28 January 2013



Masa percobaan (probation time) sangat penting bagi siapapun yang baru mulai menapaki karir di dunia kerja, termasuk karir di bidang akuntansi keuangan. Jika anda akan (atau sedang) menjalani masa percobaan, berhasil atau tidaknya melewati masa ini menentukan apakah anda akan terus diterima bekerja atau diberhentikan, apakah anda akan berstatus sebagai pegawai tetap atau kembali menyandang status job-seeker.
Mau jadi staf accounting untuk sebuah perusahaan dagang, pabrik, kontraktor, hospitality (hotel dan sejenisnya) atau jadi pegawai perusahaan penyedia jasa layanan tertentu (kantor akuntan publik atau konsultan pajak), hal yang sama tetap berlaku; harus melewati masa percobaan, sebelum menjadi pegawai tetap. Kalaupun mungkin ada perusahaan yang langsung mengangkat pegawai tetap tanpa melalui masa percobaan, saya yakin jumlahnya tidak banyak.
Nah, bagaimana seorang staf accounting baru atau junior auditor bisa melewati masa percobaan, tanpa gagal? Itu yang ingin saya sharing melalui tulisan ini.
Sebelum itu, ada beberapa hal yang (saya pikir) penting untuk anda ketahui, antara lain:
  • Mengapa perusahaan memberlakukan masa percobaan.
  • Siapa yang menentukan lolos atau tidaknya seorang pegawai baru dari masa percobaan, dan bagaimana mekanisme penilaian dilakukan.
  • Berapa lama perusahaan memberi kesempatan kepada pegawai baru untuk mencoba.
Ini penting, agar anda tahu apa yang ada di benak manajemen perusahaan, apa yang mereka inginkan dari seorang pegawai baru, sehingga (mudah-mudahan) jadi tahu harus berbuat apa agar kemungkinan gagal melewati masa percobaan bisa diminimalkan. Setelah itu saya akan share beberapa tips yang saya anggap perlu untuk diketahui.

Mengapa Perusahaan Memberlakukan Masa Percobaan?

Saya yakin sebagian besar calon pegawai, jika boleh, inginnya langsung menjadi pegawai tetap—tanpa melewati masa percobaan. Untuk diketahui, sebenarnya manajemenpun mengharapkan hal yang sama. Hanya saja ada kendala yang membuat hal itu tidak mungkin untuk dilakukan. Kendala yang saya maksudkan adalah “Undang-Undang Ketenagakerjaan”.
Undang-Undang Ketenagakerjaan mengikat para pemberi kerja (perusahaan dalam hal ini) untuk:
  • Minimal menyediakan gaji tetap, jaminan keselamatan kerja dan THR bagi PEGAWAI TETAP.
  • TIDAK memberhentikan PEGAWAI TETAP yang berperilaku baik. Pemberhentian sepihak (PHK) hanya boleh dilakukan terhadap pegawai tetap yang melakukan pelanggaran berat (minum alkohol, berjudi, berkelahi, mencuri) di tempat kerja, ATAU perusahaan mengalami kebangkrutan.
Sementara itu, pegawai yang berperilaku baik saja tidak cukup untuk membuat perusahaan bisa beroperasi secara efektif (sehingga memperoleh keuntungan). Perusahaan memerlukan pegawai yang berperilaku baik sekaligus terampil menjalankan pekerjaannya.
Masalah utamanya: Sampai saat ini, belum ada cara untuk mengetahui apakah seorang pegawai-baru memiliki skill yang cukup atau tidak untuk menjalankan pekerjaan.
Bahwa seorang calon pegawai dinyatakan diterima belekerja setelah melalui proses pemeriksaan CV dan proses interview, IYA. Bahwa di CV telah tercantum kualifikasi calon pegawai dan saat interview sudah dibahas, IYA juga. Hanya saja, semua itu kan masih berupa pernyataan sepihak dari calon pegawai, masih berupa penilaian sementara dari pihak pemberi kerja (manajemen perusahaan)—yang masih perlu pembuktian.
  • Andai setiap pegawai baru bisa langsung mengerjakan tugasnya tanpa salah (Faktanya: sebagian besar pegawai baru, di awal-awal, sering melakukan kesalahan, bahkan banyak yang tak paham betul apa yang dikerjakannya hingga masa percobaan berlalu.)
  • Andai setiap pegawai accounting-baru bisa menjurnal dan membuat laporan keuangan dengan benar dan akurat (Faktanya: sebagian besar pegawai accounting-baru butuh waktu berbulan-bulan hanya untuk membiasakan diri dengan chart account, apalagi menjurnal dan membuat laporan keuangan, masih jauh.)
  • Andai setiap cost accountant baru bisa langsung membuat laporan cost dengan benar dan akurat (Faktanya: Sebagian besar cost accountant baru belum bisa memahami struktur cost perusahaan, apalagi membuat laporan cost.)
  • Andai setiap junior auditor baru bisa langsung menjalankan posedur audit (Faktanya: jangkan menjalankan prosedur audit, lembar/kertas kerja audit mana untuk keperluan apa masih sering lupa, harus diingatkan terus).
Itu baru keterampilan utama (hardskill). Untuk bisa menjalankan suatu pekerjaan dengan efektif, hardskill saja tidak cukup. Ada begitu banyak faktor (di luar hardskill) yang berpengaruh. Misalnya: Kemampuan beradaptasi, berkomunikasi, membina hubungan kerja, kemandirian dalam bekerja, insiatif, kedewasaan, loyalitas, profesionalitas, dan lain sebagainya.
Satu-satunya cara bagi perusahaan untuk mengetahui apakah seorang pegawai baru memiliki-atau-tidak-memiliki semua skill itu, hanya dengan cara memberi kesempatan untuk “MENCOBA” menjalankan pekerjaan. Dengan memberlakukan masa percobaan, perusahaan memiliki waktu yang cukup untuk menilai apakah seorang pegawai baru layak untuk menjadi PEGAWAI TETAP, menerima gaji tetap dan fasilitas lainnya. Dengan kata lain,
[quote] Masa percobaan adalah masa bagi seorang pegawai baru untuk membuktikan bahwa dirinya LAYAK-atau-TIDAK LAYAK menjadi pegawai tetap.[/quote]
Pertanyaan selanjutnya: siapa yang menentukan seorang pegawai baru lolos dari masa percobaan (dan layak untuk diangkat menjadi pegawai tetap) ATAU tidak? Lanjut ke paragraph berikutnya…

Siapa Yang Menentukan Lolos atau Tidaknya Dari Masa Percobaan? Bagaimana Mekanismenya?

