04 March 2012


Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya.
(Surah Yunus ayat 5)

Matahari adalah reaktor nuklir untuk kebutuhan akan cahaya dan panas bagi bumi kita ini.matahari memancarkan sinar dan panas yang sangat dibutuhkan oleh kehidupan di bumi.

Bulan bukanlah benda langit yang memancarkan panas dan cahaya sebagaimana matahari.namun cahayanya bulan adalah pantulan dari cahaya matahari.



Oleh karena itulah maka dalam ayat ini,walaupun ayat ini menyampaikan kata yang bermakna bercahaya,namun,kata kerja yang digunakan berbeda.untuk matahari digunakan kata kerja “Dziya”yang artinya memancarkan sinar.atau menyala.sementara untuk bulan kata yang digunakan adalah “Nur” yang artinya bercahaya.karena bulan tidaklah memancarkan cahayanya sendiri melainkan pantulan dari cahaya matahari.

Kata lain yang digunakan untuk menggambarkan matahari yang bersinar dalam Quran adalah “Siraj” yang artinya obor,atau wahhaj yang artinya lampu.kata ini jelas menggambarkan adanya panas dan sinar yang memang berasal dari benda tersebut.hal ini tentunya berbeda dengan bulan.

Dari sini kita bisa melihat betapa telitinya penggunaan kata dalam Al Quran.dan jelas bahwa ini bukan kebetulan.
sumber



Hollywood, produser film dunia yang semua orang pasti mengenalnya. Film-Film yang dikeluarkan selalu menjadi perhatian. Baik yang mendapat dukungan maupun yang menjadi gunjingan. Tapi bagaimana dengan wajah Islam di Hollywood? inilah beberapa paparan tentang Islam di Hollywood.
AKHLAK MUSLIM DI ROBIN HOOD

