19 February 2013


keuangan LSM
Prinsip-prinsip akuntansi umum harus diikuti secara ketat
Dalam penyusunan sebuah Laporan Keuangan, terdapat batasan yang harus dipertimbangkan. Prinsip-prinsip akuntansi umum harus diikuti secara ketat untuk hal-hal material dalam pelaporan keuangan. Apa maksudnya ?
Lihat gambar di bawah, dan di mana posisi Azas Materialitas sebagai salah satu karakteristik Laporan Keuangan :
Gambar Karakter Pelaporan Keuangan
Dalam penyusunan sebuah Laporan Keuangan, terdapat batasan yang harus dipertimbangkan. Prinsip-prinsip akuntansi umum harus diikuti secara ketat untuk hal-hal material dalam pelaporan keuangan.
Informasi dianggap material jika informasi tersebut mempunyai efek yang signifikan terhadap keputusan manajemen.
Materialitas merupakan konsep yang kadang agak sulit dipahami karena tergantung pada:
  • Jumlah/besaran hal yang terkait,
  • Sifat hal terkait,
  • Gabungan antara jumlah serta sifat hal tersebut.
Maka, dalam menentukan materialitas sebuah item/hal, ada dua faktor yang harus dipertimbangkan:
(1)    Jumlah/besaran hal yang terkait,
(2)    Sifat hal terkait.
Ketika mempertimbangkan besaran, item tersebut harus dibandingkan dengan mempergunakan besaran dasar pembanding yang sesuai.
Berikut ini adalah contoh besaran yang harus dipergunakan:
  • Item pendapatan atau biaya harus dibandingkan dengan jumlah total pendapatan atau biaya sesuai dengan klasifikasi masing-masing; dan juga harus dibandingkan dengan kelebihan pendapatan dikurangi biaya untuk tahun berjalan;
  • Item-item  neraca harus dibandingkan dengan sub total klasifikasi neraca yang sesuai dan juga harus dibandingkan dengan aktiva bersih;
Perbandingan di atas harus dikategorisasi dengan batasan-batasan persentase, semisal:
  • 10% atau lebih dari jumlah/besaran pembanding harus dianggap material, kecuali terdapat bukti yang menunjukkan sebaliknya;
  • Kurang dari 10% dari jumlah/besaran pembanding akan dianggap tidak material, kecuali terdapat bukti yang menunjukkan sebaliknya.
Ketika menentukan sifat atau karakteristik sebuah item, faktor-faktor berikut harus dipertimbangkan:
(1) Persyaratan perundang-undangan. Margin kesalahan yang diijinkan pada pengungkapan item ssuai persyaratan hukum pajak mungkin kecil atau bahkan tidak ada.
(2)    Material secara/dalam prinsip. Meskipun dalam jumlah kecil, perlu untuk dipertimbangkan sebagai material jika memang item tersebut terkait dengan prinsip dan kebijakan akuntansi.
(3)    Tingkat estimasi/perkiraan. Item-item yang mampu diukur dengan tepat (misalnya untuk item moneter) akan diukur dengan tingkat estimasi yang lebih kecil daripada item-item yang diukur berdasarkan estimasi dan asumsi (seperti dalam kasus valuasi saham atau depresiasi).
(4)    Item non-pengulangan atau kejadian alam luar biasa. Item ini akan menjadi lebih material dalam hal pengungkapan dibanding item yang timbul dari kegiatan biasa organisasi.
Dalam setiap kasus di mana kita perlu menggunakan penilaian materialitas item tersebut, penting untuk mendokumentasikan penalaran atau justifikasi yang diadopsi.


KODE ETIK BANKIR INDONESIA
(CODE OF ETHICS OF INDONESIAN BANKERS)

Seorang bankir patuh dan taat pada ketentuan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku.
(A banker should obey and comply to the respective laws and existing regulations)

Seorang bankir melakukan pencatatan yang benar mengenai segala transaksi yang bertalian dengan kegiatan banknya.
(A banker should correctly record all related transactions and activities of the bank)

Seorang bankir menghindarkan diri dari persaingan yang tidak sehat.
(A banker should avoid unhealthy competition)

Seorang bankir tidak menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi
(A banker should not abuse the given authority for personal purposes)

Seorang bankir menghindarkan diri dari keterlibatan pengambilan keputusan dalam hal terdapat pertentangan kepentingan.
(A banker should avoid conflict of personal interests in decision making)

Seorang bankir menjaga kerahasiaan nasabah dan banknya.
(A banker should safe guard the confidentiality of the customers and the bank)

Seorang bankir memperhitungkan dampak yang merugikan dari setiap kebijakan yang ditetapkan banknya terhadap keadaan ekonomi, sosial, dan lingkungan.
(A banker should take into considerations the disadvantages to the economy, social, and environment when establishing the policy of the bank)

