29 July 2012

Yaitu syarat-syarat yang harus terpenuhi sebelum shalat (terkecuali niat, yaitu syarat yang ke delapan, maka yang lebih utama dilaksanakan bersamaan dengan takbir) dan wajib bagi orang yang shalat untuk memenuhi syarat-syarat itu. Apabila ada salah satu syarat yang ditinggalkan, maka shalatnya batal. Adapun syarat-syarat itu adalah sebagai berikut: 1. Islam; Maka tidak sah shalat yang dilakukan oleh orang kafir, dan tidak diterima. Begitu pula halnya semua amalan yang mereka lakukan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Tidaklah pantas bagi orang-orang musyrik itu untuk memakmurkan masjid-masjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam Neraka.” (At-Taubah: 17) 2. Berakal Sehat; Maka tidaklah wajib shalat itu bagi orang gila, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Ada tiga golongan manusia yang telah diangkat pena darinya (tidak diberi beban syari’at) yaitu; orang yang tidur sampai dia terjaga, anak kecil sampai dia baligh dan orang yang gila sampai dia sembuh.” (HR. Abu Daud dan lainnya, hadits shahih) 3. Baligh; Maka, tidaklah wajib shalat itu bagi anak kecil sampai dia baligh, sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas. Akan tetapi anak kecil itu hendaknya dipe-rintahkan untuk melaksanakan shalat sejak berumur tujuh tahun dan shalatnya itu sunnah baginya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Perintahkanlah anak-anak untuk melaksanakan shalat apabila telah berumur tujuh tahun, dan apabila dia telah berumur sepuluh tahun, maka pukullah dia kalau tidak melaksanakannya.” (HR. Abu Daud dan lainnya, hadits shahih) 4. Suci Dari Hadats Kecil dan Hadats Besar; Hadats kecil ialah tidak dalam keadaan berwudhu dan hadats besar adalah belum mandi dari junub. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah.” (Al-Maidah: 6) Sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Allah tidak akan menerima shalat yang tanpa disertai bersuci”. (HR. Muslim) 5. Suci Badan, Pakaian dan Tempat Untuk Shalat ; Adapun dalil tentang suci badan adalah sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam terhadap perempuan yang keluar darah istihadhah: “Basuhlah darah yang ada pada badanmu kemudian laksanakanlah shalat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Adapun dalil tentang harusnya suci pakaian, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Dan pakaianmu, maka hendaklah kamu sucikan.” (Al-Muddatstsir: 4) Adapun dalil tentang keharusan sucinya tempat shalat yaitu hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata: “Telah berdiri seorang laki-laki dusun kemudian dia kencing di masjid Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam , sehingga orang-orang ramai berdiri untuk memukulinya, maka bersabdalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, ‘Biarkanlah dia dan tuangkanlah di tempat kencingnya itu satu timba air, sesungguhnya kamu diutus dengan membawa kemudahan dan tidak diutus dengan membawa kesulitan.” (HR. Al-Bukhari). 6. Masuk Waktu Shalat ; Shalat tidak wajib dilaksanakan terkecuali apabila sudah masuk waktunya, dan tidak sah hukumnya shalat yang dilaksanakan sebelum masuk waktunya. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang diten-tukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (An-Nisa’: 103) Maksudnya, bahwa shalat itu mempunyai waktu tertentu. Dan malaikat Jibril pun pernah turun, untuk mengajari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam tentang waktu-waktu shalat. Jibril mengimaminya di awal waktu dan di akhir waktu, kemu-dian ia berkata kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Di antara keduanya itu adalah waktu shalat.” 7. Menutup aurat; Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Wahai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (Al-A’raf: 31) Yang dimaksud dengan pakaian yang indah adalah yang menutup aurat. Para ulama sepakat bahwa menutup aurat adalah merupakan syarat sahnya shalat, dan barangsiapa shalat tanpa menutup aurat, sedangkan ia mampu untuk menutupinya, maka shalatnya tidak sah. 8. Niat ; Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Sesungguhnya segala amal perbuatan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan men-dapatkan (balasan) sesuai dengan niatnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) 9. Menghadap Kiblat ; Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkanmu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, maka palingkanlah mukamu ke arahnya.” (Al-Baqarah: 144)
