18 February 2012


Pada era Khalifah Al-Mamluk produksi buku mengenai ilmu militer itu berkembang pesat. Sedangkan, pada jaman Salahudin, ada buku manual militer karya Al-Tharsusi (570 H/1174 M) yang membahas keberhasilan menaklukan Yerussalem.
Semenjak awal Islam memang menaruh perhatian khusus mengenai soal perang. Bahkan Nabi Muhammad SAW pernah meminta agar para anak lelaki diajari berenang,
gulat, dan berkuda. Berbagai kisah peperangan seperti legenda Daud dan Goliath juga dikisahkan dengan apik dalam Alquran. Bahkan, ada satu surat di Alquran yang berkisah tentang `heroisme’ kuda-kuda yang berlari kencang dalam kecamuk peperangan.
”Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah. Dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya). Dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi. Maka, ia menerbangkan debu dan menyerbu ke tengah kumpulan musuh.” (Alquran, surat Al ‘Adiyat 1-4). Kaum muslim sebenarnya pun sudah menulis berbagai karya mengenai soal perang dan ilmu militer. Berbagai jenis buku mengenai ‘jihad’ dan pengenalan terhadap seluk beluk kuda, panahan, dan taktik militer. Salah satu buku yang terkenal dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris The Catologue yang merupakan karya Ibnu Al-Nadim (wafat antara 380 h - 338 H/990-998 M).
Dalam karya itu, Al-Nadim menulis berbagai kategori mengenai cara menunggang kuda, menggunakan senjata, tentang menyusun pasukan, tentang berperang, dan menggunakan alat-alat persenjataan yang saat itu telah dipakai oleh semua bangsa. Karya semacam ini pun kemudian banyak muncul dan disusun pada masa Khalifah Abbasiyah, misalnya oleh Khalifah al-Manshur dan al-Ma’mun.
Bahkan, pada periode kekuasaan Khalifah Al -Mamluk produksi buku mengenai ilmu militer itu berkembang sangat pesat. Minat para penulis semakin terpacu dengan keinginan mereka untuk mempersembahkan sebuah karya kepada kepada para sultan yang menjadi penguasa saat itu. Pembahasan sering dibahas adalah mengenai seluk beluk yang berkaitan dengan serangan bangsa Mongol.
Pada zaman Salahudin, ada sebuah buku manual militer yang disusun oleh Al Tharsusi, sekitar tahun 570 H/1174 M. Buku ini membahas mengenai keberhasilan Salahudin di dalam memenangkan perang melawan bala tentara salib dan menaklukan Yerusalem. Buku ini ditulis dengan bahasa Arab, meski sang penulisnya orang Armenia. Manual yang ditulisnya selain berisi tentang penggunaan panah, juga membahas mengenai ‘mesin-mesin perang’ saat itu, seperti mangonel (pelempar batu), alat pendobrak, menara-menara pengintai, penempatan pasukan di medan perang, dan cara membuat baju besi. Buku ini semakin berharga karena dilengkapi dengan keterangan praktis bagaimana senjata itu digunakan.
Buku lain yang membahas mengenai militer adalah karya yang ditulis oleh Ali ibnu Abi Bakar Al Harawi (wafat 611 H/1214 M). Buku ini membahas secara detil mengenai soal taktik perang, organisasi militer, tata cara pengepungan, dan formasi tempur. Kalangan ahli militer di Barat menyebut buku ini sebagai sebuah penelitian yang lengkap tentang pasukan muslim di medan tempur dan dalam pengepungan.
Pada lingkungan militer Kekhalifahan Mamluk menghasilkan banyak karya tentang militer, khususnya keahlian menunggang kuda atau fuusiyyah. Dalam buku ini dibahas mengenai bagaimana cara seorang calon satria melatih diri dan kuda untuk berperang, cara menggunakan senjatanya, dan bagaimana mengatur pasukan berkuda atau kavaleri.
Contoh buku yang lain adalah karya Al Aqsara’i (wafat74 H/1348 M) yang diterjemahkan kedalam bahasa Inggris menjadi An End to Questioning and Desiring (Further Knowledge) Concering the Science of Horsemenship. Buku ini lebih komplet karena tidak hanya membahas soal kuda, pasukan, dan senjata, namun sudah membahas mengenai doktrin dan pembahasan pembagaian rampasan perang.
Al Aqsara’i menulis dalam buku itu menyatakan bahwa ia memaparkan sejumlah pengetahuan menyangkut seni militer yang berasal dari zamannya sendiri, misalnya bagaimana menggambarkan sebuah model yang berkualitas dari sosok prajurit kaveleri yang ulung. Sebagai pelengkapnya, Aqsara’i di dalam buku ini juga menambahkan karya Tacticus Aelian, sebagai karya yang ditulis di Yunani saat kaisar Romawi Hadrian berkuasa, sekitar tahun 106 M.
Sedangkan karya ilmu militer yang dibuat praktis sebagai panduan untuk para pemimpin negara ketika hendak membuat kebijakan mengenai perang, di antaranya adalah karya Nizham Al Mulk (wafat 485 M / 1099 M). Dia menulis karya ini sebagai persembahan bagi Sultan Saljuk: Malikiyah. Di dalamnya terdapat bab-bab mengenai soal mata-mata, kurir, komposisi etnik dalam pasukan, sandera, persiapan senjata, dan peralatan untuk berperang. Buku lain yang tak kalah penting adalah Wisdom of Royal Glory (Kebijakan dari Kemegahan yang Agung), karya Yusuf Khashsh Hajib. Buku ini ditulis pada 1069 M di Kashgar, Asia Tengah, di bawah Dinasti Karakhany.
Karya ini adalah monumen literature Islam tertua yang masih ada dalam bahasa Turki serta termasuk dalam genre litelatur istana karena mengajarkan cara memerintah kepada penguasa. Isi buku ini cukup lengkap membahas persoalan militer. Bukan hanya membahas soal pelatihan dan sejata saja, namun litelatur ini menyediakan pembahasan mengani penyediaan sumber daya manusia bagi pembentukan bala tentara yang tangguh.