Seorang bankir tidak menerima hadiah atau imbalan yang memperkaya diri pribadi maupun keluarganya.
(A banker should not accept undeclared gift nor compensation to enrich one self or the family)

Seorang bankir tidak melakukan perbuatan tercela yang dapat merugikan citra profesinya.
(A banker should not misconduct which may effect disadvantageously to the image of the profession)

Sumber : bankir-indonesia

MENGHITUNG BAGI HASIL BANK SYARIAH

Berbagi hasil dalam bank syariah menggunakan istilah nisbah bagi hasil, yaitu proporsi bagi hasil antara nasabah dan bank syariah. Misalnya, jika customer service bank syariah menawarkan nisbah bagi hasil Tabungan iB sebesar 65:35. Itu artinya nasabah bank syariah akan memperoleh bagi hasil sebesar 65% dari return investasi yang dihasilkan oleh bank syariah melalui pengelolaan dana-dana masyarakat di sektor riil. Sementara itu bank syariah akan mendapatkan porsi bagi hasil sebesar 35%. Bagaimana menghitung nisbah bagi hasil tersebut?

Untuk produk pendanaan/simpanan bank syariah, misalnya Tabungan iB dan Deposito iB, penentuan nisbah bagi hasil dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: jenis produk simpanan, perkiraan pendapatan investasi dan biaya operasional bank. Hanya produk simpanan iB dengan skema investasi (mudharabah) yang mendapatkan return bagi hasil. Sementara itu untuk produk simpanan iB dengan skema titipan (wadiah), return yang diberikan berupa bonus.

Pertama-tama dihitung besarnya tingkat pendapatan investasi yang dapat dibagikan kepada nasabah. Ekspektasi pendapatan investasi ini dihitung oleh bank syariah dengan melihat performa kegiatan ekonomi di sektor-sektor yang menjadi tujuan investasi, misalnya di sektor properti, perdagangan, pertanian, telekomunikasi atau sektor transportasi. Setiap sektor ekonomi memiliki karakteristik dan performa yang berbeda-beda, sehingga akan memberikan return investasi yang berbeda-beda juga. Sebagaimana layaknya seorang investment manager, bank syariah akan menggunakan berbagai indikator ekonomi dan keuangan yang dapat mencerminkan kinerja dari sektoral tersebut untuk menghitung ekspektasi /proyeksi return investasi. Termasuk juga indikator historis (track record) dari aktivitas investasi bank syariah yang telah dilakukan, yang tercermin dari nilai rata-rata dari seluruh jenis pembiayaan iB yang selama ini telah diberikan ke sektor riil. Dari hasil perhitungan tersebut, maka dapat diperoleh besarnya pendapatan investasi dalam bentuk equivalent rate- yang akan dibagikan kepada nasabah misalnya sebesar 11%.

Selanjutnya dihitung besarnya pendapatan investasi yang merupakan bagian untuk bank syariah sendiri, guna menutup biaya-biaya operasional sekaligus memberikan pendapatan yang wajar. Besarnya biaya operasional tergantung dari tingkat efisiensi bank masing-masing. Sementara itu, besarnya pendapatan yang wajar antara lain mengacu kepada indikator-indikator keuangan bank syariah yang bersangkutan seperti ROA (Return On Assets) dan indikator lain yang relevan. Dari perhitungan, diperoleh bahwa bank syariah memerlukan pendapatan investasi -yang juga dihitung dalam equivalent rate- misalnya sebesar 6 %.

Dari kedua angka tersebut, maka kemudian nisbah bagi hasil dapat dihitung. Porsi bagi hasil untuk nasabah adalah sebesar: [11% dibagi (11%+6%)] = 0.65 atau sebesar 65%. Dan bagi hasil untuk bank syariah sebesar: [6% dibagi (11%+6%)] = 0.35 atau sebesar 35%. Maka nisbah bagi hasilnya kemudian dapat dituliskan sebagai 65:35.

Tentu saja dalam prakteknya nasabah iB tidak perlu terlalu pusing dengan perhitungan njlimet bagi hasil semacam ini. Masyarakat hanya tinggal menanyakan berapa rate indikatif dari Tabungan iB atau Deposito iB yang diminatinya. Rate indikatif ini adalah nilai equivalent rate dari pendapatan investasi yang akan dibagikan kepada nasabah, yang dinyatakan dalam persentase misalnya 11% atau 8% atau 12%. Jadi masyarakat dengan cepat dan mudah dapat menghitung berapa besar keuntungan yang akan diperolehnya dalam menabung sekaligus berinvestasi di bank syariah. Sangat mudah bukan?

Popular Posts