Shalat seseorang akan batal apabila ia melakukan salah satu di antara hal-hal berikut ini: 1. Makan dan minum dengan sengaja. Hal ini ber-dasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Sesungguhnya di dalam shalat itu ada kesibukkan tertentu.” (Muttafaq ‘alaih) (1) Dan ijma’ ulama juga mengatakan demikian. 2. Berbicara dengan sengaja, bukan untuk kepentingan pelaksanaan shalat. “Dari Zaid bin Arqam radhiallaahu anhu, ia berkata, ‘Dahulu kami berbicara di waktu shalat, salah seorang dari kami berbicara kepada temannya yang berada di sampingnya sampai turun ayat: ‘Dan hendaklah kamu berdiri karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’(1), maka kami pun diperintahkan untuk diam dan dilarang berbicara.” (Muttafaq ‘alaih) Dan juga sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Sesungguhnya shalat ini tidak pantas ada di dalamnya percakapan manusia sedikit pun.” (HR. Muslim) Adapun pembicaraan yang maksudnya untuk mem-betulkan pelaksanaan shalat, maka hal itu diperbolehkan seperti membetulkan bacaan (Al-Qur’an) imam, atau imam setelah memberi salam kemudian bertanya apakah shalat-nya sudah sempurna, apabila ada yang menjawab belum, maka dia harus menyempurnakannya. Hal ini pernah terjadi terhadap Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam , kemudian Dzul Yadain ber-tanya kepada beliau, ‘Apakah Anda lupa ataukah sengaja meng-qashar shalat, wahai Rasulullah?’ Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Aku tidak lupa dan aku pun tidak bermaksud meng-qashar shalat.’ Dzul Yadain berkata, ‘Kalau begitu Anda telah lupa wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda, ‘Apa-kah yang dikatakan Dzul Yadain itu betul?’ Para sahabat menjawab, ‘Benar.’ Maka beliau pun menambah shalatnya dua rakaat lagi, kemudian melakukan sujud sahwi dua kali. (Muttafaq ‘alaih) 3. Meninggalkan salah satu rukun shalat atau syarat shalat yang telah disebutkan di muka, apabila hal itu tidak ia ganti/sempurnakan di tengah pelaksanaan shalat atau sesudah selesai shalat beberapa saat. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam terhadap orang yang shalatnya tidak tepat: “Kembalilah kamu melaksanakan shalat, sesungguhnya kamu belum melaksanakan shalat.” (Muttafaq ‘alaih) Lantaran orang itu telah meninggalkan tuma’ninah dan i’tidal. Padahal kedua hal itu termasuk rukun. 4. Banyak melakukan gerakan, karena hal itu bertentangan dengan pelaksanaan ibadah dan membuat hati dan anggota tubuh sibuk dengan urusan selain ibadah. Adapun gerakan yang sekadarnya saja, seperti memberi isyarat untuk menjawab salam, membetulkan pakaian, menggaruk badan dengan tangan, dan yang semisalnya, maka hal itu tidaklah membatalkan shalat. 5. Tertawa sampai terbahak-bahak. Para ulama se-pakat mengenai batalnya shalat yang disebabkan tertawa seperti itu. Adapun tersenyum, maka kebanyakan ulama menganggap bahwa hal itu tidaklah merusak shalat seseorang. 6. Tidak berurutan dalam pelaksanaan shalat, seperti mengerjakan shalat Isya sebelum mengerjakan shalat Maghrib, maka shalat Isya itu batal sehingga dia shalat Maghrib dulu, karena berurutan dalam melaksanakan shalat-shalat itu adalah wajib, dan begitulah perintah pelaksanaan shalat itu. 7. Kelupaan yang fatal, seperti menambah shalat menjadi dua kali lipat, umpamanya shalat Isya’ delapan rakaat, karena perbuatan tersebut merupakan indikasi yang jelas, bahwa ia tidak khusyu’ yang mana hal ini merupakan ruhnya shalat.
