30 April 2012





Sam Jackson, bos sebuah perusahaan di New Castle, Inggris pernah mengatakan, ” Sekarang kita bisa saling melihat satu dengan yang lain dalam keadaan telanjang, tidak ada penghalang lagi. Dengan tradisi baru ini, kami menemukan bahwa kami menjadi lebih bebas dan terbuka terhadap satu dan lainnya. Dampaknya terhadap perusahaan menjadi lebih baik.”

Menurutnya, ide, inovasi dan terobosan kreatif amat penting dilakukan di masa-masa krisis ekonomi seperti sekarang ini. Bekerja dalam keadaan telanjang diyakininya dapat memompa semangat dan meningkatkan produktivitas kerja. Mengenakan pakaian merupakan penghalang bagi peningkatan prestasi kerja. Dengan cara ini omzet perusahaan akan meningkat karena para karyawannya sangat bergairah ketika bekerja.

Untuk itu dia membuat peraturan, seminggu sekali setiap hari Jum’at para karyawannya baik laki-laki maupun perempuan diharuskan untuk tidak menempelkan sehelai benang pun pada tubuh mereka ketika bekerja di kantor. Lebih lanjut dia menambahkan, “Awalnya terasa aneh dan janggal, tapi setelah itu saya menjadi terbiasa. Saya berjalan telanjang menuju meja kerja saya, dan itu kini tidak masalah lagi. Saya merasa benar-benar nyaman.”

Peristiwa “Jumat Telanjang” tersebut dianggapnya sebagai sebuah kesuksesan yang besar dan berdampak positif bagi perusahaannya.

Itulah budaya, gaya hidup, dan cara berpikir orang Barat non Muslim yang materialis, permisif and hedonis. Demi mendapatkan dunia berupa materi, mereka rela berperilaku seperti hewan. Bahkan berperilaku lebih sesat dari hewan.

Budaya, gaya hidup dan cara berpikir Muslim dan Muslimah tentu sangat berbeda dengan mereka.

Oki Setiana Dewi, artis layar lebar yang sukses memerankan tokoh Anna Althafunnisa dalam film “Ketika Cinta Bertasbih” pada suatu kesempatan mengatakan, “Semua bagian tubuh berharga itu telah dikategorikan dengan sebutan aurat, baik laki-laki dan perempuan. Bagian tubuh perempuan yang termasuk aurat harus ditutupi lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. “Kenapa perempuan harus lebih banyak menutupi bagian tubuhnya? Sebab perempuan memang dipenuhi dengan bagian tubuh yang berharga dan harus dijaga dengan jilbab atau busana yang menutupnya,” ujarnya.

Fenomena berbusana Muslimah, berjilbab atau sekadar berkerudung di kalangan artis, model dan selebritis sedikit banyak telah ikut menyumbang sosialasasi budaya Islam di tengah masyarakat sehingga semakin banyak wanita Muslimah Indonesia yang berbusana Muslimah, berjilbab, atau sekadar berkerudung.

Dengan semakin marak dan memasyarakatnya budaya Islam ini di tengah masyarakat kita patut menghaturkan rasa syukur kepada Allah swt. Selain rasa syukur, pada saat yang sama, rasa sesal juga wajar muncul di hati. Rasa sesal ini muncul karena masih banyak saudari-saudari seiman kita yang belum, tidak mau, tidak bisa, atau salah paham dalam memahami definisi jilbab yang sesungguhnya, sehingga tidak sedikit dari mereka yang masih belum memenuhi seluruh syarat dan ketentuan berbusana sebagaimana yang telah diatur oleh Sang Pembuat syari’at.

Mengapa ada sebagian Muslimah yang belum memenuhi seluruh syarat dan ketentuan berbusana Muslimah? Karena ada sebagian Muslimah ketika beraktivitas di luar rumah atau ketika berhadapan dengan non muhrimnya ketika berada di rumah mengenakan pakaian tapi masih ada bagian aurat lainnya yang terbuka seperti rambut. Mengenakan pakaian ketat, pendek, berbahan tipis, dan atau berbahan transparan. Karena ada sebagianMuslimah yang mengenakan jilbab ketat, pendek, berbahan tipis, dan atau berbahan transparan.

Muslimah seperti ini meskipun mengenakan pakaian atau bahkan berjilbab menurut Rasulullah saw dikategorikan sebagai telanjang.

“Dua golongan di antara penghuni neraka yang belum aku lihat keduanya: suatu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk memukul orang-orang; perempuan yang berpakaian, tetapi telanjang yang cenderung dan mencenderungkan orang lain, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka ini tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium aroma surga. sesungguhnya aroma surga itu bisa tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian.” (HR. Muslim)

Ibnul Jauzi yang berpendapat bahwa berpakaian tapi telanjang ada tiga makna;

Pertama, wanita yang memakai pakaian tipis, sehingga nampak bagian dalam tubuhnya.