Ini penting untuk diketahui. Masa percobaan sesungguhnya masih bagian dari proses panjang recruitment pagawai baru. Jika dalam fase interview yang terlibat adalah personalia (HRD) dan manajer yang akan menjadi atasan (Hiring Manager), di masa percobaanpun masih dinilai oleh kedua pihak ini. Hanya saja, peran HRD sudah semakin berkurang—lebih banyak bergeser ke Hiring Manager.
Dalam fase masa percobaan, HRD biasanya bertindak selaku mediator, termasuk memberi pengarahan singkat mengenai peraturan dan tata tertib perusahaan (misal: jam kerja, hari kerja, pakaian kerja, penggunaan peralatan kerja, dll yang sifatnya umum).
Sedangkan hal-hal spesifik sehubungan dengan pekerjaan lebih banyak diberikan oleh seorang hiring manager (Chief Accountant atau Accounting & Financial Manager jika bekerja dalam perusahaan non-KAP, atau seorang Partner jika di KAP). Mereka-mereka inilah yang menentukan apakah seorang staf accounting/junior auditor baru akan lolos atau tidak dari masa percobaan.
Hiring Manager biasanya orang-orang yang super-sibuk, jarang memiliki kesempatan untuk berhubungan langsung dengan seorang pagawai baru yang sedang menjalani masa percobaan. Dalam mengawasi proses ini, setahu saya, mayoritas manager mendelegasikan tugasnya kepada bawahannya langsung—entah itu seorang supervisor atau staf senior yang akan menjadi atasan langsung si pegawai barunya.
Supervisor atau staf senior inilah yang sehari-harinya memberikan tugas dan pekerjaan kepada pegawai baru, sekaligus bertindak sebagai penilai kinerja, mewakili hiring manager. Hasil penilaian kinerja dari supervisor ditambah dengan hasil penilaian kepatuhan terhadap peraturan perusahaan dari HRD, adalah bahan pertimbangan utama bagi seorang hiring manager untuk memutuskan apakah seorang pegawai baru lolos atau tidak dari masa percobaan.
Saat bertindak sebagai hiring manager (dahulu), disamping menggunakan input dari supervisor dan HRD, saya pribadi biasanya melakukan assessment tersendiri—entah itu dengan cara memberi assignment langsung kepada pagawai barunya (di luar pekerjaan-pekerjaan yang diberikan oleh supervisor) atau memverifikasi input yang berasal dari supervisor. Buat saya pribadi ini penting, untuk meminimalkan penilaian yang bersifat personal dari supervisor.
Oke. Sekarang anda sudah mendapat gambaran mengenai siapa yang menentukan seorang pagawai baru lolos dari masa percobaan atau tidak, sekaligus tahu bagaimana mekanisme penilaian dilakukan.Pertanyaan selanjutnya: berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melewati masa percobaan?

Berapa Lama Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Melewati Masa Percobaan?

Atau lebih tepatnya: berapa lama waktu yang diberikan kepada seorang pegawai baru, untuk membuktikan bahwa dirinya layak menjadi pegawai tetap?
Umumnya, perusahaan memberlakukan tiga bulan masa percobaan, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Keternagakerjaan. Namun manajemen yang jeli akan menemukan klausul berikut ini (dalam UU tersebut):
Selama masa percobaan, kedua belah pihak (pekerja dan pemberi kerja) berhak untuk menghentikan kesepakatan kerja secara sepihak, tanpa perlu memberi alasan apapun dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Itu artinya, selama masa percobaan:
  • Pegawai baru (yang sedang menjalani masa percobaan) berhak untuk berhenti seketika—tanpa pemberitahuan terlebih dahulu—dan tanpa meminta persetujuan dari perusahaan.
  • Manajemen perusahaan (pemberi kerja) berhak untuk memberhentikan pegawai baru (yang sedang menjalani masa percobaan) seketika, dan tanpa perlu memberi alasan apapaun.
Kalusul lain dari UU Ketenagakerjaan, menyebutkan (kurang-lebih):
Jika dipandang perlu, pemberi kerja (manajemen perusahaan dalam hal ini) boleh memperpanjang masa percobaan selama 3 bulan lagi terhitung sejak masa percobaan sebelumnya berakhir, sepanjang pegawai barunya bersedia.”
Jika diteliti, jelas terlihat bahwa: sesungguhnya, waktu yang dimiliki oleh seorang pegawai baru untuk menunjukan kemampuannya adalah 1 jam sampai dengan 6 bulan(tidak mesti 3 atau 6 bulan). Tergantung keputusan manajemen perusahaan yang akan mempekerjakan. Dan keputusan itu sangat tergantung pada pendekatan yang digunakan oleh seorang hiring manager dalam menjalankan proses masa percobaan bagi pegawai baru.
Orang lain mungkin lebih suka menerapkan masa percobaan yang lama (3 hingga 6 bulan), pastinya dengan dasar pertimbangan tertentu. Saya pribadi, saat merekrut staf baru untuk bagian accounting, keuangan, HRD, IT, Shipping, Warehouse, Purchasing, etc.—entah itu entry-level atau management-level, selalu berusaha memberlakukan masa percobaan yang sesingkat mungkin.
Bagi saya, makin cepat-makin bagus, dengan pertimbangan: Itu akan lebih bagik bagi perusahaan maupun bagi si pegawai barunya. Mengapa? Dalam masa percobaan, perusahaan tidak mungkin bisa memberi tugas/pekerjaan penting, karena jika terjadi kesalahan bisa fatal akibatnya. Sehingga:
  • Jika seorang pegawai baru memang MEMILIKI kemampuandan bakat yang bagus, makin cepat dipekerjakan secara penuh (dengan tugas yang lebih penting), makin cepat dia berkontribusi bagi perusahaan, sekaligus makin cepat juga dia memperoleh fasilitas yang pantas (sebagai pegawai yang kinerjanya memang bagus.)
  • Jika seorang pegawai baru memang TIDAK MEMILIKI kemampuan dan bakat yang diharapkan, makin cepat dia dikeluarkan makin bagus, sehingga perusahaan bisa fokus untuk mencari pegawai yang lebih tepat, dan si pegawai barunya juga bisa segera fokus meningkatkan kemampuannnya atau mencari pekerjaan lain yang lebih sesuai. Untuk apa buang waktu lebih lama lagi, iya kan?
Itu sebabnya, rata-rata saya hanya memerlukan waktu 2 s/d 4 minggu untuk menilai apakah seorang manager baru lolos dari masa percobaan atau tidak. Untuk entry-level biasanya saya kasih waktu 7 hari bagi seorang hiring manager untuk memutuskan apakah meloloskan atau tidak meloloskan staf barunya.
Dalam waktu sesingkat mungkin hiring manager, mestinya (menurut saya) sudah bisa menilai soft dan hardskill seorang pegawai baru. Konsekwensinya: hiring manager harus memiliki sistim masa percobaan yang sudah dirancang sedemikian rupa, dengan checklist penilian yang jelas dan sistematis, dijalankan seefektif dan semaksimal mungkin. Itu artinya:
  • Hiring manager, tidak bisa santai-santai dan seenaknya sendiri dalam mensupervisi proses masa percobaan. Saya tahu, masa percobaan pegawai baru sering diselewengkan untuk hal-hal yang tidak perlu—misalnya: dimanfaatkan, dibully, diintimidasi,dll—hanya untuk bersenang-senang. Dengan singkatnya target waktu yang saya berikan, maka kesempatan untuk itu menjadi nyaris tidak ada. Mau-tidak-mau, seorang hiring manager harus kerja serius dan efektif, untuk bisa melakukan penilaian yang cepat.
  • Pegawai barunya, juga tidak bisa santai-santai. Dengan padatnya tugas dan pekerjaan yang diberikan, dia harus berusaha menunjukan kinerja yang semaksimal mungkin, dalam waktu yang singkat. Sudah pasti, tekanan dan stress yang dialami oleh si pegawai baru menjadi sangat sangat tinggi. Dan ini malah bagus, menurut saya, karena hiring manager bisa mengukur daya tahan stress si pegawai baru, bisa melihat apakah si pegawai baru mampu-atau-tidak-mampu bersikap tenang pada saat berada di bawah tekanan.
Oke. Sampai di sini, saya yakin anda sudah memperoleh pemahaman yang cukup mengenai:
  • Apa itu masa percobaan dan mengapa perusahaan perlu menerapkan masa percobaan – (masa percobaan adalah masa yang anda jalani untuk membuktikan bahwa anda memang memiliki kemampuan (hard dan softskill) yang cukup untuk menjalankan pekerjaan, dan siap untuk berkontribusi bagi kemajuan perusahaan)
  • Siapa yang menentukan pegawai baru lolos atau tidak lolos dari masa percobaan – (hiring manager, supervisor yang memberi tugas/pekerjaan selama masa percobaan, dan HRD yag menilai kepatuhan anda terhadap aturan dan tata tertiba perusahaan)
  • Berapa lama waktu yang anda miliki untuk menunjukan bahwa anda memang layak diangkat menjadi pegawai tetap – (Dalam rentang waktu 1 jam hingga 6 bulan, perusahaan bisa memberhentikan anda sewaktu-waktu dan anda juga bisa berhenti sewaktu-waktu kapanpun anda merasa tidak sanggup atau tidak betah. Dalam rentang waktu 1 jam hingga 6 bulan, anda harus berusaha semaksimal mungkin untuk menunjukan: kemampuan hardskill dan softskill, kemandirian, inisiatif, kedewasaan, dan loyalitas yang tinggi terhadap tugas dan pekerjaan yang anda jalankan.)
Sehingga, sekalilagi, masa percobaan adalah masa untuk membuktikan apakah anda seorang calon samurai yang memang pantas dihargai dan diperlakukan terhormat oleh perusahaan, atau ayam sayur yang biasanya tidak diinginkan kehadirannya oleh persuahaan manapun.
Dengan pemahaman itu, saya percaya anda sudah memiliki gambaran tentang: apa yang harus anda lakukan dan bagaimana harus bersikap dalam menghadapi masa percobaan. Pun demikian, saya masih ada beberapa tips yang mudah-mudahaan ada manfaatnya.