Tentara Bayaran Kekhalifahan FatimiyahDari sekian banyak variasi dan bentuk ilmu militer peninggalan peradaban Islam, salah satunya adalah munculnya fenomena tentara bayaran sebagai penopang utama sebuah pemerintahan. Hal ini terjadi pada Kekhalifahan Fatimiyah di Mesir.
Masa pemerintahan dinasti ini berlangsung hampir dua abad lamanya, antara tahun 909 M hingga 1171 M. Nama Fatimiyah yang mereka pakai adalah sebagai ‘klaim’ bahwa penguasa dinasti ini adalah masih keturunan Nabi Muhammad Saw dari garis puterinya: Fatimah.
Mereka terpaksa memakai tentara bayaran karena dinasti yang memusatkan pemerintahannya di Mesir ini adalah penganut Syiah Ismailiyah. Padahal waktu itu pengikut syiah adalah kelompok minoritas di Kota itu. Penduduk Mesir sebagian besar menganut Islam suni.
Jadi, tentara bayaran oleh Kekhalifahan Fatimiyah dipakai sebagai jalan keluar untuk melanggengkan kekuasaan karena warga Mesir memang tidak suka kepadanya. Selain itu, legiun ini juga dipakai sebagai alat untuk membasmi berbagai pemberontakan.
Lalu dari manakah anggota tentara bayaran itu berasal? Ada dua kelompok besar tentara bayaran milik Kekhalifahan Fatimiyah. Pertama, adalah resimen kulit hitam atau Zawila. Anggota legiun tentara ini direkrut dengan cara membeli dari pasar budak yang pada saat itu banyak bermunculan di Afrika, terutama di pusatnya yang berada di dekat Danau Chad.
Kelompok tentara bayaran kedua adalah divisi yang anggotanya berasal dari Eropa Sakalaba atau yang kerap dipanggil dengan sebutan Bangsa Slav. Bangsa ini memang saat itu bernasib sangat malang. Sebagai bangsa termiskin di Eropa Timur, mereka akhirnya harus menjadi budak untuk bertahan hidup.
Bahkan, kata slav, yang berarti budak, awalnya merujuk kepada nama bangsa ini. Para penguasa Fatimiyah mendapatkan tenaga militer bangsa Slav dengan cara membeli dari pasar budak yang berada di sekitar wilayah Italia.
Sebagai tentara bayaran kemampuan bertempur mereka jelas tak perlu diragukan lagi. Baik bangsa Slav maupun Zawila sudah lama dikenal sebagai bangsa yang jago bertempur. Kekuasaan Fatimiyah ini kemudian memanfaatkan kemampuan tempurnya untuk menaklukan berbagai wilayah, seperti Sisilia (948 M), Mesir (969 M), dan SijilmasaT, serta Fez pada tahun 978 M.
Mereka menyerbu tempat itu dengan dukungan kekuatan pasukan bayaran yang jumlahnya cukup besar, yakni mencapai 50 ribu hingga 100 ribu orang.
Namun, selain punya kemampuan tempur yang mumpuni, ternyata beberapa orang diantara para legiun bayaran itu ternyata banyak mempunyai kemampuan berpikir yang cukup memadai. Salah seorang diantaranya adalah Jauhar. Dia adalah mantan budak Romawi keturunan Yunani Sisilia.
Ketika menaklukan Mesir, seorang Khalifah Fatimiyah, memerintahkan Jauhar (orang barat memanggilnya Jawhar) membangun kota baru, yang diberi nama Kairo (kini ibukota Mesir modern). Batu pertama pembangunan kota itu diletakkan sendiri oleh Jauhar.
Sedangkan, sebagai puncak restasi dari legiun bayaran ini adalah ketika mereka berhasil menguasai pusat Dinasti Abbasiyah, yakni kota Baghdad pada tahun 1058 M. Salah satu hasil rampasan perang yang sempat didapatkan sebagai tanda takluk dari penguasa Baghdad saat itu adalah sebuah jubah peninggalan Nabi Muhammad SAW.
Kemampuan tempur yang tinggi dari bangsa Slav itu masih bisa dijejaki hingga 900 tahun kemudian. Pada Perang Dunia I dan II, banyak bangsa Slav banyak terlibat dalam perang paling berdarah itu. Tapi berbeda tujuannya dengan dahulu, kini mereka ikut berperang bukan untuk mendapatkan bayaran semata. Mereka terlibat dalam pertempuran dengan tujuan meraih kemerdekaan.