Kedua, wanita yang membuka sebagian aurat tubuhnya.

Ketiga, wanita yang mendapatkan nikmat Allah namun tidak bersyukur kepada-Nya.

Menurut Imam An-Nawawi, berpakaian tapi telanjang mengandung beberapa arti. Pertama, berpakaian atau dibungkus nikmat Allah swt tetapi telanjang dari bersyukur kepada-Nya. Kedua, terbungkus pakaian tetapi telanjang dari perbuatan baik dan perhatian terhadap akhirat serta tidak berbuat taat. Ketiga, mengenakan pakaian tetapi tampak sebagian auratnya; Keempat, berpakaian tipis yang masih memperlihatkan warna kulit dan lekuk tubuhnya.

Allah swt memberitahukan kepada kita tujuan diturunkan pakaian kepada kita adalah untuk menutup aurat. Jika berpakaian tapi jika ada sebagian aurat yang masih terbuka, lekuk tubuh jelas terlihat karena mengenakan pakaian ketat, atau anggota tubuh yang wajib ditutupi dan warna kulit nampak karena mengenakan pakaian tipis dan transparan berarti kita menyalahi aturan Allah swt dan tujuan Allah swt menurunkan pakaian, yang sama artinya kita berani menentang Allah swt.

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاساً يُوَارِي سَوْءَاتِكُمْ وَرِيشاً وَلِبَاسُ التَّقْوَىَ ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ

“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup ‘auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS. Al-A’raaf [7]:26)

Wahai saudariku! janganlah kalian mau ditipu oleh setan yang menyuruhmu untuk berpakaian tapi sesungguhnya telanjang! Jika engkau tidak mau dan tidak dapat ditipu oleh setan berarti engkau tidak menjadikan setan sebagai pemimpinmu.

يَا بَنِي آدَمَ لاَ يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُم مِّنَ الْجَنَّةِ يَنزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْءَاتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاء لِلَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ

“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya ‘auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” (QS. Al-A’raaf [7]:27)

Wahai saudariku, kenapa engkau berpakaian tapi telanjang? Apa niat dan tujuanmu? Apakah karena ingin tampil trendy? Apakah karena ingin memamerkan anggota tubuh dan keindahan tubuhmu? Apakah ingin merasa modern dan tidak ingin dicap kolot dan ketinggalan jaman? Apakah karena takut tidak bisa mendapatkan dunia berupa pekerjaan atau materi?

Wahai saudariku, ketika engkau mendirikan shalat menghadap Allah swt tentu engkau berpakaian lebar dan panjang. Engkau tentu tidak berani berpakaian ketat dan pendek. Engkau tentu tidak berani menampakkan sebagian atau seluruh bagian auratmu, atau menampakkan bentuk lekuk-lekuk tubuhmu. Demikian juga halnya di dalam kehidupan sehari-hari di luar (selain) shalat, tentu engkau pasti tidak berani menentang Allah dan Rasul-Nya. Engkau tahu dan paham, ajaran Islam termasuk cara berbusana tidak hanya diamalkan ketika shalat saja, tapi harus diamalkan dalam segala aktivitas kehidupan.

Wahai saudariku, jika engkau tercatat sebagai pelajar/mahasiswi sebuah lembaga pendidikan atau sebagai pegawai sebuah perusahaan tentu engkau mematuhi peraturan berbusana yang ada. Engkau pasti tidak berani menentang peraturan yang ada. Demikian juga halnya sebagai Muslimah, engkau tentu bersedia mematuhi peraturan yang ditetapkan agamamu.

Jika ada pertentangan antara peraturan di mana engkau belajar atau bekerja dengan peraturan agamamu, tentu engkau lebih memilih agamamu. JIka kebijakan pemimpin di tempat belajar atau bekerjamu bertentangan dengan aturan Tuhanmu, tentu engkau lebih takut kepada Tuhanmu dan lebih memilih aturan Tuhanmu. Engkau tahu dan sadar pemimpinmu bukanlah Tuhanmu, tidak mampu menyelamatkan dirimu dari azab di dunia dan di kampung akhirat. Engkau tahu dan sadar engkau tidak ingin ikut masuk neraka jika pemimpinmu masuk neraka. Jangan sampai kelak di akhirat engkau mengatakan kepada Allah swt. perkataan sebagaimana termaktub dalam ayat berikut ini:

وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا

“Dan mereka berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).” (QS. Al-Ahazab [33]:67)

Wahai saudariku, Allah swt lah yang memberimu pakaian. Maka bersyukurlah kepada-Nya. Bersyukur dengan cara mematuhi segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya termasuk dalam hal berbusana.

