menarik pembahasannya tapi kurang berkena……… apalagi kalau sudah membahas mengenai permasalahan dan perlakuan akuntansi ke PSAK
    tapi JAK ok juga buat berbagi pengetahuan dan wawasan seputar akuntansi dan keuangan
    thanks
    • @Mortal:
      Mohon dimaklumi, JAK hanya lulusan SMEA. Akan sangat membantu jika anda berkenan sharing kehaliannya dalam hal PSAK di sini :)
      Sambil menunggu sharing dari anda (tentang PSAK), untuk sementara JAK selalu menganjurkan pembacanya untuk berkunjung ke websitenya IAI terkait dengan topik PSAK, karena IAI lah yang paling berkompeten dalam hal ini. Bukannya JAK tidak tertarik (apalgi anti PSAK), masalahnya ya itu:
      (a) Sudah ada pihak yang berkompeten untuk membahas PSAK dan mereka sudah hadir secara online, sehingga jika JAK hanya copy+paste PSAK ke sini, khawatirnya nanti hanya mubazir, hanya akan nyesek-nyesekin dunia online, akhirnya jadi sampah maya (lha wong sudah ada di websitenya IAI kan?). Jika pembaca membutuhkan PSAK. Tinggal ke websitenya IAI, bisa download isi PSAK apapun yg dibutuhkan.
      (b) Pengetahuan JAK dalam hal PSAK bisa dibilang tak ada (lha wong cuma lulusan SMEA koq)
      JAK tunggu sharing pengetahuan PSAK-nya ya :)
  11. iwan says:
    mas, saya mau tanya. perusahaan punya piutang sebesar 500, kmd ada pemasukan 200 tunai dan 400 kredit. kemudian piutang dibayar 200. yang jadi pertanyaan, pada lap laba rugi. pendapatan jasanya itu yang mana? apakah 500 + 200 + 400 atau dari pemasukan tunai 200 + pembayaran piutang 200.?
    • Mas @Iwan:
      Maaf saya perlu lihat tanggal transaksi dan tanggal tutup bukunya. Secara umum, akuntansi akrual mengakui pendapatan baik yang dalam bentuk tunaimaupun kredit. Masalahnya: pendapatan itu masuk ke laporan laba-rugi yang penentuannya menggunakan “tanggal-pisah batas” (cut-off date). Sehingga tanpa tahu tanggal transaksi dan tanggal tutup buku, sulit untuk memisahkan mana yang sudah diakui (sehingga tidak boleh diakui lagi) dan mana yang belum diakui (sehingga masih perlu pengakuan).
  12. ria erlina says:
    sy seorang drg, yg sdh tdk praktek… saat ini sy di serahkan tugas kelg memimpin perusahaan . sy mau belajar masalah keuangan, dimana tempat kursus nya? terimakasih bnyk
    • Ibu dokter @Ria Erlina:
      Untuk tempat kursus secara fisik JAK belum tahu persisnya. Jika ibu memrelukan panduan khusus yang intensif dari JAK, ibu bisa menghubungi redaksi JAK via menu “contact” di navigasi menu ujung atas website.
  13. risdiati marbun says:
    dear Jak,
    Saya baru membaca artikel anda,sangat mudah utk dimengerti dan di pahami. kebetulan saya lagi membuat laporan keuangan perusahaan tempat saya bekerja. yg menjadi pertanyaan saya mas adalah,pada setiap bulan tutup buku perusahaan jika saya mau closing, di Neraca apakah hutang tahun lalu tetap dimasukin atau tidak?dan utk laba rugi,apabila ada pembayran hutang gaji pd bulan itu apakah tetap di masukin sbagai biaya bulan itu?mis. gaji bln Juli 2011 baru di bayar jan 2012. dan pengembalian pinjaman apakah juga di masukin sbgai biaya bln tersebut. dan untuk kolom pendapatan, misalnya Invoice kita keluarkan di bulan Desember,ternyata baru dibayar di february,apakah tetap sy harus masukin sbgai pendapatan pd bulan Desember?atau bisakah saya memasukannya pada pendapatan bulan Februari?krn uangnya baru diterima bln feb. terimakasih atas bantuannya.
    • Mbak Risdiati:
      JAK ikut senang jika anda terbantu. Berikut adalah jawaban dari JAK yang diberi tanda [[...]]