Tips Melewati Masa Percobaan Bagi Pegawai Akuntansi dan Keuangan

Apa yang saya paparkan di paragraph-paragraph sebelumnya, adalah hal-hal yang sifatnya umum dan fundamental, namun penting untuk diketahui—sehingga anda bisa menentukan sikap dan tindakan default yang paling tepat, dalam masa percobaan.
Di bagian tips ini, saya akan paparkan hal-hal yang sifatnya lebih spesifik, khusus untuk anda-anda yang menjalani masa percobaan di wilayah akuntansi dan keuangan (bagian lain mungkin juga bisa mengadopsi tips ini jika dirasa relevan).
Agar berlebih terarah, tips saya bagi menjadi 2 bagian, yaitu: (1) Hard assignments; dan (2) Soft assignments. Kita mulai dengan Hard assignments, khusus untuk bagian akuntansi dan keuangan:
1. Menghadapi Hard Assignments
Dalam masa percobaan sudah pasti anda akan diberikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan posisi yang akan anda tempati. Hard assignment yang diberikan kepada anda jelas membutuhkan keterampilan khusus untuk bisa menjalankan fungsi anda di bagian tersebut. Artinya, anda diasumsikan memiliki basic yang cukup untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan.
Hard assignment memiliki bobot yang paling tinggi dalam penilaian (50-60%) yang artinya, berhasil atau tidaknya anda melalui masa percobaan sebagian besar ditentukan oleh hard assignments. Bagaimana sebaiknya anda bersikap, apa yang harus anda lakukan untuk menghadapi hard assignment? Tergantung di posisi apa anda akan bekerja.
Untuk di bagian accounting, tugas dan pekerjaan yang diberikan tidak akan jauh-jauh dari urusan bukti transaksi/nota, vouching, jurnal entry, rekonsiliasi, hitungan pajak, costing dan pembuatan laporan (management atau financial accounting)—sesuai dengan posisi yang akan anda tempati.
Saya yakin, anda pasti sudah tahu caranya membaca, memilah dan menganalisa bukti transaksi, tahu caranya menghitung (untuk berbagai transaksi dengan berbagai metode), tahu caranya menjurnal, membuat rekonsiliasi, hingga membuat jurnal penyesuaian, TETAPI perlu anda ketahui bahwa: masing-masing perusahaan memiliki karakter tersendiri, jenis-jenis transaksi yang khas, menerapkan tehnik dan cara-cara tersendiri dalam menjalankan akuntansi.
Bagaimana bersikap? Apa yang harus anda lakukan?
a. Tenang dan fokus – Problem utama pegawai baru adalah: resah, panic, tidak terarah atau yang paling parah malah jadi blank (tidak tahu harus melakukan apa). Jangan biarkan kondisi itu sampai menimpa anda. Ingat: anda adalah orang accounting yang dididik untuk selalu tenang dan tahu harus berbuat apa—sejak dibangku kuliah. Tenang dan fokus saja.
[quote]Dengan tenang dan fokus, maka anda akan bisa menyimak, memahami, dan menelaah instruksi pekerjaan apapun yang diberikan.[/quote]
b. Buka Arsip – Saat di sekolah atau di kampus, referensi anda berupa buku, literature, atau jurnal penelitian. Di tempat kerja, referensi anda adalah ARSIP. Inforamsi apapun yang anda butuhkan, semua ada di situ. Nyalakan komputer, buka Microsoft Explorer, cari folder dan filenya, Jika tidak ada di computer, pindahkan perhatian anda ke arsip hardcopy.
[quote]Buka dan lihat arsip hardcopy di almari arsip atau filing cabinet (bisa jadi berupa folder/ordner/teka/whatever they’re marked). Tidak ketemu juga? Tanya supervisor atau senior staf yang mendampingi anda.[/quote]
c. Pelajari Arsip Dengan Cepat – Setelah arsip ketemu, pelajari. Apa yang bisa anda pelajari dari arsip? Dari arsip anda bisa mengetahui pemilahan dan pengelompokan bukti transaksi, penghitungan, angka-tanggal-dan-deskripsi yang dicantumkan dalam jurnal, format voucher transaksi, penomoran dan indeksasi jurnal transaksi. Sekaligus anda mengetahui bagaimana nanti anda mengarsipkan suatu dokumen atau laporan dalam bentuk hardcopy dan softcopy. TETAPI, perlu disadari bahwa, membuka arsip hanya aktivitas mencari informasi/referensi, belum mengerjakan tugas yang diberikan. Oleh sebab itu…
[quote]Jangan terlalu banyak menghabiskan waktu untuk mempelajari arsip. Laukan dengan cepat. Ingat: anda orang accounting, orang-orang pilihan yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata, harus bisa memepelajari, menelaah dan memahami sesuatu dengan cepat (maksimal 15 hingga 30 menit).[/quote]
d. Buka dan Pelajari Bagan Akun (Chart of Accounts) – Seperti sudah saya sampaikan, tugas dan pekerjaan anda di bagian accounting tak jauh-jauh dari urusan jurnal-menjurnal (umum, utang, piutang, dan penyesuaian), rekonsiliasi, dan pembuatan laporan. Sebelum anda bisa melakukan itu semua, dalam pekerjaan yang sesungguhnya, anda harus paham struktur bagan akun (chart of account) yang digunakan oleh perusahaan. Chart account perusahaan bisa jadi lebih ringkas atau lebih detail dibandingkan apa yang selama ini anda ketahui. Dari yang saya tahu, biasanya chart account perusahaan jauh lebih detail dan bervariasi dibandingkan apa yang dipelajari di sekolah/kampus.
[quote]Supaya efektif, FOKUSLAH pada akun-akun utama dan akun-akun terkait, yang AKAN ANDA BUTUHKAN SAJA. Jangan habiskan waktu anda untuk mengeksplorasi akun-akun yang samasekali tidak ada kaitannya dengan pekerjaan anda.[/quote]
Catat nomor dan nama akunnya, hafalkan letaknya—sehingga anda bisa meemukannya dengan cepat, kelak jika anda membutuhkannya. Dimana mencari chart account? Chart Account bisa anda temukan di arsip laporan keuangan (hardcopy/softcopy). Jika tidak diberikan akses untuk itu, mintalah printout kepada supervisor/senior staff yang mendampingi anda. Jika anda diberi akses, go on to the next step…
e. Buka/Pelajari Lembar Kerja dan Peralatan Kerja – Anda sudah pelajari arsip dan chart account perusahaan. Itu sudah modal dasar yang bisa membuat anda untuk bergerak lebih lanjut (move on), dan mulai menjalankan tugas/pekejaan anda.
[quote]Yang dibutuhkan oleh orang accounting untuk bekerja, adalah lembar kerja dan peralatan kerja. Lembar kerja bisa jadi di atas kertas (paper)/buku, di Aplikasi Komputer—entah itu dalam Microsoft Excel atau Accounting Software.[/quote]
Di masa sekarang ini, saya yakin nyaris semua perusahaan sudah menggunakan accounting software. Buka software accountingnya. Saya yakin anda hanya diberikan akses ke modul-modul akuntansi yang anda butuhkan saja. Setelah dibuka, pelajari. Jika ada yang tidak dimengerti, tanyakan kepada supervisor/senior staff pendamping anda.
f. Bekerja Dengan Serius, Fokus, Cepat dan Akurat – Arsip referensi sudah. Chart account sudah. Lembar kerja dan peralatan kerja juga sudah. Sekarang waktunya anda bekerja. Hasil pekerjaan maksimal hanya bisa anda capai dengan cara mengerjakannya secara serius dan fokus. Lakukan dengan cepat tanpa mengurangi kehati-hatian. Jika tidak yakin akurat, periksa kembali. Ada informasi yang anda perlukan? Buka arsip. Tidak tahu format tertentu? Buka arsip. Tidak yakin caranya menghitung? Buka arsip. Tidak ketemu di arsip? Tanya supervisor/senior staf yang mendampingi anda. Apalagi?
[quote]Do your tasks quickly and accurately. Beat the time. Kalau perlu bawa stopwatch—untuk mengukur kecepatan anda sendiri.[/quote]
Begitu cara anda, calon samurai, menghadapi hard assignments. Jika semua itu sudah anda lakukan dengan cepat dan benar, saya percaya anda bisa melakukan tugas apapun yang diberikan. Hard assignment is a peace of cake, am I right?
Oke. Selanjutnya soft assignments, let’s move on…