“Wahai hamba-Ku, kamu semua asalnya telanjang, kecuali yang telah Aku beri pakaian, maka hendaklah kamu minta pakaian kepada-Ku, pasti Aku memberinya.” (HR. Muslim)

Wahai saudariku! Takutlah peringatan nabimu. Beliau saw. memperingatkan wanita-wanita berpakaian tapi telanjang tidak akan bisa mencium bau surga dari jarak jauh. Mencium baunya saja tidak, apalagi masuk ke dalamnya. Na’udzubillah min dzalik! Wallahu a’lam bishshowab.

Penulis: Abdullah al-Mustofa, penulis adalah kolumnis hidayatullah.com, kandidat Master Studi Al-Qur’an di IIUM (International Islamic University Malaysia)

Sumber: Hidayatullah

(zafaran/muslimahzone.com)



Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, Sultan Hamid II diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ia ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan sejarah gambar lambang negara Indonesia.

Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M. A. Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan RM Ngabehi Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.


LAMBANG PERTAMA


Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku "Bung Hatta Menjawab" untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M. Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang.

Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan "Bhinneka Tunggal Ika".


LAMBANG KEDUA


Pada tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.

Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali – Garuda Pancasila dan disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri.

AG Pringgodigdo dalam bukunya "Sekitar Pancasila" terbitan Departemen Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih "gundul" dan "'tidak berjambul"' seperti bentuk sekarang ini.

Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes, Jakarta pada 15 Februari 1950.


LAMBANG KETIGA


Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang "gundul" menjadi "berjambul" dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno.

Tanggal 20 Maret 1950, bentuk akhir gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk akhir rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini.


LAMBANG KEEMPAT


Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H. Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah, Pontianak.

Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan berkas dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan "ide perisai Pancasila" muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara. Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.

Sumber:



Dari Beberapa Kutipan Soekarno yang telah diposting, mulai dari persoalan Imperialisme, Wanita, Kemerdekaan, Nasionalisme, Keadilan, Hubungan Internasional sampai pada persoalan sosok Soekarno sendiri telah disajikan. nah sekarang admin mau berbagi kumpulan menarik dari yang telah disajikan sebelumnya. semoga kutipan ini bisa dijadikan motivasi tersendiri bagi kita untuk melihat negara kedepan. langsung saja kita beralih kekumpulan kutipan tersebut.


"Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia" .
(Bung Karno)

"Tidak seorang pun yang menghitung-hitung: berapa untung yang kudapat nanti dari Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya".
(Pidato HUT Proklamasi 1956 Bung Karno)

"Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian, bahwa kekuasaan seorang presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan rakyat. Dan diatas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa."
(Soekarno)

"Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun". (Bung Karno)

"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya."
(Pidato Hari Pahlawan 10 Nop.1961)

"Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri." – Bung Karno
"Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka."

(Pidato HUT Proklamasi 1963 Bung Karno)

"……….Bangunlah suatu dunia di mana semua bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan……" (Bung Karno)

"Kita belum hidup dalam sinar bulan purnama, kita masih hidup di masa pancaroba, tetaplah bersemangat elang rajawali ".
(Pidato HUT Proklamasi, 1949 Soekarno)

"Janganlah mengira kita semua sudah cukup berjasa dengan segi tiga warna. Selama masih ada ratap tangis di gubuk-gubuk pekerjaan kita selesai ! Berjuanglah terus dengan mengucurkan sebanyak-banyak keringat."
(Pidato HUT Proklamasi, 1950 Bung Karno)

"Firman Tuhan inilah gitaku, Firman Tuhan inilah harus menjadi Gitamu : "Innallahu la yu ghoiyiru ma bikaumin, hatta yu ghoiyiru ma biamfusihim". " Tuhan tidak merobah nasibnya sesuatu bangsa sebelum bangsa itu merobah nasibnya"
(Pidato HUT Proklamasi, 1964 Bung Karno)

"Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta! Masa yang lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kaca bengala dari pada masa yang akan datang."
(Pidato HUT Proklamasi 1966, Soekarno)

"Apakah Kelemahan kita: Kelemahan kita ialah, kita kurang percaya diri kita sebagai bangsa, sehingga kita menjadi bangsa penjiplak luar negeri, kurang mempercayai satu sama lain, padahal kita ini asalnya adalah Rakyat Gotong Royong"
(Pidato HUT Proklamasi, 1966 Bung Karno)

"Aku Lebih suka lukisan Samodra yang bergelombangnya memukul, mengebu-gebu, dari pada lukisan sawah yang adem ayem tentrem, "Kadyo siniram wayu sewindu lawase"
(Pidato HUT Proklamasi 1964 Bung Karno)

"Laki-laki dan perempuan adalah sebagai dua sayapnya seekor burung. Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya; jika patah satu dari pada dua sayap itu, maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali."
(Sarinah, hlm 17/18 Bung Karno)

Sumber

Popular Posts