      ====pada setiap bulan tutup buku perusahaan jika saya mau closing, di Neraca apakah hutang tahun lalu tetap dimasukin atau tidak?===
      [[JAK: Tetap masuk, begitu juga di tahun2 berikutnya]]
      ===dan utk laba rugi,apabila ada pembayran hutang gaji pd bulan itu apakah tetap di masukin sbagai biaya bulan itu?mis. gaji bln Juli 2011 baru di bayar jan 2012.===
      [[JAK: Yups. Pengakuan utang sesuai tanggal transaksi (jika kesulitan dgn tanggal, pakai tanggal surat tagihan/invoice/nota)]]
      ===dan pengembalian pinjaman apakah juga di masukin sbgai biaya bln tersebut.===
      [[JAK: Yups. Pengakuan pelunasan utang (pengembalian pinjaman) sesuai dengan tanggal pembayaran (lihat tanggal di bonggol check atau slip trasnfer]]
      ===dan untuk kolom pendapatan, misalnya Invoice kita keluarkan di bulan Desember,ternyata baru dibayar di february,apakah tetap sy harus masukin sbgai pendapatan pd bulan Desember?atau bisakah saya memasukannya pada pendapatan bulan Februari?krn uangnya baru diterima bln feb.===
      [[JAK: Pendapatan diakui pada tanggal penagihan/invoice, bukan saat pembayaran diterima.]]
      terimakasih atas bantuannya.
      [[JAK: Saran dari JAK, @Risdiati sebaiknya perkuat pemahaman “akuntansi akrual”-nya ya :D )
  14. Ans says:
    Dear JAK,
    terima kasih telah menyuguhkan artikel yang sangat menyayat hati ini. Saya sebagai pegawai akunting dan pajak merasa sangat tertegun membaca pemaparan dari JAK. Yang bisa saya ambil pelajaran dari artikel ini adalah, ternyata di atas langit masih ada langit, dalam artian bahwa akuntansi ini cakupannya luas, sehingga masih harus untuk dipelajari lagi dan lagi walaupun oleh orang yang sudah expert sekalipun.
    Salut untuk JAK, dan teruslah untuk tetap update informasi-informasi terbaru di bidang akuntansi.
    Salam.
    • @Ans:
      JAK juga “tertegun” membaca komentar anda :D
      Betul, akuntansi dan pajak cakupannya memang sangat luas (kalau mau mengksplorasi). Ada berbagai aspek di dalamnya. Disamping itu, jug sangat dinamis mengikuti perkembangan dunia usaha dan regulasi. Setuju. Proses pembelajaran itu tiada henti.
      Terimakasih untuk supportnya.
  15. Vita says:
    wah seneng bgt ni baca jurnal akuntansi keuangan.apalagi buat saya yang baru saja bekerja.sayangnya, saya di sini setengah dianggurin ma supervisor saya.kemaren saya kerja double. bantu buat program akuntansi di IT sambil mengerjakan pekerjaan klerikal di bagian accounting.sekarang saya diminta full di accounting tapi justru sekarang dianggurin.saya sampe ngemis2 kerjaan.tapi blum dikasih.katanya males kalo lagi awal bulan.nanti aja.adakah saran??
    maaf kalo commentnya melenceng.hahahaha.oh ya bisakah program akuntansi membuat jurnal penyesuaian secara otomatis?
    • @Vita:
      Dianggurin? wah sayang ya. Tapi tidak apa-apa. Kalau vita mau, ada banyak hal yang bisa dilakukan, di accounting, selain urusan clerical dan routines . Misalnya: Jika anda mengeuasai programming, anda bisa mempelajari nature suatu transaksi yang selama ini mungkin dianggap ‘mundane’ (merepotkan tapi cukup sering terjadi), contoh: rekonsiliasi transaksi (kas/persediaan/inventory/dll) yang melibatkan konversi mata uang asing. Biasanya menimbulkan “currency gain/loss”. Sebagian besar software akuntansi belum dilengkapi fiture konversi semacam itu. Nah, vita bisa buat semacam tool dari excel dan visual basic yang bisa mempercepat peghitungan currency gain/loss. Atau alokasi akrual bonus/gaji/insentif/employee insurance/dll. dan seterusnya, bisa dibuatkan semacam alat bantu mempercepat pekerjaan. Be creative and pro-active, then you will be busy yet productive.
    • Tambahan untuk @Vita:
      “Oh ya bisakah program akuntansi membuat jurnal penyesuaian secara otomatis?”
      JAK: Bisa saja. Tetapi, prosedur penyesuaian biasanya mensayaratkan approval dari pihak yang otoratif (atasan/chief/manager/controller/cfo), karena penyesuaian biasanya diperlukan untuk memperbaiki kesalahan. Syarat itu, mau-tidak mau, memaksa agar jurnal penyesuaian diinput dalam feature berbeda (biasanya di General Journal/GJ). Dan sebelum diinput perlu cross-check, itung ulang, usulan penyesuaian ke atasan, approval, baru diinput.
  16. arif says:
    Kereeeeeeeen hauccceee….!!
  17. ratna says:
    Dear JAK
    terima kasih sudah berbagi ilmu akuntansi, saya mau bertanya :jurnal sbb :
    a. ada transaksi : uang muka pekerjaan (termasuk ppn) sebesar Rp. 1.000.000.000,-
    jurnalnya seperti apa pada saat :
    1. penerbitan invoice ?