2. Soft Assigments
Yang saya maksudkan dengan soft assignments di sini adalah tugas dan pekerjaan yang tidak berupa pekerjaan yang nyata, melainkan lebih pada perilaku dan sikap anda dalam menjalankan hard assignments, di masa percobaan. Saya sebut ini sebagai assignments, karena sikap dan perilaku anda selama menjalankan hard assignment juga dinilai.
First of all, saya tidak bermaksud mengajari anda tata-krama, etika dan sopan-santun. Setiap orang memiliki nilai dan norma tersendiri. Am I right? Yang ingin saya SHARE adalah hal-hal yang saya nggap perlu untuk anda terapkan di lingkungan kerja. Dan ini, sesungguhnya, berlaku di semua masa—TIDAK hanya dalam masa percobaan saja. Apa saja itu? Berikut ini adalah beberapa ‘DOs-and-DONTs‘ yang bisa anda jadikan panduan:
a. Be Decipline – Selain fokus dan tenang, disiplin adalah sayarat utama untuk mewujudkan kinerja yang maksimal. Disiplin di lingkungan kerja meliputi aspek:
  • Disiplin Waktu – Jangan pernah datang terlambat, lebih bagus lagi jika anda bisa selalu datang lebih dahulu dibandingkan pegawai yang lain. Datang lebih awal, disamping menunjukan disiplin dan loyalitas juga membuat anda memiliki waktu-ekstra untuk melakukan persiapan sebelum bekerja. Semakin banyak waktu yang anda miliki untuk mempersiapkan pekerjaan, semakin bagus. Jika ada selentingan aneh seperti “biasa pegawai baru.. datangnya paling rajin”, sambutlah dengan senyuman, anggap itu warning bahwa anda harus menjaga disiplin waktu sampai 20 tahun ke depan, bukan hanya di masa percobaan.
  • Disiplin Aturan dan Prosedur – Sebagai orang dewasa (dan sudah bekerja), disiplin aturan adalah wajib hukumnya, dimanapun anda berada. Perhatikan dan patuhi arahan dari HRD. Anda tidak akan punya cukup waktu untuk membaca dan mempelajari buku aturan perusahaan, di tempat kerja. Mintalah copy peraturan perusahaan kepada HRD, untuk anda baca-baca dan pelajari di rumah. Ini penting; abai terhadap peraturan perusahaan bisa membuat anda diberhentikan sewaktu-waktu. Terlebih-lebih di accounting, anda harus menjalankan pekerjaan sesuai dengan prosedur dan kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan. Jangan pernah melanggar itu.
  • Disiplin Alat Kerja – Di hari pertama masa percobaan, bisa jadi anda belum atau sudah punya peralatan kerja. Pergunakan peralatan kerja dengan baik, rawat dan simpan di tempat yang sesuai—sehingga bisa ditemukan dengan mudah. Jika menggunakan perlatan kerja yang dipakai bersama (mesin photocopy atau scanner misalnya), pergunakan dengan disiplin, tutup setelah pakai. Jika anda pernah meminjam alat dari teman-kerja, ingat mengembalikan. Sehubungan dengan disiplin alat, yang sering menjadi masalah adalah penggunaan gadget pribadi di jam kerja—entah itu handphone atau tablet. Please, please, jangan sms-an atau BBM-an saat bekerja, kecuali untuk urusan yang super-penting (misal: kabar duka, kecelakaan, atau yang sejenisnya). Untuk handphone, menurut saya, paling pas jika disilent dan getar saja. Untuk tablet, jika pekerjaan anda tidak membutuhkan itu, sebaiknya simpan saja di rumah.
  • Disiplin Penampilan – Jaga kerapian, ikuti dress code yang diberlakukan untuk anda sebagai pegawai baru. Jika ada uniform, selalu pakai uniform. Jika belum ada uniform, tanyakan kepada HRD mengenai pakaian yang boleh anda kenakan saat bekerja. Ada jenis perusahaan dimana pegawainya menggunakan pakaian casual (pakai T-shirt dan jeans) untuk bekerja. Jika ini keadaannya, pergunakanlah pakaian casual yang paling sopan, nyaman dikenakan dan membuat anda bebas bergerak (jangan yang ribet-ribet). Hindari menggunakan accessories berlebihan.
  • Disiplin Tempat dan Ruang – Ini jarang dibahas, bahkan mungkin tidak ada di dalam buku peraturan perusahaan. Tetapi, saya pribadi sebagai atasan yang mengawasi bagian accounting dan keuangan, paling sebal melihat staf yang lebih sering berada di meja orang lain dibandingkan mejanya sendiri. Begitu tiba di loby kantor, mood saya langsung rusak jika menemukan staf lain berada di front office (mengobrol, apalagi menggoda anak-anak front office dan marketing). Jika tidak ada urusan yang sangat penting, hindari berada di meja atau ruangan orang lain. Oh iya, mungkin ini tidak ada di dalam aturan perusahaan; jika ruangan parkir perusahaan termasuk sempit, jangan bawa mobil—karena itu akan menghalangi teman lain yang ke kantor bawa motor, an itu tidak baik. Jaga disiplin tempat dan ruang dengan baik.
b. Do Your Homework Before Asking – Mengapa saya selalu menyarankan anda untuk membuka arsip setiap kali butuh informasi, sebelum bertanya ke supervisor/senior staff yang mendampingi anda di masa percobaan? Karena anda orang dewasa, bukan anak kecil yang apa-apa minta disuapin. Sedikit-sedikit bertanya adalah karakter anak kecil, tidak mandiri. Dan itu, disamping menunjukan kelemahan anda, juga sangat annoying sekaligus merepotkan bagi orang yang ada disekitar anda. Sebagai default-mode: Selalu berusaha dahulu, cari tahu sendiri dan pelajari, sebelum bertanya. Catat, kumpulkan dan tanyakan sekaligus. Singkatnya: do your homework before asking. Rise on smart questions, not stupid ones.
c. Strive on Profesional Air – Dalam lingkungan kerja, membina hubungan yang harmonis dengan rekan-kerja adalah penting. Membangun keakraban itu juga penting. Tetapi, ngobrol yang tidak perlu itu tidak penting. Jika anda punya bakat ‘ngocol’, lingkungan kerja (terlebih-lebih di masa percobaan) bukan tempat yang tepat untuk menunjukan bakat itu. Selain menunjukan anda tidak kerja serius, bercanda yang tidak pada tempatnya juga berisiko menimbulkan keterisnggungan. Sebagai default mode: selalu bersikap, berbicara, dan berperilaku profesional. Singkat katanya: strive on profesional air.
d. Avoid Chit-Chat and Gossips – Tidak hanya di lingkungan masyarakat umum, di lingkungan kerjapun ada orang-orang yang suka ngobrol dan bergosip. Bahkan di jam kerja sekalipun, terutama staf yang sudah memiliki masa kerja yang cukup lama (merasa senior) sering ngobrol ngalur-ngidul. Tentu, mereka pegawai tetap, tidak akan diPHK hanya karena mengobrol sekali atau duakali. Anda sebagai pegawai baru, hindari ngobrol di jam kerja. Gossip ada dimana-mana, terutama saat jam makan siang, jangan pernah terlibat obrolan yang mengarah ke gossip. Disamping tidak sehat, juga berbahaya.
e. Be polite, Sincere and Honest – Aturan dasar verbalnya: say please, excuse me and thanks wherever necessary. Non-verbalnya: jangan pernah menunjukan bahasa tubuh yang tidak sopan—apalagi terkesan sinis atau meremehkan. Jangan salah, sebagian besar orang (dewasa) bisa menangkap bahasa tubuh semacam itu. Tidak perlu sampai menunduk-nunduk atau berbicara halus yang dilebih-lebihkan, bicara dan bersikap apa adanya, jujur dan terbuka. Jika anda melakukan kesalahan—yang pastinya tidak anda sengaja, jangan pernah disembunyikan atau ditutupi. Segera perbaiki, lalu laporkan kepada supervisor/senior staf pendamping anda, ceritakan apa adanya, dan sampaikan mengenai apa yang telah anda lakukan untuk memperbaiki kesalahan itu.
Sejauh ini, itulah beberapa tips yang mungkin bisa anda terapkan selama menjalani masa percobaan. Jika 70% saja, tips-tips di atas anda jalankan, saya yakin anda bisa melewati masa percobaan dengan baik. Tetapi perlu disadari bahwa, melewati masa percobaan bukan akhir dari usaha dan perjuangan dalam menjalani karir. Justru baru langkah awal. Artinya, jika anda bisa melewati masa percobaan, pertahankan sikap dan perilaku yang anda tunjukan saat menjalani masa percobaan. Terus belajar dan tingkatkan skill melalui pekerjaan-pekerjaan yang anda jalani setiap harinya, dan arahan serta guidelines yang diberikan oleh atasan. Dengan begitu, mudah-mudahan karir anda akan selalu lancar, dan sukses. Selamat berakhir pekan.