Jejak Jauhar di Al-AzharSiapa pun tak menyangka bila hasil karya mantan budak yang kemudian menjadi Panglima Besar Dinasti Fatimiyah, Jauhar As-Shaqaly, abadi hingga kini. Salah satunya adalah sebuah perguruan tinggi Islam terbesar di dunia yang ada di Kairo, yakni Al-Azhar.
Jauhar membangun perguruan ini pada berawal dari sebuah masjid yang bernama Al-Azhar yang dibangun oleh Jauhar As-Shaqaly (Panglima Besar Dinasti Fathimiyah) pada tanggal 24 Jumadil Ula tahun 359 H April, 970 M. Kegiatan pembangunan ini baru selesai enam tahun kemudian atau tepatnya pada 365 H / 976 M.
Pada tahun itu pula dimulai kegiatan belajar mengajar dengan majelis ilmu pengetahuan bermadzhab Syi’ah Ismailiyah. sehingga 12 tahun kemudian 378H / 988. Pengaruh pemikiran syiah baru berakhir pada 1178 M atau bersamaan dengan meredupnya pengaruh pemerintahan Kekhalifahan Fatimiyah. Keberadaan pemerintahan ini kemudian diganti dengan Kekhalifahan Ayyubiyah yang berorientasi kepada ajaran ahlussunah wa-jamaah (suni).
Bahkan, pada tahun 922 H / 1517 M, ketika Mesir berada di dalam kekuasaan Turki Utsmani, Al-Azhar pun senantiasa menjadi sentral pengembangan ilmu pengetahuan. Begitu pula keadaannya hingga memasuki era Turki Utsmani. Kegemilangan perguruan tinggi ini tetap terjaga.
Bahkan pada saat itu Al-Azhar memperbaharui sistem pendidikannya dengan membentuk sistem masyekhakh yang pertama, pada tahun 1101 H / 1690 M. Sistem ini pun terus berlangsung sampai kini. Jadi inilah salah satu peninggalan panglima tentara bayaran yang merupakan bekas budak Romawai keturunan Yunani Sisila, Jauhar As-Shaqaly.

sumber




Sering sekali kita mendengar mengenai sejarah para pemikir dari dunia barat tak terkecuali di bidang kedokteran. Penemuan-penemuan mereka masih digembar-gemborkan hingga saat ini. Tapi pernahkah sistem pengajaran di tempat kita (selain pelajaran Agama Islam) mengemukakan penemuan-penemuan para ilmuwan Islam. Saya rasa belum ada kecuali bagi mereka yang bersekolah di sekolah-sekolah Islam.

