14 May 2012

 
 
 
 
Selama ini, penggemar sepak bola internasional, khususnya Liga Inggris, selalu mengira bahwa Robin Van Persie, striker Arsenal, adalah seorang Muslim. Ini dikarenakan ia menikahi seorang wanita Maroko-Belanda, bernama Bouchra. Tapi apakah ia benar-benar seorang Muslim seperti yang diberitakan dimana-mana?

Van Persie tinggal di London bersama istrin dan kedua anaknya Shaqueel dan Dina Layla.

Berlawanan dengan berita yang beredar secara populer selama ini, meskipun istrinya adalah seorang Muslim, van Persie tidak mengikuti agama istrinya. Hal ini ia nyatakan dalam sebuah wawancara dengan situs web Dutch Football.

"Sangat penting untuk menjadi orang baik, mengambilnya sebagai titik awal untuk mengembangkan diri dan membantu orang lain. Ketika Anda membantu orang lain, itu akan baik untuk jantung Anda."

"Kadang-kadang saya mendengar orang-orang menyuarakan nama baik dan bantuan mereka. Bantuan harus datang dari hati, bukan dari ego Anda." ujarnya.

Dan menurutnya, Van Persie tidak membutuhkan agama untuk itu.

"Saya percaya pada diri sendiri. Bila Anda seorang pria yang baik, itu akan membawa hal positif kepada masyarakat. Sebuah dunia yang lebih baik selalu dimulai di rumah. Betul tidak?"

Lantas bagaimana dengan berita yang menyatakan bahwa ia seorang Muslim?

"Itu tidak benar. Saya bukan seorang Muslim, bukan pula seorang Kristen, dan bukan juga seorang Yahudi. Saya telah dibesarkan secara bebas. Jika Anda ingin menjadi seorang Muslim, itu harus datang dari hati. Saya tidak akan melakukannya hanya untuk menyenangkan istri saya"

jika memang benar van persie bukan seorang muslim semoga allah memberi hidayah kepadanya melalui istrinya yang beragama islam 
 
 
 
Jendral lapangan tengah Barcelona, Xavi Hernandez mengatakan, dirinya diajarkan untuk menghormati Muslim sejak di La Masia, sekolah sepakbola milik El Barca. “Seydou Keita beribadah di mana saja di ruang ganti. Saya, dan semua yang besar di La Masia, tidak merasa terganggu,” ujar Xavi dalam wawancara dengan El Heddaf, koran terbitan Aljazair. Ketika kali pertama tiba di Barcelona, lanjut Xavi, Keita sering meminta ruangan untuk beribadah. Saudara seiman Keita, Yaya Toure, saat masih membela Barcelona, juga sering melakukannya. “(Eric) Abidal, Yaya, dan Keita, sering terlihat beribadah bersama dalam ruangan. Jika ruangan terpakai, mereka shalat di ruang ganti, dan kami mencoba tidak lalu-lalang di hadapannya,” imbuh Xavi.

Kini, masih kata Xavi, Toure sudah hijrah ke Manchester City, dan Muslim lainnya datang ke Camp Nou, yaitu Ibrahim Afellay. Jika dulu Yaya Toure yang sering memimpin shalat, bagi rekan-rekan sesama Muslim, kini Keita yang ditasbihkan sebagai imam. “Abidal, Keita, dan Afellay adalah Muslim yang hebat,” puji Xavi.
Playmaker Timnas Spanyol itu mengungkapkan, yang memprovoksi rasa ingin tahunya soal Islam adalah saat Ramadhan tiba. Ia yakin akan sangat sulit bagi Keita, Abidal, dan Afellay tidak makan dan minum selama 12 sampai 15 jam dalam cuaca panas. “Mereka bisa melakukannya. Luar biasa. Semakin bertambah hormat saya kepada mereka yang menjalankan kewajiban agamanya dengan taat,” kata gelandang 32 tahun tersebut.
Menurut Xavi, dirinya juga berupaya menjalan kewajiban sebagai pemeluk Katolik dengan baik, dan rekan-rekan Muslim di tim Barcelona menghormatinya. “Itulah sepakbola, olahraga yang membawa kami — yang berbeda agama dan budaya– dalam kebersamaan,” kata Xavi pemain yang mengantarkan Spanyol mengawinkan gelar Piala Eropa 2008 dan Piala Dunia 2010 itu mengakhiri.
Republika | Fimadani
 
 
 
 
 
Sebuah kelompok advokasi Muslim AS terkemuka menyerukan kepada Departemen Pertahanan (Department of Defens) untuk memberhentikan instruktur yang mengajar para perwira, bahwa hanya "perang total" terhadap Islam yang akan melindungi Amerika, sembari mengecam adanya ajaran untuk penggunaan taktik ala "Hiroshima" untuk melenyapkan kota-kota suci umat Islam Makkah dan Madinah.

"Sangat penting bahwa mereka yang mengajar para pemimpin masa depan militer kita untuk berperang bukan hanya pada musuh teroris, tetapi pada ajaran Islam itu sendiri mereka juga harus bertanggung jawab," kata Nihad Awad, Direktur Eksekutif Nasional dari Council on American-Islamic Relations (CAIR ), menulis dalam sebuah surat kepada Menteri Pertahanan Leon Panetta.



"Informasi ini sangat mengejutkan dan benar-benar tidak sejalan dengan nilai-nilai lama dari salah satu lembaga negara kita yang paling dihormati," ujar Nihad.

CAIR telah memperbaharui kekhawatiran mereka setelah majalah Wired mengungkapkan rincian bahwa program DoD bagi para pemimpin militer AS di masa depan ditangguhkan.

Pentagon menunda program pelatihan setelah bahan studi pelatihan diposting secara online yang menyarankan bahwa Makkah dan Madinah mungkin harus dilenyapkan.

"Kami sekarang mulai memahami bahwa tidak ada yang namanya 'Islam moderat'," kata laporan Wired.

"Oleh karena itu waktu bagi Amerika Serikat untuk membuat hal ini menjadi jelas. Ideologi barbar ini tidak bisa lagi ditoleransi. Islam harus berubah atau kita akan memfasilitasi kehancuran diri mereka sendiri."

Kursus militer untuk para perwira ini juga mendesak penggunaan taktik "Hiroshima" yang menargetkan penduduk sipil dan meninggalkan Konvensi Jenewa.

Materi kursus menyarankan untuk menerapkan taktik "Hiroshima, Nagasaki" ke kota-kota suci Islam, khususnya Makkah dan Madinah dalam kehancuran, menambahkan bahwa Konvensi Jenewa mungkin tidak lagi relevan untuk masalah ini.

Popular Posts