Film adalah sebuah media yang dahsyat untuk propaganda dan menyampaikan nilai-nilai. Bahkan “dakwah” Hollywood lebih dahsyat dari propaganda lainnya, karena disampaikan secara halus
Ada sih film-film yang menampilkan wajah Islam yang netral, bersahabat, bahkan positif. Misalnya dalam Robin Hood: Prince of Thieves (sutradara Kevin Reynold, 1991). Coba perhatikan persahabatan antara Robin of Locksley (Kevin Costner) dengan Azeem (Morgan Freeman). Di film itu diperlihatkan betapa cerdas dan canggihnya–bahkan berakhlaknya–seorang muslim. Azeem memperkenalkan teleskop dan teknik persalinan. Dia juga setia tidak melanggar syariat, seperti minum arak yang menjadi tradisi mereka, seperti tercantum dalam dialognya dengan Friar Tuck.
Lihat juga betapa bijaknya Azeem saat ditanya seorang gadis cilik mengapa dirinya hitam. “Apakah Tuhan mencatmu?”. Azeem dengan santai menjawab: ”Tentu saja, because Allah loves wondrous varieties.”
Atau ingat saat yang lain menolak untuk membantu Robin Hood. Dengan penuh keberanian, Azeem berteriak lantang: “English! English! Behold, Azeem Edin Bashir Al Bakir. I am not one of you, but I fight! I fight with Robin Hood. I fight against a tyrant who holds you under his boot! If you would be free men, then you must fight! Join us now, join Robin Hood!”.
SHALAHUDDIN DI KINGDOM OF HEAVEN
Atau, yang masih segar dalam ingatan adalah Kingdom of Heaven (Sir Ridley Scott, 2005). Film ini fokusnya pada Balian of Ibelin yang diperankan Orlando Bloom. Tapi di film besar ini, digambarkan betapa mulianya seorang Saladin alias Shalahuddin Al-Ayyubi, dan betapa mulianya kaum muslimin yang menjadi anak buahnya. Film ini bisa dibilang adalah versi paling netral, bahkan paling positif, dari Perang Salib di abad pertengahan.
Percakapan antara Saladin (Ghassan Massoud) dengan Raja Baldwin IV (Edward Norton) yang menderita lepra juga begitu legendaries. Dua raja itu ternyata “bersahabat” dan sebenarnya mempunyai mimpi yang sama, yaitu menjadikan Yerusalem menjadi kota tiga agama dengan damai, menjadi “Kingdom of Heaven”. Dijelaskan juga bahwa Saladin menolong Baldwin melawan kustanya, dengan mengirim tabib. Dan betapa iman, perencanaan yang matang, dan rasionalitas menyatu dalam diri Saladin.
Dari sisi produksi, film ini juga dekat dengan umat Islam. Misalnya, figuran yang berjumlah 1500 tentara Maroko yang semuanya muslim, atas izin Raja Mohammed VI.
WAJAH POSITIF LAIN
Wajah positif lain adalah film The 13th Warrior (John McTiernan, 1999) yang diadaptasi dari novel Eaters of the Dead garapan Michael Chricton. Di film itu ada tokoh Ahmed Ibn Fahdlan Ibn Al Abbas Ibn Rashid Ibn Hamad (Antonio Banderas) yang cerdas dan mengajarkan kalimat tauhid.
Selain ada yang positif, ada juga yang cenderung netral. Misalnya film tentang tokoh-tokoh yang kebetulan beragama Islam seperti Malcolm X dan petinju legendaris Muhammad Ali. Keduanya digambarkan, tapi tentu saja bukan aktivitas keislamannya.
Dalam Malcolm X (Spike Lee, 1992), Denzel Washington bermain bagus sebagai tokoh yang bernama hijrah El-Hajj Malik Al-Shabazz itu. Memang ada sisi keislaman, seperti naik haji dan menyadari bahwa ketakwaan bukan dilihat dari warna kulit seperti diajarkan oleh Nation of Islam. Tapi Spike Lee yang memang orang kulit hitam radikal itu lebih banyak menyoroti soal rasialisme.
Tentang film ini, ada hal menarik. Saat diputar pada sebuah acara Ramadhan tahun 1997 di Indonesia, ketika adegan di bar dan Malcolm masih jahiliyah, seorang peserta berdiri dan berteriak: ”Mana Islaminya?”. Emha Ainun Nadjib, yang kala itu menjadi narasumber di program berikutnya, menyatakan: ”Itu adegan kemungkaran. Memang, kalau mau nahi munkar, harus tahu dulu munkar-nya seperti apa?”.
Tapi, setidaknya, masyarakat Amerika tahu tentang sosok pejuang yang mati syahid karena ditembak saat ceramah ini.
Sementara film Ali (Michael Mann, 2001), yang bercerita tentang Muhammad Ali, juga digambarkan dengan apa adanya dan memfokuskan pada karir tinju dan kehidupan pribadi, termasuk hobinya yang suka gonta ganti pasangan–menurut film ini. Petinju yang terkenal lewat jargon “Float like a butterfly, sting like a bee His hands can’t hit what his eyes can’t see” ini diperankan oleh Will Smith. Saking mendalaminya, Will dekat dengan Ali bahkan ada isu Will mendalami dan masuk agama Islam.
LEBIH BANYAK MINORNYA
Tapi, hal-hal positif dan netral tentang Islam itu sebenarnya minoritas. Justru hal-hal negatifnya yang banyak muncul. Daniel Mandel menulis “Muslims on the Silver Screen” di Middle East Quarterly Spring 2001 yang isinya menyatakan bahwa muslim di Hollywood umumnya digambarkan sebagai teroris, bandar narkoba, dan pekerjaan jahat lainya. Misalnya soal hukum potong tangan yang diperlihatkan secara sembarangan dalam Aladdin (Ron Clements/John Musker, 1992). Atau True Lies (James Cameron, 1994), yang dibintangi Arnold Schwarzenegger dan Jamie Lee Curtis yang sempat dibredel sensor. Dalam film ini digambarkan terorisnya bangsa Arab dan tokohnya berpidato persis pidato Tariq bin Ziyad yang legendaris itu.
Atau film The Siege (Edward Zwick, 1998)–dibintangi Denzel Washington, Bruce Willis, dan Annette Benning– yang berisi tentang terorisme berdasarkan jihad Islam yang memperlihatkan modus yang sama persis dengan Tragedi WTC.
Jack Valenti, presiden dan CEO dari Motion Picture Association of America menyatakan bahwa industri film di Hollywood secara kuat mendukung kebijakan perang Bush melawan terorisme Islam. “Film-film Amerika itu film yang paling menghibur di dunia, dan itulah alas an mengapa budaya mereka mendominasi,” jelasnya.
Sebenarnya, sudah lama “wajah” Islam hadir di Hollywood. Misalnya sutradara Mousthapha Akkad sudah menggarap Al-Risalah (The Messenger, 1976) dan Lion of the Dessert (1981) dengan memakai bintang Anthony Quinn. Yang pertama berisi tentang sejarah hidup Nabi Muhammad yang menjadi tontonan wajib anak rohis, dan masuk Nominasi Music Score Terbaik di Academy Award 1978—eh, Muhammad Ali ingin jadi Bilal lho, tapi ditolak Akkad. Sedangkan Lion of the Dessert menceritakan tentang jihad Omar Mukhtar, pemimpin Libya yang melawan Italia tahun 1911-1931. [Ekky Malaky, kritikus film/Annida]