Pada jaman peradaban kuno dahulu seseorang tidak hanya mengusasai satu keilmuan saja. Hampir semua teori mereka pelajari. Dokter Muslim yang sangat termasyhur adalah Ibnu Sina (Avicenna). Salah satu kitab kedokteran fenomela yang berhasil ditulisnya adalah Al-Qanon fi Al- Tibb atau Canon of Medicine. Kitab itu menjadi semacam ensiklopedia kesehatan dan kedokteran yang berisi satu juta kata. Hingga abad ke-17, kitab itu masih menjadi referensi sekolah kedokteran di Eropa.
Tokoh kedokteran era keemasan Islam adalah Ibnu Rusdy (Averroes/ 1126-1198 M). Dokter kelahiran Granada, Spanyol itu sangat dikagumi sarjana di di Eropa. Kontribusinya dalam dunia kedokteran tercantum dalam karyanya berjudul ‘Al- Kulliyat fi Al-Tibb’ (Colliyet). Buku itu berisi ramngkuman ilmu kedokteran. Buku kedokteran lainnya berjudul ‘Al-Taisir’ mengupas praktik-praktik kedokteran.
Nama dokter Muslim lainnya yang termasyhur adalah Ibnu El-Nafis (1208 – 1288 M). Ia terlahir di awal era meredupnya perkembangan kedokteran Islam. Ibnu El-Nafis sempat menjadi kepala RS Al-Mansuri di Kairo. Sejumlah buku kedokteran ditulisnya, salahsatunya yang tekenal adalah ‘Mujaz Al-Qanun’. Buku itu berisi kritik dan penmbahan atas kitab yang ditulis Ibnu Sina.
Beberapa nama dokter Muslim terkemuka yang juga mengembangkan ilmu kedokteran antara lain, Ibnu Wafid Al-Lakhm, seorang dokter yang terkemuka di Spanyol, Ibnu Tufails tabib yang hidup sekitar tahun 1100-1185 M, dan Al-Ghafiqi, seorang tabib yang mengoleksi tumbuh-tumbuhan dari Spanyol dan Afrika.
Ibnu Sina
Abu Ali al Husain ibn Abdallah ibn Sina adalah nama lengkap Ibnu Sina, yang lebih dikenal sebagai “Aviciena” oleh masyarakat barat. Dia adalah salah seorang tokoh terbesar sepanjang zaman, seorang jenius yang mahir dalam berbagai cabang ilmu. Beliau adalah seorang kebangsaan Persia yang ahli matematikawan, dokter, ensiklopedis dan filsuf yang tekenal dizamannya. Beliau juga seorang astronomi, apoteker, ahli geologi, logician, paleontologist, fisika, penyair, psikolog, ilmuwan, tentara, negarawan, dan guru.
Ibnu Sina dilahirkan pada tahun 980 M / 370 H di Afshinah, sebuah desa kecil tempat asal ibunya, di dekat Bukhara (kini wilayah Uzbekistan). Ayahnya, Abdullah, adalah seorang Gubernur Samanite yang kemudian ditugaskan di Bukhara. Sejak kecil ia telah memperlihatkan intelegensianya yang cemerlang dan kemajuan yang luar biasa dalam menerima pendidikan, ia telah hafal al-Qur’an pada usia 10 tahun.
Nama Ibnu Sina semakin melejit tatkala ia mampu menyembuhkan penyakit raja Bukhara, Nooh ibnu Mansoor. Saat itu ia baru berusia 17 tahun. Sebagai penghargaan, sang raja meminta Ibnu Sina menetap di istana, setidaknya sementara selama sang raja dalam proses penyembuhan. Namun Ibnu Sina menolaknya dengan halus. Sebagai imbalan ia hanya meminta izin untuk menggunakan perpustakaan kerajaan yang kuno dan antik. Tujuannya adalah mencari berbagai referensi dasar untuk menambah ilmunya agar lebih luas dan berkembang. Kemampuan ibnu Sina yang cepat menyerap berbagai cabang ilmu pengetahuan membuatnya menguasai berbagai macam materi intelektual dari perpustakaan Kerajaan pada usia 21.
Setelah ayahnya wafat, ia meninggalkan Bukhara karena gangguan politik dan pergi ke kota Gorgan, yang tekenal dengan kebudayaannya yang tinggi. Dia diundang dengan tulus oleh Raja Khawarizm, pelindung besar kebudayaan dan pendidikan. Di Gorgan ia membuka praktek dokter, bergerak dalam bidang pendidikan, dan menulis buku. Setelah itu, Ibnu Sina melanjutkan lagi perjalannya, antara lain ke Kota Ravy dan Kota Hamadan (kini wilayah iran).
Buku “Al Qanun Fi Al-Tib” tetap menjadi dasar bagi perkembangan ilmu kedokteran dan pengobatan dunia. Karena itu Ibnu Sina menjadi bagian tak terpisahkan dari perkembangan ilmu kedokteran dunia. Bukunya “Al Qanun” diterjemahkan menjadi “The Cannon” oleh pihak Barat, yang kemudian menjadi rujukan banyak ilmuwan abad pertengahan. Buku itu diantaranya berisi eksiklopedia dengan jumlah jutaan item tentang pengobatan dan obat-obatan. Bahkan diperkenalkan penyembuhan secara sistematis dan dijadikan rujukan selama tujuh abad kemudian (sampai abad ke-17).
Ibnu Sina dianggap sebagai Bapak dari pengobatan modern, dan pharmacology khususnya untuk pengenalan sistematis eksperimen dan hitungan ke dalam studi fisiologi, penemuan itu menular dari sifat infeksius penyakit, pengenalan karantina untuk membatasi penyebaran penyakit menular, pengenalan percobaan obat-obatan, berdasarkan bukti-obat, uji klinis,
Ibnu Sina meninggal pada tahun 1073, saat kembali di kota yang disukainya, Hamadan (kini wilayah Iran). Walau ia sudah meninggal, namun berbagai ilmunya sangat berguna dan digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit yang kini diderita umat manusia.