sumber:http://jurnalakuntansikeuangan.com/2012/05/karir-akuntansi-keuangan-tips-melewati-masa-percobaan-bagi-pegawai-baru/

Meskipun bukan uang tunai, cek paling rawan terhadap pencurian atau penggelapan. Dengan ukuran fisik yang ringkas, pencairan yang relatif mudah dan nominal yang besar, tak diragukan lagi cek menjadi sasaran penggelapan paling menarik bagi pegawai yang tidak bertanggungjawab. Untuk itu diperlukan pengawasan yang ekstra ketat—melebihi wilayah lainnya.
Berikut adalah beberapa cara mencegah penggelapan cek yang saya rekomendasikan:
1. Minimalkan Penggunaan Cek – Untuk perusahaan yang lalulintas pembayarannya tinggi, minimalkan penggunakan cek. Kecuali untuk pengisian petty cash, usahakan semua pembayaran menggunakan bank transfer. Alasannya: penggunaan transfer lebih menjamin bahwa semua pembayaran benar-benar sampai kepada yang memang seharusnya menerima, sehingga kemungkinan penggelapan cek bisa diminimalkan hingga mendekati nol. Sekarang hampir setiap orang memiliki rekening bank. Sehingga tidak ada alasan untuk tidak bisa mengimplementasikan sistim ini.
2. Berlakukan Otorisasi bertingkat – Pemberi persetujuan penerbitan cek dibedakan berdasarkan nilai nominalnya. Misalnya: pengeluaran di bawah Rp 1 juta cukup di approve oleh pegawai setingkat manajer, pengeluaran 1 hingga 10 juta di approve oleh controller, dan pengeluaran di atas 10 juta harus di approve oleh CFO atau DirekturKeuangan (jika tidak ada CFO mungkin Direktur Utama). Hal itu penting dilakukan, karena manajer juga manusia, sehingga jikapun ada manajer yang gelap mata, jumlahnya menjadi lebih kecil.
3. Minimalkan Penerbitan Cek ‘Tunai/Cash’ – Yang dimaksudkan cek tunai (cek cash) di sini adalah cek yang tidak menyebutkan nama si penerima. Cek seperti ini sangat rawan terhadap penggelapan. Atau dicairkan oleh pegawai sendiri untuk kemudian dibayarkan sebagian saja, sementara sisanya diambil (digelapkan). Memang ada kalanya nama penerima tidak diketahui, terutama untuk keperluan mendadak.  Minimalkan, kalau bisa jangan sampai ada.
4. Penandatangan Cek Lebih Dari Satu Orang – Minimal 2 atau 3 orang lebih Artinya bank hanya akan mencairkan cek yang ditandatangani oleh kedua atau ketiga pejabat yang ditunjuk. Sama seperti strategi yang lain, inipun dimaksudkan agar ada koreksi-silang antara satu pejabat dengan pejabat yang lain, sehingga risiko bisa ditekan seminimal mungkin. Dan penting disampaikan kepada pejabat penandatangan cek supaya mereka memastikan hanya akan menandatangani cek yang payment request-nya sudah diotorisasi oleh pejabat yang ditunjuk (lihat point 2)
5. Awasi Stok Buku Cek – Sudah umum, agar tidak bolak-balik pesan buku cek perusahaan ambil buku cek dari bank dalam jumlah banyak sekaligus. Sehingga ada saja stok buku cek di perusahaan. Dan itu potensi risiko. Untuk itu perlu diawasi secara ketat. Sediakan box khusus sebagai tempat penyimpanan buku cek. Jika ada brankas, itu lebih bagus. Jika tidak, bisa juga di simpan di salah satu filing cabinet yang terkunci. Semua itu tidak akan efektif jika banyak orang yang bisa mengakses. Batasi akses agar hanya orang tertentu yang bisa mengambil buku cek. Sehingga tanggung jawab jelas ada pada orang tertentu saja. Jika menggunakan filing cabinet, kuncinya hanya dipegang oleh orang yang bertanggungjawab terhadap buku cek.
6. Awasi stempel cek – Bisa jadi stempel perusahaan atau stempel tandatangan. Jika menggunakan stempel perusahaan, buatkan stempel khusus untuk cek (biasanya ukurannya lebih kecil), jangan memakai stempel yang biasa dipakai untuk administrasi sehari-hari. Simpan stempel ditempat khusus. Akan lebih aman lagi jika disimpan di tempat yang terpisah dengan buku cek, dan orang yang bertanggungjawabpun adalah orang yang berbeda. Sehingga akan terjadi saling awasai diantara mereka.
7. Disipilinkan Urutan Nomor Cek – Nomor cek yang diterbitkan oleh bank selalu berurut. Instruksikan kepada petugas penulis cek, agar penggunaan cek dilakukan secara disiplin mengikuti urutan nomor seri, jangan sampai ada yang lompat-lompat. Hal itu penting untuk mempermudah pengawasan (lihat point 8)
8. Bandingkan Antara ‘Check Register’ Dengan Bonggol Cek –  Yang saya maksudkan dengan ‘Check Register’ adalah buku catatan pengeluaran cek. Bisa jadi pencatatan pengeluaran cek langsung dicatat ke dalam Buku Kas (Kas bank) dalam bentuk jurnal. Sepanjang dalam jurnal memungkinkan untuk mencantumkan nomor cek, maka cek register tidak diperlukan. Sekali waktu printout check register, lalu bandingkan dengan urutan nomor cek yang ada di bonggol cek. Jika ada yang lompat berarti kemungkinan besar itu cek bermasalah—diterbitkan tetapi tidak dicatat ke dalam cash register (tidak dijurnal). Atau cek salah tulis. Lakukan penelusuran lebih jauh, cari tahu mengapa terjadi seperti itu. (Lihat juga point 11).