01 March 2012


Bergelut dengan ilmu, bukan hal yang asing bagi Abu Da'ud Sulayman bin Hassan, yang akrab dipanggil Ibnu Juljul. Sejak usia dini, ia telah akrab dengan beragam bacaan dan ilmu pengetahuan. Hingga kemudian, ia dikenal di bidang medis dan pengobatan herbal.

Bahkan, karya-karya Ibnu Juljul dalam pengobatan herbal, menjadi rujukan banyak ilmuwan lainnya. Ia memang tak hanya mumpuni dalam praktik pengobatan herbal. Namun, ia pun rajin menggerakkan penanya untuk menuangkan buah pemikirannya. Ibnu Juljul, lahir di Kordoba, Spanyol, pada 994. Sejak masa kanak-kanak, ketertarikan terhadap ilmu pengetahuan telah tertanam dalam dirinya. Ia banyak menghabiskan waktu untuk belajar. Saat berusia 10 tahun, ia telah belajar tata bahasa dan tradisi masyarakatnya.


Ketika usia Ibnu Juljul beranjak 15 tahun, ia mulai bersentuhan dengan ilmu kedokteran. Padahal, pada masa sekarang, ilmu kedokteran baru dipelajari secara mendalam di bangku kuliah. Tak heran, jika di usianya yang masih belia, ia menguasai ilmu kedokteran.

Di sisi lain, Ibnu Juljul juga terampil dalam pengobatan herbal. Dan rupanya, ia memang sejak semula juga sangat tertarik dengan obat-obatan, terutama yang berhubungan dengan herbal, obat alami yang banyak diekstrak dari tumbuh-tumbuhan. Ia juga mendalami farmasi.

Kemahirannya di bidang pengobatan mengantarnya memasuki gerbang istana. Menurut situs Muslimheritage, Ibnu Juljul pernah bekerja sebagai dokter pribadi Al-Mu'ayyad Billah Hisyam, seorang khalifah yang berkuasa pada 977 hingga 1009.

Selain mempraktikkan keahlian medisnya, Ibnu Juljul juga banyak menuliskan karya-karya di bidang medis. Tak hanya itu, upaya mendalami ilmu pengobatan terus ia lakukan. Dalam hal ini, ia banyak berbagi pandangan dan berlatih dengan Albucasis.

Albucasis merupakan nama tenar Abu al-Qasim Khalaf bin Abbas Al-Zahrawi. Saat itu, Albucasis adalah dokter bedah ternama di Kordoba. Ia menemukan penyakit hemofilia, di mana penderitanya, jika luka darahnya akan terus mengalir dan sulit membeku.

