04 March 2012




REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN — Pelatih Qatar, Paulo Autuori keget bukan kepalang ketika mengetahui hasil akhir laga Bahrain versus timnas Indonesia berkesudahan 10-0. Menurutnya ada sejumlah keganjilan di laga yang dipimpin wasit Andre El Haddad asal Libanon tersebut.

Momen aneh pertama adalah kartu merah kilat bagi kiper Indonesia, Samsidar di menit kedua pertandingan. Selain kartu merah, Bahrain pun dihadiahi penalti. Tidak hanya satu, Bahrain pun mendapat empat kali penalti sepanjang laga.

Hal itu menurut Autuori belum pernah dia saksikan di sepanjang hidupnya. Ada sejumlah hal aneh di pertandingan Bahrain. Karena itu, jika AFC ingin membangun sepakbola Asia, maka perlu melakukan investigasi atas hasil tersebut," imbuh Autuori dilansir Al Watan.

Dia mengaku sempat stress ketika mengetahui Bahrain sudah mencetak delapan gol atas Indonesia, sementara Qatar teringgal 2-1 atas Iran. Dalam kondisi itu, Qatar dapat tersingkir dari babak kualifikasi Piala Dunia.

"Saya kaget begitu mengetahui hasil Indonesia. Tapi saya tidak memberitahukan hasil itu kepada pemain agar mereka tetap tenang dalam bermain," ungkapnya

Hasilnya keadilan pun didapatkan Qatar dengan lahirnya gol penyeimbang atas Iran di akhir pertandingan. Gol itu pun sekaligus memupus hasil Bahrain yang unggul 10-0 dari Indonesia. Walau sudah memastikan tiket di babak final kualifikasi, Qatar tetap mendesak FIFA dan AFC untuk mengusut tuntas laga Bahrain versus Indonesia.


Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya.
(Surah Yunus ayat 5)

Matahari adalah reaktor nuklir untuk kebutuhan akan cahaya dan panas bagi bumi kita ini.matahari memancarkan sinar dan panas yang sangat dibutuhkan oleh kehidupan di bumi.

Bulan bukanlah benda langit yang memancarkan panas dan cahaya sebagaimana matahari.namun cahayanya bulan adalah pantulan dari cahaya matahari.



Oleh karena itulah maka dalam ayat ini,walaupun ayat ini menyampaikan kata yang bermakna bercahaya,namun,kata kerja yang digunakan berbeda.untuk matahari digunakan kata kerja “Dziya”yang artinya memancarkan sinar.atau menyala.sementara untuk bulan kata yang digunakan adalah “Nur” yang artinya bercahaya.karena bulan tidaklah memancarkan cahayanya sendiri melainkan pantulan dari cahaya matahari.

Kata lain yang digunakan untuk menggambarkan matahari yang bersinar dalam Quran adalah “Siraj” yang artinya obor,atau wahhaj yang artinya lampu.kata ini jelas menggambarkan adanya panas dan sinar yang memang berasal dari benda tersebut.hal ini tentunya berbeda dengan bulan.

Dari sini kita bisa melihat betapa telitinya penggunaan kata dalam Al Quran.dan jelas bahwa ini bukan kebetulan.
sumber



Hollywood, produser film dunia yang semua orang pasti mengenalnya. Film-Film yang dikeluarkan selalu menjadi perhatian. Baik yang mendapat dukungan maupun yang menjadi gunjingan. Tapi bagaimana dengan wajah Islam di Hollywood? inilah beberapa paparan tentang Islam di Hollywood.
AKHLAK MUSLIM DI ROBIN HOOD