9. Jangan Sisakan Ruang Dalam Lembar Cek – Pada lembar cek, ruang nominal (angka) dan keterangan angka dalam huruf seringkali tersisa. Biasakan untuk selalu mencoret ruang yang tersisa tersebut dengan dengan garis lurus. Hal itu penting dilakukan agar jangan sampai dimanfaatkan oleh pegawai nakal (ditambahi angka atau huruf oleh pegawai nakal).
10. Gunting Cek Batal – Cek batal biasanya hanya ditandai dengan membubuhkan tanda silang atau stempel “Void”. Hal itu dimaksudkan agar cek batal tersbut tidak diuangkan oleh pagawai yang nakal. Dahulu mungkin itu aman, tetapi sekarang sudah ada banyak zat kimia yang bisa menghapus coretan tinta hingga bersih. Untuk benar-benar menutup kemungkinan itu, paling aman jika cek batal digunting saja—entah itu pojoknya atau di bagian tengah, yang penting nominal dan nomor cek masih tetap bisa dibaca.
11. Periksa Cek Yang Belum Dikirimkan – Saat membandingkan bonggol cek dengan check register, mungkin pemeriksa menemukan semua nomor seri cek sudah terurut (tidak ada yang hilang, tidak ada yang lompat). Tetapi bukan berarti itu sudah pasti aman. Ada kemungkinan cek diterbitkan lalu dicatat ke cek register, akan tetapi fisik cek tidak (atau belum) diserahkan ke orang yang berhak. Ada berbagai kemungkinan mengapa itu bisa terjadi. Pertama, mungkin karena belum sempat dikirim atau si penerima belum mengambil ceknya. Kedua, ada kemungkinan cek memang sengaja ditahan untuk deal khusus antara petugas pembayar dengan vendor (supplier)—misalnya cek diserahkan bila komisi sudah dikirimkan. Ketiga, melalui celah kelemahan sistimakuntansi yang ada, pegawai nakal bisa membuat nama supplier yang sesungguhnya tidak ada lalu dibuat seolah-olah supplier ini memiliki tagihan. Kemungkinan kedua dan ketiga ini adalah bentuk penggelapan. Untuk memastikan, cara paling baik adalah dengan menghubungi (vendor/supplier) yang seharusnya menerima—tanyakan apakah ada masalah pembayaran atau tidak. Dari sana akan diketahui apa sebenarnya yang terjadi.
12. Setor Semua Cek Masuk Dihari Yang Sama – Jika perusahaan menerima pembayaran dalam bentuk cek, buat kebijakan yang mengintrusksikan bahwa setiap cek masuk harus disetorkan dihari yang sama. Kalau ditemukan ada cek masuk yang tidak langsung disetorkan, tanyakan mengapa? Ada kemungkinan petugas bermaksud menyetorkan cek tersebut ke rekening pribadinya. Atau dicairkan lalu disetorkan ke rekening perusahaan hanya sebagian saja, sementara sebagiannya lagi disetorkan ke rekening pribadinya—misalnya customer yang seharusnya menerima discount tetapi ditagih penuh.
13. Bubuhkan “Setor ke Bank ABC Cab…. Rek. No…. – Kemungkinan risiko di point 12 bisa diminimalkan lagi dengan membubuhkan tulisan atau stempel yang berbunyi “Setorkan Ke Bank ABC Rek, No. XXXX” dibalik lembar cek yang diterima. Dengan demikian, kemungkinan pegawai nakal mencairkan cek tersebut menjadi tertutup. Hal itu sekaligus mencegah risiko bila cek terjatuh di jalanan saat pegawai berangkat menyetorkan ke bank. Dengan tanda tersebut, orang yang menemukan cek tidak akan bisa mencairkan cek tersebut.
13. Lakukan Audit Mendadak – Mungkin pegawai yang ditunjuk sudah melakukan rekonsiliasi bank setiap akhir bulan. Bagaimana jika pegawai nakal bersekongkol dengan pegawai yang melakukan rekonsiliasi bank? Tidak ada yang tidak mungkin. Tetapi jangan khawatir, kemungkinan itu bisa diminimalkan dengan melakukan audit mendadak. Jika rekonsiliasi bank sudah dilakukan, periksa ulang rekonsilasi tersebut, apakah sudah benar atau salah. Jika belum, lakukan rekonsiliasi bank. (baca: konsep rekonsiliasi bank atau cara membuat rekonsiliasi bank).
14. Perbaharui Kartu Specimen Tandatangan Cek – Ini harus dilakukan jika ada salah satu pejabat penandatangan cek pindah tugas atau mengundurkan diri dari perusahaan. Lakukan sebelum pejabat tersebut dipindahkan atau tidak aktif di perusahaan. Hal ini penting untuk mencegah, jangan sampai pejabat bersangkutan masih bisa menandatangani cek.

Jika keempat belas cara mencegah pencurian (penggelapan) cek di atas dilakukan secara konsisten, dari waktu-ke-waktu, saya yakin potensi risiko kebobolan bisa ditekan hingga ketitik yang paling rendah. Cara yang paling pasti untuk membuat implementasi pengawasan berjalan konsisten, adalah dengan menuangkannya ke dalam instruksi tertulis, idealnya semacam standar operation procedures (SOP). Tentunya tanpa perlu penjelasan kepada pegawai mengapa harus dilakukan—cukup eksekutif saja yang tahu.
Penting untuk diketahui bahwa, sebagus apapun tehnik pengawasan yang diterapkan (termasuk cara yang saya tawarkan ini), tetap saja bukan merupakan tehnik yang bisa berjalan dengan sendirinya (set-up and forget it). Perusahaan masih perlu melakukan pengawasan termasuk pemeriksaan-pemeriksaan berkala untuk memastikan bahwa prosedur dijalankan secara displin dan konsisten.


sumber: http://jurnalakuntansikeuangan.com/2011/08/cara-mencegah-pencurian-penggelapan-cek/


