oleh Zaynur Ridwan
Sekali lagi, Dan Brown sukses menusukkan belati di jantung keyakinan kaum Kristiani melalui buku ketiga trilogi petualangan simbolog Robert Langdon, kali ini berjudul The Lost Symbol. Novel yang berhasil membukukan penjualan lebih dari satu juta kopi hanya pada hari rilisnya saja melejitkan nama Brown sebagai Best Selling Author sepanjang sejarah penjualan novel fiksi dewasa di seluruh dunia.
Yang menarik adalah bahwa meskipun tidak setajam The Davinci Code yang menyerang inti dari keyakinan kaum Kristiani bahwa sampai saat ini terdapat keturunan langsung Yesus Kristus dari Dinasti Merovingian yang dijaga oleh Biarawan Sion di Perancis Selatan, namun The Lost Symbol justru meniupkan propaganda yang sangat halus dengan menjual konsep atheism seperti pencitraan yang begitu argumentatif pada pengetahuan Noetic (yang disebut sebagai ilmu padahal tidak teruji syarat keilmuannya), ketidakpercayaan Katherine Solomon, sang ilmuwan, pada keyakinan terhadap Tuhan dan adanya surga dan neraka, yang menurutnya hanya ada di dalam pikiran setiap orang saja. Konsep lain yang juga menyusup ke dalam The Lost Symbol adalah unsur Kabalistik. Seperti diketahui bahwa Kabalah adalah ajaran tradisional Yahudi yang berasal dari zaman Mesir kuno. Secara literal Kabalah berarti ‘tradisi lisan yang diwariskan secara turun temurun’. Para penganut Kabalah mengkaji arti-arti tersembunyi dari Taurat dengan kata lain secara sengaja berusaha mentranslasi firman Tuhan menjadi dogma satanis. Tepat seperti dialog Peter Solomon dengan Robert Langdon di tangga Menara Washington, “Ada arti tersembunyi yang harus dikaji di dalam Alkitab, bahwa firman Tuhan berbicara dengan simbol-simbol esoteris.”
Konsep lain adalah ketika Robert Langdon menjelaskan panjang lebar mengenai Apotheosis (Menjadi Tuhan/Dewa), bahwa setiap manusia memiliki unsur Tuhan. Konsep awal apotheosis berasal dari agama Yunani kuno, Orphismisme yang memahami bahwa setiap manusia, khususnya para pemimpin yang berpengaruh akan berubah menjadi dewa ketika meninggal. Literatur sejarah membawa gambar, lukisan, pahatan sebagian pemimpin peradaban memiliki kekuasaan apotheotik. Konsep ini juga mengingatkan saya pada aliran filsafat Yunani Pantheism yang diadopsi Paulus. Aliran Helenistik ini mengandaikan manusia dengan Tuhan sebagai satu tubuh yang bersinergi. Kelak penerapan mind-control ala Paulus berhasil meninggikan derajat Yesus sebagai Tuhan.
Nama Mal’akh yang menjadi karakter antagonis dalam novel ini juga bersumber dari kata Moloch (Novus Ordo Seclorum, penulis) yang merupakan simbol dewa keburukan yang saat ini dijadikan berhala binatang burung hantu yang dipuja oleh kelompok-kelompok secret society seperti Bohemian Grove dan Freemason. Gambar rahasia Moloch juga tercetak dalam nuansa konspiratif di lembaran 1 dollar Amerika dalam format ukuran yang sangat kecil dan hanya dapat dilihat melalui kaca pembesar.
Pengetahuan esoteris ini menjadi sedemikian menarik karena dibedah dalam buku fiksi populer dan dibaca puluhan juta orang di seluruh dunia. Sebuah agresi propaganda Anti-Tuhan yang digaungkan sekelompok orang atas nama pengetahuan dan karya seni.
Menjadikan novel ini sebagai karya fiksi semata atau sebagai hiburan yang melengkapi wawasan kita terhadap mistisisme, simbol-simbol pagan dan alur cerita yang penuh dengan intrik sejarah mungkin sudah lebih dari cukup untuk menghibur. Pemahaman Dan Brown mengenai sejarah dan seni peradaban membuat kita menggeleng-gelengkan kepala bahwa sesuatu yang tidak lazim ternyata pernah singgah setidaknya dalam pengetahuan-pengetahuan masa kecil kita, seperti munculnya simbol pramuka dan permainan matematika kubus atau Kubera Kolam yang berasal dari permainan ‘ordo 3’ bujursangkar Lo Shu dalam literatur bangsa Cina.
Setelah menuai kritik dan ancaman dari pihak Gereja Katolik ketika dua buku sebelumnya, The Da Vinci Code dan Angels & Demons beredar, kali ini para penjaga amanat Kristen di Vatikan nampaknya tidak terlalu terpengaruh dogma kabalistik dalam Alkitab. Setidaknya Dan Brown telah berhasil menyusupkan ‘kuda trojan’ ke dalam benak puluhan juta pembaca dan penggemar The Lost Symbol, yang dapat saksikan dalam bentuk visual dan diproduksi oleh Hollywood di film the Da Vinci Code dan Angels & Demons.