Dalam kariernya sebagai dokter, Albucasis menulis buku yang sangat terkenal berjudul At-Tasrif liman 'Ajiza 'an at-Ta'lif (Metode Pengobatan). Ibnu Juljul dan Abulcasis tak hanya berbagi pandangan, tetapi juga bersama-sama menuliskan pemikirannya di bidang medis.

Mereka bersama-sama menulis saat masa-masa terakhir kekhalifahan di Andalusia, Spanyol. Di sisi lain, Ibnu Juljul juga menghasilkan karyanya sendiri. Sejarawan terkenal dari Baghdad, Irak, Bin Abi Usaybi'a, menyatakan, Ibnu Juljul menulis buku sejarah pengobatan. Buku itu berjudul Atibba'wa'l Tabaqat al-Hukama . Buku tersebut telah beberapa kali diedit.

Ibnu Juljul mengawali tulisan dalam bukunya itu dengan menguraikan tentang riwayat ayahnya yang juga ahli obat-obatan. Pada bab-bab selanjutnya, ia menuliskan para ahli obat-obatan yang sangat terkenal sebagai para pendahulunya di Andalusia.

Selain itu, Ibnu Juljul mengungkapkan soal hubungan dan komunikasi yang terjalin antara kekhalifahan di Timur dan Andalusia. Ia pun mengisahkan bagaimana banyaknya para mahasiswa menempuh perjalanan dari tempat yang jauh untuk mencari ilmu pengetahuan.

Ibnu Juljul mempelajari ilmu pengobatan herbal yang dilakukan oleh Pedanius Dioscorides, seorang dokter Yunani kuno, ahli farmasi, dan ahli botani. Dioscorides sering bepergian guna mencari bahan-bahan jamu dari seluruh wilayah Romawi dan Yunani.

Dia juga menulis lima jilid buku dalam bahasa Yunani asli. Salah satu bukunya yang terkenal berjudul De Materia Medica (Masalah-masalah yang berhubungan dengan medis). Berdasarkan ajaran dalam buku milik Dioscorides, Ibn Juljul membuat sebuah karya berjudul Maqalah .

Dalam karyanya itu, Ibnu Juljul menuliskan berbagai macam tumbuhan yang penting bagi obat-obatan, termasuk sifat tumbuh-tumbuhan tersebut. Lalu, dia juga menuliskan efek dari penggunaan tumbuh-tumbuhan itu bagi organ tubuh tertentu.

Tumbuh-tumbuhan untuk herbal yang ditulisnya sebanyak 28 jenis berasal dari India atau yang perjalanannya melalui rute perdagangan India, dua dari Yaman, dua dari Mesir, satu dari Ceylan, satu dari Khwarizm, dan dua dari kota yang dekat dengan Kordoba. Dalam bukunya itu, Ibnu Juljul kadang-kadang menuliskan nama orang yang pertama kali menggunakan tumbuhan tersebut untuk pengobatan atau orang yang menceritakan fungsi dan efek penggunaan tumbuhan pada tubuh manusia.

Ibnu Juljul, juga membahas tentang batu Bezoar yang dapat digunakan untuk melawan semua racun. Batu tersebut memiliki warna yang kekuning-kuningan dengan garis-garis putih. Selain itu, dia juga pernah membahas soal Ribas. Mengutip pedagang kepercayaannya, Ibnu Juljul mengungkapkan, Ribas merupakan sejenis sayuran yang rasanya masam. Ribas bisa didapatkan di pegunungan yang tertutup salju. Apa yang diungkapkan dalam bukunya sarat dengan pengalaman dan pengetahuan Ibnu Juljul di bidang medis.