    2. penerimaan uang ? ==> ppn sudah dipotong oleh pihak pemberi kerja (wapu – wajib pungut)
    b. Subkon pekerjaan sebesar Rp. 800 jta jurnal seperti apa pada saat :
    1. terima tagihan dari subkon
    2. pembayaran subkon
    atas jawabanya saya ucapkan terima kasih.
    salam kenal
    ratna
    • @Ratna:
      Ini PR ya? Coba buka-buka dan baca buku pengantar akuntansinya :D Jika ada buknya Zaky Baridwan, di sana contohnya lengkap. Untuk PPN JAK juga sudah bahas, coba lihat di categori pajak ya. Goodluck!
  18. priscilia says:
    terimakasihinfonya sangat membantu buat kerjain tugas kuliah :) )
  19. emma says:
    like this bgt lah, ditunggu ilmu lainnya lagi ya pakk… makasihh :)
  20. roman nurbawa says:
    pak administrator saya ikut bergabung ah di blog anda….pemaparan anda tentang akuntansi sangat mudah di pahami oleh saya…..sangat sangat menyesal waktu kuliah mengambil jurusan akuntansi ekonomi tapi tak belajar dengan sungguh-sungguh….tapi saya ingin merubah itu semua dari kemalasan dan ingin tahu dan harus bisa mempelajari ilmu tersebut yaitu ilmu akutansi……saya boleh copy paste ya pak untuk belajar…..thanks……
    • @Roman:
      Jangan terlalu dipikirkan, past is past, yang penting bagaimana ke depannya.
      Mau copy? redaksi JAK mengijinkan asal menyebutkan sumbernya dengan link yg aktif (bisa diklik)http://www.jurnalakuntansikeuangan.com
      Bukannya pelit atau apa, tapi jika dikasih link ke sumber, nanti pembaca blog/website anda jadi berkesempatan untuk membaca artikel2 JAK yang lainnya, sehingga makin banyak org yg memperoleh manfaat. Saya rasa itu cukup fair dan sehat untuk lingkungan kita.
      Semoga lancar belajarnya.
  21. herman says:
    dear JAK
    seberapa pentingnya rasio keuangan terhadap perusahaan n biasanya apa yang menjadi fokus bank dalam analisa rasio, trmh kasih
    • @herman:
      Ini pertanyaan PR ya? :D
      jawabannya: begitu penting, untuk mengetahui kinerja perusahaan. Yg menjadi fokus bank tentunya kemampuan calon debitur untuk membayar pokok dan bunga yang akan dipinjam. bagaimana bank mengukur kemampuan ini? Rasio2 hanya salah satu diantara sekian banyak faktor yg menjadi bahan pertimbangan mereka. Rasio yg difokuskan sudah pasti profitabilitas (sebarapa untung), likuiditas (seberapa lancar nanti pembayarannya), solvabilitas (jika nanti macet, dan aset perusahaan terpaksa disita, apakah cukup untuk menutup utang2nya, termasuk pokok dan bunga pastinya).
  22. odjie says:
    dear jak nice article …. keep writing mas..
  23. Dion Situmorang says:
    Terima Kasih JAK utk pembelajarannya,
    Ini sangat cocok sekali utk para amatir termasuk saya sendiri yang ingin bisa menjadi lebih dan lebih dari sebelumnya,
    once more tks a lot JAK, Gb us :)
  24. diana says:
    terimakasih sekali JAK :)
    saya mahasiswi akuntansi semester 7. dan baca ini jadi lebih mengerti akuntansi dasarnya hehehe
  25. anggie says:
    penjelasannya mudah dimengeri..tx
  26. inogbox says:
    Maaf salah nge-post di Artikel :Apakah Perusahaan Kecil Perlu Menerapkan Pembukuan-Akuntansi?.
    jadi saya ulang pertanyaan saya agar sama dengan judul artikelnya.
    Saya sedang belajar membuat neraca pertokoan untuk bisa saya pakai pada program Akuntansi saya…mohon bantuannya untuk saya bisa lebih memahami neraca. Jika saya mempunyai jurnal seperti ini :
    1 01/04/2012 Meminjam Modal 10.000
    2 02/04/2012 Pembelian Barang Dagangan 10 item @1.000
    3 03/04/2012 Penjualan Kredit pada Customer 2 item @1.500
    4 04/04/2012 Penjualan Tunai pada Customer 6 item @1.500
    5 01/05/2012 Penjualan Tunai pada Customer 1 item @1.500
    6 02/05/2012 Pembelian Barang Dagangan 10 item @1.000
    7 03/05/2012 Penjualan Tunai pada Customer 2 item @1.500
    8 04/05/2012 Penjualan Kredit pada Customer 1 item @1.500
    9 05/05/2012 Penjualan Tunai pada Customer 1 item @1.500
    Pertanyaan:
    1. Apakah bisa dibuat neracanya dengan jurnal diatas?
    2. Bila bisa dibuat neracanya, apakah bisa membuat neraca per tanggal 01/05/2012 dan neraca per tanggal 01/06/2012 sehingga ketika saya memilih tanggal pada program akuntansi saya, dapat muncul neracanya berdasarkan tanggal diatas. maklum saya cuma lulusan STM. he..he..he
  27. doni says:
    menarik. untung saya bisa kesini.