Kas kecil atau yang biasa disebut ‘Petty Cash’ jumlahnya memang kecil, tetapi bukan berarti bebas dari risiko pencurian (penggelapan). Tidak ada alasan untuk tidak melakukan pengawasan atau kontrol yang serius. Berikut adalah tehnik pengawasan yang saya rekomendasikan (untuk perusahaan berskala kecil hingga menengah):
1. Batasi penggunaan petty cash – Meskipun petty cash digunakan untuk belanja dan pembayaran dalam jumlah kecil, pada prakteknya sering kali menjadi semakin besar. Jika terus dibiarkan, lama-lama setiap permintaan belanja akan minta tunai untuk alasan kepraktisan. Untuk itu perlu ditegaskan jumlah maksimal penggunaan petty cash per request. Misalnya: pengeluaran atau pembayaran menggunakan petty cash maksimal berjumlah Rp 300,000. Sedangkan pengeluaran yang lebih besar dari Rp 300,000 harus menggunakan kas bank.
2. Pertimbangkan Penggunaan Procurement Card – Procurement Cardyang saya maksudkan adalah debit card khusus untuk perusahaan (atas nama perusahaan). Penggunaan procurement card sangat efektif jika volume arus belanja tunai cukup besar. Hanya saja perlu disadari bahwa procurement card mungkin hanya bisa dipergunakan untuk belanja di department store atau toko yang menerima pembayaran via debit card. Jika menggunakan procurement card, pastikan kartu hanya dipegang oleh pagawai yang ditunjuk. Lakukan serah-terima tertulis setiap buka dan tutup kantor.
3. Berlakukan Otorisasi Terbatas – Misalnya: setiap permintaan belanja dengan petty cash bernilai lebih dari Rp 100,000 memerlukan approval dari Manager. Sedangkan pengeluaran dalam jumlah yang lebih kecil tidak memerlukan approval khusus. Bisa saja approval diberlakukan untuk semua jumlah transaksi, hanya saja waktu manajer akan terlalu banyak tersita oleh aktifitas approval petty cash. Tidak efisien.
4. Batasi Persediaan Petty Cash – Misalnya: Jumlah persediaan petty cash per hari maksimal Rp 1,000,000. Logikanya sedehana: semakin sedikit jumlah uang tunai di dalam petty cash box, semakin kecil minat orang untuk mencuri atau menggelapkan. Mereka akan menghitung, risikonya jauh lebih besar dibandingkan hasilnya jika sampai tertangkap.
5. Pergunakan Petty Cash Voucher berseri – Setiap pengeluaran petty cash, selain nota selalu harus disetai voucher bernomor seri. Hal ini sangat dibutuhkan agar setiap petty cash log (jurnal) selalu disertai nomor, sehingga bisa dibandingkan dengan bukti transaksi saat audit.
6. Lakukan Audit Fisik Petty Cash – Biasakan agar atasan pegawai yang memegang petty cash melakukan penghitungan fisik di setiap penutupan jam kerja. Cash manager atau treasury atau chief accounting (siapapun yang ada diantara mereka) perlu melakukan audit fisik secara mendadak (tidak berjadwal). Audit mendadak sangat efektif untuk menemukan keanehan-keanehan dalam penggunaan petty cash. Jangan kaget jika pada saat audit ditemukan begitu banyak uang kecil yang dipinjamkan atau uang kembalian yang belum disetor. Itu nyaris terjadi di setiap perusahaan. Tegaskan bahwa itu adalah bentuk pelanggaran. Jika di audit berikutnya masih ditemukan, berikan teguran tertulis. Saya pribadi saat menjadi chief accountant sekitar 10 tahun yang lalu, disamping melakukan audit mendadak, saya juga melakukan audit menyeluruh (nota, voucher, petty cash log, amount per transaksi dan fisik) setiap kali petugas meminta otorisasi pengeluaran cek untuk mengisi petty cash box.
Sebagus apapun tehnik yang diterapkan untuk mencegahan pencurian (penggelapan) petty cash, tidak akan berfungsi banyak jika tidak diterapkan secara konsisten dan disiplin. Mungkin tidak bisa dilakukan secara serentak—misalnya: menimbulkan tekanan terhadap pegawai yang di wilayah tersebut, karena merasa diawasi. Jika itu yang terjadi, jangan sampai dibatalkan, terus implementasikan secara gradual, dalam waktu satu bulan mestinya sudah bisa berjalan mulus seperti yang diinginkan.
sumber: http://jurnalakuntansikeuangan.com/2011/08/tehnik-mencegah-pencurian-penggelapan-petty-cash/

Tulisan  ini  untuk  menjawab  pertanyaan   beberapa   pembaca  yang   menanyakan  tentang  batasan  kapan pengusaha menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).  Mungkin yang menjadi pertanyaan pembaca tersebut adalah; pada batas peredaran usaha berapakah sebuah entitas usaha berkewajiban melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
Untuk melengkapi pembahasan, akan diuraikan juga isu-isu lain yang terkait.  Isu lain yang kami rasa cukup penting adalah tentang batasan pengusaha kecilkapan pengusaha harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP serta bagaimana pengenaan PPN untuk pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/ atau Jasa Kena Pajak (JKP) tetapi belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.

Batasan Pengusaha Kecil
Di dalam Pasal 3A ayat (1) Undang-undang PPN diatur bahwa pengusaha yang melakukan penyerahan BKP/JKP atau melakukan ekspor BKP/JKP wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) kecuali pengusaha yang memenuhi kriteria sebagai Pengusaha Kecil.  
Selanjutnya di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 didefinisikan bahwa Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000 (enam ratus juta rupiah).
Yang dimaksud dengan peredaran bruto disini  adalah pengertian peredaran bruto dari sudut pandang PPN yaitu jumlah keseluruhan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya. 
Pengusaha yang peredaran usahanya dalam satu tahun buku telah melebihi Rp 600.000.000  wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, karena sudah tidak termasuk dalam batasan sebagai pengusaha kecil.  Walaupun kewajiban melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP tidak berlaku untuk Pengusaha Kecil, Pengusaha Kecil dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.  Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP maka melekatlah kewajiban padanya untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukannya.
Kapan pengusaha harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP
Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 600.000.000.  Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tersebut dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 600.000.000.  Direktur Jenderal Pajak dapat mengukuhkan pengusaha sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan, apabila diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa pengusaha sebenarnya telah berkewajiban melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP tetapi hal tersebut  tidak dipenuhi pengusaha.
Pengenaan PPN untuk pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/ atau Jasa Kena Pajak (JKP) tetapi belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.
Kewajiban perpajakan bagi Pengusaha yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan dimulai sejak saat Pengusaha memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum dikukuhkannya sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Oleh karena itu Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau surat tagihan pajak untuk Masa Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan secara jabatan sebagai Pengusaha Kena Pajak, terhitung sejak saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 600.000.000.