Yup. . Ia bermakna DINDING. Lalu
kenapa dengan dinding?
Saya lanjutkan. .

Siapakah yang membuat FB? Mark
Zuckerberg seorang berbangsa
YAHUDI. Apa kaitannya WALL &
YAHUDI? Kaitan keduanya sangat erat.

DINDING RATAPAN.

Didinding itu mereka menangisi dosa-dosa
mereka,meluahkan harapan,ratapan
dan segalanya. Itulah tujuan mereka
membuat FB.

Dan tanpa kita sadari, kita lebih banyak
mengadu masalah diFB daripada
mengadu kepada ALLAH SWT, lebih
mengutamakan update status daripada
shalat dan dzikir kepada ALLAH SWT.

Hati-hatilah sahabat, bisa-bisa kita
nanti menjadi ''Tassyabuh'' atau
menyerupai kaum lain (Yahudi). Nabi
melarang dalam sabdanya:'' Barang
siapa menyerupai suatu kaum, maka ia
termasuk dalam golongannya."

Oleh karena itu, jangan jadikan WALL
FB sebagai tempat luahan perasaan
seperti mereka. Tapi jadikanlah ia
sebagai tempat membagi ilmu dan
nasehat kebaikan kepada umat Nabi
Muhammad SAW. Walaupun hanya
kepada 1 orang.

Jadikan Wall FB sebagai media untuk
menyebarkan dakwah.

Jika anda belum percaya silahkan buka
Google dan Search:'' Wailing Wall Of
Israel''.

Mari kita renungkan.

'' Sungguh kalian akan mengikuti
langkah2 orang2 sebelum kalian
sejengkal demi sejengkal dan sehasta
demi sehasta. Bahkan seandainya
mereka masuk lubang biawakpun
niscaya kalian ikut masuk pula
kedalamnya. Para sahabat
bertanya:'Siapakan mereka itu Ya
Rasulullah?'. Beliau menjawab:'' Ahli
Kitab (Nasrani & Yahudi). ! Siapa lagi
kalau bukan mereka? "
[HR. Imam Bukhari]

Jadi postkanlah kata2 hikmah/nasehat/
ayat Al-Quran, Hadits,Ulama terdahulu
tentang agama Islam.

Gunakan peluang Yahudi/Nasrani yang
akam merusak umat Islam dengan
membangunkan agama Islam melalui
platform mereka.

Ini ilmu baru. Yuk kita amalkan dan
dishare keteman yang lain.

Mari kita jalani kehidupan ini dengam
ilmu dan iman.



Popular Posts