Film adalah sebuah media yang dahsyat untuk propaganda dan menyampaikan nilai-nilai. Bahkan “dakwah” Hollywood lebih dahsyat dari propaganda lainnya, karena disampaikan secara halus
Ada sih film-film yang menampilkan wajah Islam yang netral, bersahabat, bahkan positif. Misalnya dalam Robin Hood: Prince of Thieves (sutradara Kevin Reynold, 1991). Coba perhatikan persahabatan antara Robin of Locksley (Kevin Costner) dengan Azeem (Morgan Freeman). Di film itu diperlihatkan betapa cerdas dan canggihnya–bahkan berakhlaknya–seorang muslim. Azeem memperkenalkan teleskop dan teknik persalinan. Dia juga setia tidak melanggar syariat, seperti minum arak yang menjadi tradisi mereka, seperti tercantum dalam dialognya dengan Friar Tuck.
Lihat juga betapa bijaknya Azeem saat ditanya seorang gadis cilik mengapa dirinya hitam. “Apakah Tuhan mencatmu?”. Azeem dengan santai menjawab: ”Tentu saja, because Allah loves wondrous varieties.”
Atau ingat saat yang lain menolak untuk membantu Robin Hood. Dengan penuh keberanian, Azeem berteriak lantang: “English! English! Behold, Azeem Edin Bashir Al Bakir. I am not one of you, but I fight! I fight with Robin Hood. I fight against a tyrant who holds you under his boot! If you would be free men, then you must fight! Join us now, join Robin Hood!”.
SHALAHUDDIN DI KINGDOM OF HEAVEN
Atau, yang masih segar dalam ingatan adalah Kingdom of Heaven (Sir Ridley Scott, 2005). Film ini fokusnya pada Balian of Ibelin yang diperankan Orlando Bloom. Tapi di film besar ini, digambarkan betapa mulianya seorang Saladin alias Shalahuddin Al-Ayyubi, dan betapa mulianya kaum muslimin yang menjadi anak buahnya. Film ini bisa dibilang adalah versi paling netral, bahkan paling positif, dari Perang Salib di abad pertengahan.
Percakapan antara Saladin (Ghassan Massoud) dengan Raja Baldwin IV (Edward Norton) yang menderita lepra juga begitu legendaries. Dua raja itu ternyata “bersahabat” dan sebenarnya mempunyai mimpi yang sama, yaitu menjadikan Yerusalem menjadi kota tiga agama dengan damai, menjadi “Kingdom of Heaven”. Dijelaskan juga bahwa Saladin menolong Baldwin melawan kustanya, dengan mengirim tabib. Dan betapa iman, perencanaan yang matang, dan rasionalitas menyatu dalam diri Saladin.
Dari sisi produksi, film ini juga dekat dengan umat Islam. Misalnya, figuran yang berjumlah 1500 tentara Maroko yang semuanya muslim, atas izin Raja Mohammed VI.
WAJAH POSITIF LAIN
Wajah positif lain adalah film The 13th Warrior (John McTiernan, 1999) yang diadaptasi dari novel Eaters of the Dead garapan Michael Chricton. Di film itu ada tokoh Ahmed Ibn Fahdlan Ibn Al Abbas Ibn Rashid Ibn Hamad (Antonio Banderas) yang cerdas dan mengajarkan kalimat tauhid.
Selain ada yang positif, ada juga yang cenderung netral. Misalnya film tentang tokoh-tokoh yang kebetulan beragama Islam seperti Malcolm X dan petinju legendaris Muhammad Ali. Keduanya digambarkan, tapi tentu saja bukan aktivitas keislamannya.
Dalam Malcolm X (Spike Lee, 1992), Denzel Washington bermain bagus sebagai tokoh yang bernama hijrah El-Hajj Malik Al-Shabazz itu. Memang ada sisi keislaman, seperti naik haji dan menyadari bahwa ketakwaan bukan dilihat dari warna kulit seperti diajarkan oleh Nation of Islam. Tapi Spike Lee yang memang orang kulit hitam radikal itu lebih banyak menyoroti soal rasialisme.
Tentang film ini, ada hal menarik. Saat diputar pada sebuah acara Ramadhan tahun 1997 di Indonesia, ketika adegan di bar dan Malcolm masih jahiliyah, seorang peserta berdiri dan berteriak: ”Mana Islaminya?”. Emha Ainun Nadjib, yang kala itu menjadi narasumber di program berikutnya, menyatakan: ”Itu adegan kemungkaran. Memang, kalau mau nahi munkar, harus tahu dulu munkar-nya seperti apa?”.
Tapi, setidaknya, masyarakat Amerika tahu tentang sosok pejuang yang mati syahid karena ditembak saat ceramah ini.
Sementara film Ali (Michael Mann, 2001), yang bercerita tentang Muhammad Ali, juga digambarkan dengan apa adanya dan memfokuskan pada karir tinju dan kehidupan pribadi, termasuk hobinya yang suka gonta ganti pasangan–menurut film ini. Petinju yang terkenal lewat jargon “Float like a butterfly, sting like a bee His hands can’t hit what his eyes can’t see” ini diperankan oleh Will Smith. Saking mendalaminya, Will dekat dengan Ali bahkan ada isu Will mendalami dan masuk agama Islam.
LEBIH BANYAK MINORNYA
Tapi, hal-hal positif dan netral tentang Islam itu sebenarnya minoritas. Justru hal-hal negatifnya yang banyak muncul. Daniel Mandel menulis “Muslims on the Silver Screen” di Middle East Quarterly Spring 2001 yang isinya menyatakan bahwa muslim di Hollywood umumnya digambarkan sebagai teroris, bandar narkoba, dan pekerjaan jahat lainya. Misalnya soal hukum potong tangan yang diperlihatkan secara sembarangan dalam Aladdin (Ron Clements/John Musker, 1992). Atau True Lies (James Cameron, 1994), yang dibintangi Arnold Schwarzenegger dan Jamie Lee Curtis yang sempat dibredel sensor. Dalam film ini digambarkan terorisnya bangsa Arab dan tokohnya berpidato persis pidato Tariq bin Ziyad yang legendaris itu.
Atau film The Siege (Edward Zwick, 1998)–dibintangi Denzel Washington, Bruce Willis, dan Annette Benning– yang berisi tentang terorisme berdasarkan jihad Islam yang memperlihatkan modus yang sama persis dengan Tragedi WTC.
Jack Valenti, presiden dan CEO dari Motion Picture Association of America menyatakan bahwa industri film di Hollywood secara kuat mendukung kebijakan perang Bush melawan terorisme Islam. “Film-film Amerika itu film yang paling menghibur di dunia, dan itulah alas an mengapa budaya mereka mendominasi,” jelasnya.
Sebenarnya, sudah lama “wajah” Islam hadir di Hollywood. Misalnya sutradara Mousthapha Akkad sudah menggarap Al-Risalah (The Messenger, 1976) dan Lion of the Dessert (1981) dengan memakai bintang Anthony Quinn. Yang pertama berisi tentang sejarah hidup Nabi Muhammad yang menjadi tontonan wajib anak rohis, dan masuk Nominasi Music Score Terbaik di Academy Award 1978—eh, Muhammad Ali ingin jadi Bilal lho, tapi ditolak Akkad. Sedangkan Lion of the Dessert menceritakan tentang jihad Omar Mukhtar, pemimpin Libya yang melawan Italia tahun 1911-1931. [Ekky Malaky, kritikus film/Annida]


Popular Posts