      
Wajib Pajak (orang pribadi atau badan) dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya harus sesuai dengan sistem self assessment, yaitu wajib melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.
KEWAJIBAN PEMBAYARAN PAJAK
Mekanisme Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. Membayar sendiri pajak yang terutang:
    1. Pembayaran angsuran PPh setiap bulan (PPh Pasal 25)
      Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak yang terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak tersebut setiap bulan.
      Khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang sumber penghasilannya dari usaha dan pekerjaan bebas, pembayaran angsuran PPh Pasal 25 terbagi atas 2 yaitu:
      • Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT).
        Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha penjualan barang baik secara grosir maupun eceran dan usaha penyerahan jasa, yang mempunyai satu atau lebih tempat usaha termasuk yang memiliki tempat usaha yang berbeda dengan tempat tinggal.
        Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak OPPT : 0,75% x jumlah peredaran usaha (omset) setiap bulan dari masing-masing tempat usaha
      • Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (OPSPT).
        Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (OPSPT) adalah Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha tanpa melalui tempat usaha misalnya sebagai pekerja bebas atau sebagai karyawan.
        Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak OPSPT : Penghasilan Kena Pajak x Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh : 12 bulan.
        Tarif Pasal 17 ayat (1) a UU PPh adalah :
        Lapisan Penghasilan Kena PajakTarif Pajak
        Sampai dengan Rp 50.000.000,-5%
        di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,-15%
        di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,-25%
        di atas Rp 50.000.000,-30%
      Untuk Wajib Pajak Badan, besarnya pembayaran Angsuran PPh 25 yang terutang diperoleh dari penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif PPh yang diatur di Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang Undang Pajak Penghasilan. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh adalah 25%.
      Khusus untuk Wajib Pajak badan yang peredaran bruto setahun sampai dengan Rp 50.000.000.000,- mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh, yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,-
    2. Membayar PPh melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26).
      Pihak lain disini adalah:
      • Pemberi penghasilan;
      • Pemberi kerja; atau
      • Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.
      • Penjelasan lebih lanjut mengenai pemotongan dan pemungutan pajak diuraikan lebih lanjut pada bagian Pemotongan/Pemungutan (butir 2).
      • Membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa ataupun oleh pihak yang ditunjuk pemerintah.
        Tarif PPN adalah 10% dari harga jual atau penggantian atau nilai ekspor atau nilai lainnya.
      • Pembayaran Pajak-pajak lainnya:
        • Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
          Untuk daerah Jakarta dan daerah tertentu lainnya, pembayaran PBB sudah dapat dilakukan dengan menggunakan ATM di Bank-bank tertentu.
          Tarif PBB terdiri dari 2 tarif yaitu:
          a. 1/1000 dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) khusus untuk yang NJOP-nya kurang dari Rp1.000.000.000,-
          b. 2/1000, dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) khusus untuk yang NJOP-nya kurang dari Rp1.000.000.000,-
        • Pembayaran Bea Meterai yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat dilakukan dengan cara menggunakan benda meterai berupa meterai tempel atau kertas bermeterai atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin teraan.
          Meterai tempel yang terutang untuk dokumen yang menyebut jumlah (kuitansi) di atas Rp 250.000,- sampai dengan Rp1.00.000,- adalah Rp3.000,-.
          Untuk dokumen yang menyebut jumlah di atas Rp1.000.000,- dan surat-surat perjanjian terutang materai tempel sebesar Rp6.000,-.
  2. Pemotongan / Pemungutan Pajak
    Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan. Pihak pemberi penghasilan adalah pihak yang ditunjuk berdasarkan ketentuan perpajakan untuk memotong/memungut, antara lain yang ditunjuk tersebut adalah badan Pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Untuk subjek pajak badan dalam negeri, maka diwajibkan juga sebagai pemotong/pemungutan pajak.
    Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah: PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15 dan PPN dan PPn BM. Penjelasan lebih lanjut dari masing-masing pajak tersebut adalah sebagai berikut:
    1. PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan.
      Misalnya pembayaran gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan pemberi kerja. Wajib Pajak berbentuk badan ditunjuk oleh UU Perpajakan sebagai pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada karyawannya maupun yang bukan karyawannya. Wajib Pajak perseorangan dapat juga ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 21 sepanjang ada penunjukannya dari KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Selain diwajibkan memotong PPh Pasal 21, Wajib Pajak perseorangan bisa juga dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterimanya.
    2. PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah), impor barang dan kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu serta penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
      Pemungutan PPh Pasal 22 ini antara lain adalah:
      • Pemungutan PPh atas pembelian barang oleh instansi Pemerintah;
      • Pemungutan PPh atas kegiatan impor barang;
      • Pemungutan PPh atas produksi barang-barang tertentu misalnya produksi baja, kertas, rokok, dan otomotif;
      • Pemungutan atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir di bidang perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan dari pedagang pengumpul;
      • Pemungutan PPh atas penjualan atas barang yang tergolong mewah
      Wajib Pajak dapat ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atau dapat juga sebagai pihak yang dipungut PPh Pasal 22.
    3. PPh Pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran berupa deviden, bunga, royalty, sewa, dan jasa kepada WP badan dalam negeri, dan BUT.
      Wajib Pajak berbentuk badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 23, sedangkan Wajib Pajak perseorangan tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 23. Demikian sebaliknya, apabila Wajib Pajak menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 23, maka atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak akan dipotong PPh Pasal 23 oleh si pihak pemotong tersebut.
      Contohnya adalah pemotongan dan penghitungan PPh Pasal 23 atas jasa tertentu (jasa service mesin atau komputer) yang pemotongannya dilakukan oleh Wajib Pajak berbentuk badan.
    4. PPh Pasal 26 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran berupa deviden, bunga, royalty, hadiah dan penghasilan lainnya kepada WP luar negeri.
      Wajib Pajak baik yang berbentuk perseoranan maupun badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 26.
      Contohnya adalah pemotongan dan penghitungan PPh Pasal 26 atas penghasilan tertentu (royalty) yang dilakukan oleh Wajib Pajak berbentuk badan.
    5. PPh Final (Pasal 4 ayat (2))
      Pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran untuk objek tertentu seperti sewa tanah dan/atau bangunan, jasa konstruksi, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan lainnya.
      Yang dimaksud final disini bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak pemberi penghasilan atau dibayar sendiri oleh pihak penerima penghasilan, penghitungan pajaknya sudah selesai dan tidak dapat dikreditkan lagi dalam penghitungan Pajak Penghasilan pada SPT Tahunan.
      Wajib Pajak berbentuk badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2), sedangkan Wajib Pajak perseorangan tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2). Demikian sebaliknya, apabila Wajib Pajak meneriman penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 4 ayat (2), maka atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak akan dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) oleh si pihak pemotong tersebut. Namun, apabila Wajib Pajak menerima penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) dan pihak pemberi penghasilan adalah orang pribadi (bukan pemotong), maka Wajib Pajak tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut.
    6. PPh Pasal 15 adalah pemotongan Pajak penghasilan yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus.
      Wajib Pajak tertentu tersebut adalah perusahaan pelayaran atau penerbangan international, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guna serah.
      Wajib Pajak berbentuk badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 15, sedangkan Wajib Pajak perseorangan tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 15. Demikian sebaliknya, apabila Wajib Pajak meneriman penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 15 dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 15, maka atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak akan dipotong PPh Pasal 15 oleh si pihak pemotong tersebut. Namun, apabila Wajib Pajak menerima penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 15 dan pihak pemberi penghasilan adalah orang pribadi (bukan pemotong), maka Wajib Pajak tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 15 tersebut.
    7. PPN dan PPnBM adalah pemungutan PPN dan PPnBM oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau Pemungutan yang ditunjuk (misalnya Bendahara Pemerintah) atas pengkonsumsian barang dan/atau jasa kena pajak.
      Pengusaha Kena Pajak yang ditunjuk untuk memungut PPN dan PPnBM adalah pengusaha yang memiliki peredaran bruto (omzet) melebih Rp 600.000.000,- setahun atau pengusaha yang memilih sendiri untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
      Wajib Pajak baik berbentuk perseorangan maupun badan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, wajib memungut PPN dan juga PPnBM (bila barangnya yang diserahkan tergolong mewah) dari pembeli atau pemakai jasanya. Wajib Pajak juga wajib membayar PPN dan PPnBM bila mengkonsumsi barang atau jasa dari Pengusaha Kena Pajak.
    Apabila pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh Undang-Undang Perpajakan untuk melakukan pemotongan/pemungutan tidak melakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dan kenaikan 100%.
PENAGIHAN PAJAK
Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban membayar pajaknya, Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan penagihan pajak. Tindakan ini dilakukan Apabila Wajib Pajak tidak membayar pajak terutang sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam Surat Tagihan Pajak(STP), atau Surat Ketetapan Pajak (skp), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, maka DJP dapat melakukan tindakan penagihan. Proses penagihan dimulai dengan Surat Teguran dan dilanjutkan dengan Surat Paksa. Dalam hal WP tetap tidak membayar tagihan pajaknya maka dapat dilakukan penyitaan dan pelelangan atas harta WP yang disita tersebut untuk melunasi pajak yang tidak/belum dibayar.

Adapun jangka waktu proses penagihan sebagai berikut:
  1. Surat Teguran diterbitkan apabila dalam jangka 7 (tujuh) hari dari jatuh tempo pembayaran Wajib Pajak tidak membayar hutang pajaknya.
  2. Surat Paksa diterbitkan dalam jangka 21 (dua puluh satu) hari setelah Surat Teguran apabila Wajib Pajak tetap belum melunasi hutang pajaknya.
  3. Sita dilakukan dalam jangka waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa disampaikan.
  4. Lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang. Sedangkan pengumuman lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah penyitaan.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat melakukan pencegahan dan penyanderaan terhadap Wajib Pajak/penanggung pajak yang tidak kooperatif dalam membayar hutang pajaknya.

SUMBER:http://www.pajak.go.id/content/pembayaran-pajak

Popular Posts