Shalat mempunyai rukun-rukun yang apabila salah satu-nya ditinggalkan, maka batallah shalat tersebut. Berikut ini penjelasannya secara terperinci: 1. Berniat; Yaitu niat di hati untuk melaksanakan shalat tertentu, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Sesungguhnya segala amal perbuatan itu tergantung niatnya”. (Muttafaq ‘alaih) Dan niat itu dilakukan bersamaan dengan melaksana-kan takbiratul ihram dan mengangkat kedua tangan, tidak mengapa kalau niat itu sedikit lebih dahulu dari keduanya. 2. Membaca Takbiratul Ihram; Yaitu dengan lafazh (ucapan): . (Allahu Akbar) Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Kunci shalat itu adalah bersuci, pembatas antara per-buatan yang boleh dan tidaknya dilakukan waktu shalat adalah takbir, dan pembebas dari keterikatan shalat adalah salam.” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi dan lainnya, hadits shahih ) 3. Berdiri bagi yang sanggup ketika melaksana-kan shalat wajib; Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Peliharalah segala shalat(mu) dan (peliharalah) shalat wustha (Ashar). Berdirilah karena Allah (dalam shalat-mu) dengan khusyu’.” (Al-Baqarah: 238) Dan berdasarkan Sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kepada Imran bin Hushain: “Shalatlah kamu dengan berdiri, apabila tidak mampu maka dengan duduk, dan jika tidak mampu juga maka shalatlah dengan berbaring ke samping.” (HR. Al-Bukhari) 4. Membaca surat Al-Fatihah tiap rakaat shalat fardhu dan shalat sunnah; Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca surat Al-Fatihah.” (HR. Al-Bukhari) 5. Ruku’; Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujud-lah kamu, sembahlah Rabbmu dan perbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan.” (Al-Hajj: 77) Juga berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam kepada seseorang yang tidak benar shalatnya: ” … kemudian ruku’lah kamu sampai kamu tuma’ninah dalam keadaan ruku’.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) 6. Bangkit dari ruku’ ; Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam terhadap seseorang yang salah dalam shalat-nya: ” … kemudian bangkitlah (dari ruku’) sampai kamu tegak lurus berdiri.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) 7. I’tidal (berdiri setelah bangkit dari ruku’); Hal ini berdasarkan hadits tersebut di atas tadi dan berdasarkan hadits lain yang berbunyi: “Allah tidak akan melihat kepada shalat seseorang yang tidak menegakkan tulang punggungnya di antara ruku’ dan sujudnya.” (HR. Ahmad, dengan isnad shahih) 8. Sujud ; Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah disebutkan di atas tadi. Juga berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Kemudian sujudlah kamu sampai kamu tuma’ninah dalam sujud.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) 9. Bangkit dari sujud; Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Kemudian bangkitlah sehingga kamu duduk dengan tuma’ninah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) 10. Duduk di antara dua sujud ; Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Allah tidak akan melihat kepada shalat seseorang yang tidak menegakkan tulang punggungnya di antara ruku’ dan sujudnya.” (HR. Ahmad, dengan isnad shahih) 11. Tuma’ninah ketika ruku’, sujud, berdiri dan duduk; Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kepada seseorang yang salah dalam melaksanakan shalatnya: “Sampai kamu merasakan tuma’ninah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Dan tuma’ninah tersebut beliau tegaskan kepadanya pada saat ruku’, sujud dan duduk sedangkan i’tidal pada saat berdiri. Hakikat tuma’ninah itu ialah bahwa orang yang ruku’, sujud, duduk atau berdiri itu berdiam sejenak, sekadar waktu yang cukup untuk membaca: satu kali setelah semua anggota tubuhnya berdiam. Adapun selebihnya dari itu adalah sunnah hukumnya. 12. Membaca tasyahhud akhir serta duduk; Ada-pun tasyahhud akhir itu, maka berdasarkan perkataan Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu yang bunyinya: “Dahulu kami membaca di dalam shalat sebelum diwajibkan membaca tasyahhud adalah: ‘Kesejahteraan atas Allah, kesejahteraan atas malaikat Jibril dan Mikail.’ Maka bersabdalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam: ‘Janganlah kamu membaca itu, karena sesungguhnya Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mulia itu sendiri adalah Maha Sejahtera, tetapi hendaklah kamu membaca: “Segala penghormatan, shalawat dan kalimat yang baik bagi Allah. Semoga kesejahteraan, rahmat dan berkah Allah dianugerahkan kepadamu wahai Nabi. Semoga kesejahteraan dianugerahkan kepada kita dan hamba-hamba yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasulNya.” (HR. An-Nasai, Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi dengan sanad shahih) Dan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam: ”Apabila salah seorang di antara kamu duduk (tasyah-hud), hendaklah dia mengucapkan: ‘Segala penghormatan, shalawat dan kalimat-kalimat yang baik bagi Allah’.” (HR. Abu Daud, An-Nasai dan yang lainnya, hadits ini shahih dan diriwayatkan pula dalam dalam “Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim”) Adapun duduk untuk tasyahhud itu termasuk rukun juga karena tasyahhud akhir itu termasuk rukun. 13. Membaca salam; Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Pembuka shalat itu adalah bersuci, pembatas antara perbuatan yang boleh dan tidaknya dilakukan waktu shalat adalah takbir, dan pembebas dari keterikatan shalat adalah salam.” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi dan lainnya, hadits shahih ) 14. Melakukan rukun-rukun shalat secara ber-urutan; Oleh karena itu janganlah seseorang membaca surat Al-Fatihah sebelum takbiratul ihram dan jangan-lah ia sujud sebelum ruku’. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.” (HR. Al-Bukhari) Maka apabila seseorang menyalahi urutan rukun shalat sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, seperti mendahulukan yang semestinya diakhirkan atau sebaliknya, maka batallah shalatnya.

Popular Posts