Banyak dipelajari
Karya Ibnu Juljul tentang pengobatan herbal, dipelajari pula oleh banyak ilmuwan lainnya. Di antara ilmuwan yang mempelajari karya Ibnu Juljul, adalah ahli botani yang bernama Al-Ghafiqi. Ia mengoleksi beragam jenis tumbuhan dari Spanyol maupun Afrika. Selain itu, Al-Ghafiqi juga membuat catatan yang menggambarkan secara rinci tentang jenis-jenis tumbuhan yang dikoleksinya itu. Bahkan, seorang ahli sejarah dari Barat, George Sarton, mengatakan, Al-Ghafiqi merupakan ahli botani paling cerdas pada masanya.

Sejumlah kalangan mengatakan, deskripsi tentang tumbuh-tumbuhan yang dibuat Al-Ghafiqi diakui sebagai karya paling membanggakan yang pernah dibuat seorang Muslim. Karya fenomenal Al-Ghafiqi berjudul Al-Adwiyah al-Mufradah. Buku milik Al-Ghafiqi, menginspirasi Abdullah Ibnu Ahmad Ibn Al-Baitar atau Ibnu Baitar, untuk meneliti tumbuh-tumbuhan. Ia juga dikenal sebagai salah satu ahli botani sekaligus obat-obatan di Spanyol pada abad pertengahan.

Selain terinsipirasi Al-Ghafiqi, Ibnu Baitar juga mengutip empat belas tulisan tentang obat-obatan herbal milik Ibn Juljul. Padahal, Al-Baitar merupakan ahli botani yang hebat. Terbukti, ia mengoleksi dan mencatat 1.400 jenis tanaman obat.

Catatan dan koleksi tersebut, Ibnu Baitar peroleh saat ia menjelajahi pesisir Mediteranian dari Spanyol ke Suriah. Salah satu karya Al-Baitar yang paling termasyhur berjudul Al-Mughani-fi al Adwiyah al Mufradah. Dari banyaknya para ahli botani dan medis yang mengutip karya Ibnu Juljul, menunjukkan bahwa karyanya di bidang pengobatan herbal merupakan karya hebat dan teruji. Karya Ibnu Juljul dianggap sebagai karya yang memiliki nilai tinggi.

Bahkan, karya Ibnu Juljul tak hanya menjadi rujukan ilmuwan di wilayah Andalusia, namun juga oleh ilmuwan luar negeri seperti Maroko. Kontribusi Ibnu Juljul di dunia medis, sangat berharga bagi penggunaan tanaman untuk obat, bahkan di dunia modern.

Dunia Islam dan Tumbuhan

Ajaran agama untuk menggali ilmu pengetahuan telah mendorong Muslim untuk mengenal banyak ilmu. Segala upaya mereka kerahkan untuk menekuni sebuah, bahkan beragam ilmu. Termasuk, ilmu pengobatan yang menggunakan tumbuhan.

Ketertarikan pada tumbuhan tak hanya melahirkan ahli pengobatan herbal. Namun, juga melahirkan perkembangan menakjubkan di bidang pertanian. Termasuk, teknik baru dalam mengembangkan tanaman, bahkan pembangunan bendungan dan irigasi.

Dari berbagai penelitian yang dilakukan ilmuwan Muslim soal tanaman ini, kemudian lahirlah ilmu tentang pengobatan herbal. Dalam banyak literatur Islam di abad pertengahan, kehidupan tumbuh-tumbuhan erat kaitannya dengan ilmu kedokteran dan agronomi.

Sejak Al-Asma'i yang hidup pada 740 hingga 828, seorang ilmuwan terkenal pada masa kekhalifahan Harun Al-Rasyid menuliskan Kitab al-Nabat wa-'l-Shajar, ilmuwan Muslim tak lagi merasa ragu untuk menggunakan istilah botani.

Bahkan kemudian, para filolog Muslim menggambarkan tanaman secara sistematis. Beragam jenis tumbuhan digolongkan menurut jenisnya. Ada tanaman masuk dalam golongan pohon, bunga, sayur-sayuran, dan semak-semak. Pohon juga dibagi menurut kualitas yang dapat dimakan dari kulit dan biji buah-buahan pohon tersebut.di sarikan dari www.suaramedia.com




Popular Posts