  28. Dyah says:
    Terima kasih banyak… tulisan ini sangat bermanfaat untuk menyadarkan kami mahasiswa/i akuntansi.. hehe
    saya bagikan laman JAK buat tmn2 sy di fb, thx :)
  29. iba says:
    saya telah membaca ulasan dr JAK dan telah mempraktekkan sesuai dengan ulasannya.
    dan disini hitungan net profit margin perush ada dikisaran angka 4,6% apa ini masih logis??
    ada dikisaran berapa suatu llap L/R perush dikatan logis???
    terus gross profit marginnya ada di angka cuma 18%.sedangkan perush ini bergerak di bidang penjualan.berarti jauh dibawah standar dong???minta tlg dibantu untuk menganalisanya soalnya saya masih bingung.thans….
  30. bayu says:
    sangat bermanfaat thx
  31. Erhil says:
    Ass.. Ini lah tempat pencarianku akhirnya terhenti. Apa yg sy ingin ketahui telah dipaparkan dengan cukup komunikatif dan mudah dipahami. Sy “Appreciate” dgn JAK. Bila sy boleh request, mohon paparkan/jelaskan mengenai ” AKUNTANSI TRAVEL ” ??? Karena sy sementara baru masuk dlm perusahaan Tour n Travel untuk bidang Ticketing, Tour, Haji dan Umrah, Masalah yg sy hadapi saat ini ialah posisi sy Accounting, namun setelah sy amati bidang usaha Tour & Travel ini memiliki pendekatan pencatatan akuntansi yg tidak biasanya sy dapatkan dlm bangku kuliah. Contohnya, akun “Persediaan” dlm usaha travel ini di anggap “Deposit ke Supplier”, dan masih banyak masalh lainnya.
    Tolong bntuannya …………
  32. sopian says:
    kalo contoh perusahaan jasa seperti event organizer dengan pendapatan yang di hasilkan dari event itu bagaimana. dan satu lagi apakah modal awal itu bisa berubah. sebagai contoh:
    modal di bulan januari 50jt pada neraca. lalu di bulan berikutnya apakah modal 50jt ini tetap menjadi acuan dlm penyusunan neraca? terima kasih
  33. Goberjuang says:
    SAYA BEGITU APRESIATIF DENGAN JAK, DAN SAYA SAMPAIKAN BANYAK TERIMAKASIH… SANGAT MEMBANTU…. ADA SEDIKIT SARAN YANG BARANG KALI SAJA BISA BERMANFAAT BUAT JAK DAN MEMBER SETIA JAK… BAIGAIMANA KALO ARTIKEL2 JAK DIKUMPULIN, DAN DIJADIKAN BUKU…?? SAYA RASA PAPARAN YANG ANDA SAMPAIKAN SANGAT LAYAK UNTUK JADI RUJUKAN/REFERENSI DI UNIVERSITAS, DITENGAH2 LITERATUR2 YANG KEBANYAKAN BAGI SAYA TERLALU NORMATIF DAN TEXT BOOK… SAYA HARAP, NANTI AKAN LEBIH BERMANFAAT, BAGI JAK, MEMBER, DAN ACCOUNTING LOVER YANG LAIN…
    — SALAM SUKSES–
  34. Sonilionaire says:
    MANGSTAB! gracias JAK! ditunggu tulisan-tulisan berikutnya..:))!
  35. Anjar Miska says:
    terimakasih sekali JAK sangat menambah wawasan. kebetulan saya baru mendapat mata kuliah teori akuntansi. Lanjutkan…!!!
  36. Hasianku says:
    jadi lebih paham; mungkin termasuk kita belajar rasio2 keuangan ya Mr. Jak
    salam
  37. nano says:
    terimakasih atas pencerahannya… jadi pengen belajar akuntansi lagi…mantaff
  38. zakaria says:
    menuntut ilmu tidak hanya dibangku kuliah saja. bahkan setelah kerjapun banyak sekali yang harus dipelajari seperti tulisan saudara. trimakasih banyak
    ditunggu artikel kelanjutannya..
  39. frida says:
    kalau laporan keuangan untuk kantor event organizer itu seperti apa ya ?.. neraca dan laba rugi nya..
    terimakasih..

0 komentar:

Popular Posts