19 April 2012



.Konsili Nicea 325 Masehi Pada abad ini pertikaian paham sangat sengit membakar Gereja. Arius, uskup dari Aleksandria, menolak ketuhanan Yesus yang menimbulkan kemarahan sebagian besar orang-orang Kristen. Akhirnya kaisar Konstantine menyelenggarakan konsili di Nicea tahun 325 Masehi. 1800 orang yang diundang untuk hadir dalam konsili ini terdiri atas, 1000 orang yang berasal dari Gereja Timur dan 800 dari Gereja Barat. 22 orang rombongan Arius yang dipimpin oleh Eusebius of Nicomedia, semuanya diusir dari forum.

Sehingga secara keseluruhan Konstantine telah mengusir keluar sekitar 1482 uskup dan hanya 318 yang diijinkan mengikuti hingga akhir. (Dr. Henery Stbble, An Account of the Rise and Progress of Mohametanism, 1954, hal.44-45, Holy Blood Holy Grail hal.692, Arana-”Holocaust Theology”).


Dari 318 suara tersebut hanya 2 suara yang mendukung Arius. Konsili pertama yang dilaksanakan pada tanggal 20 Mei sampai 25 Juni diakhiri dengan ketokan palu yang mengesahkan Kredo Misterius, yang juga dikenal sebagai Kredo Nicea. Kredo Nicea yang sekarang bukanlah rumusan yang disepakati pada konsili Nicea dulu, tetapi sudah diperluas dan dimodifikasi. (Prof. Percy Gardner, English Modernism,-Apendiks I, hal.223).

Yang paling penting dari semuanya, keputusan Konsili Nicea diambil dengan cara pengambilan suara, bahwa Yesus seorang Tuhan bukan sekedar nabi yang bisa wafat. (Holy Blood Holy Grail, hal.472) Konsili Nicea menjatuhkan hukuman pengucilan Arius dan uskup lainnya yang ikut dalam konsili tetapi menolak doktrin Trinitas. Tulisan-tulisan Arius dibakar dan akan memasukkan ke penjara bagi siapa saja yang kedapatan memiliki tulisannya. (Edward Gibbon, Decline and Fall of Roman Empire, vol.2, hal.693).

Pada konsili tersebut Yesus dinyatakan sebagai, “Tuhan dari segala Tuhan, Cahaya dari segala Cahaya, Maha Tuhan dari segala Maha Tuhan”. (Hasting’s Encyclopedia of Etnics & Religion, vol.4, hal.239). Lingkaran terpelajar masih berada di pihak Arius dan mereka telah dikekang dengan tangan besi. Dimasa itu popularitas Arius mencapai puncaknya, yang dibuktikan oleh Santo Jerome sebagai berikut : “Seluruh dunia merasa dan terheran-heran menemukan dirinya sebagai penganut Arius”. (Wilfred W.Briggs, Introduction to the History of the Christian Church, hal.49) Will Durant menulis : “Perdebatan seru tentang doktrin Trinitas yang diperkenalkan oleh Athanasius tidak pernah berakhir dengan adanya konsili Nicea. Beberapa uskup masih berpihak pada Arius.

Kelompok gereja yang masih loyal kepada Kredo Nicea disingkirkan dari Gereja; kadang kala disingkirkan oleh kekerasan massa; setengah abad Gereja mengikuti ajaran Arius dan meninggalkan ketuhanan Yesus. Setiap uskup memiliki faksi yang mendukungnya. Pertikaian antar faksi pecah menjadi kerusuhan berdarah, dan banyak yang terbunuh. (Will Durant, Age of Faith) Pemandangan kekerasan yang mengerikan dan pertempuran yang menelan ribuan jiwa, merupakan hal yang biasa selama periode ini.

Aleksandria, daerah tempat tinggal Arius, menjadi ladang pertikaian yang paling ganas. Gibbon mencatat, satu insiden kekerasan menelan korban “tiga ratus lima puluh jiwa”. Mengenai kekejaman Gereja dalam masalah ini bahas lengkap dalam buku Edward Gibbon (pasal 21) Dimasa pemerintahan Konstantin, merupakan periode emas bagi Kristen karena mendapatkan kitab suci Bibel yang standar. Itu pun tidak bisa dikerjakan tanpa kontroversi yang dahsyat melalui konsili-konsili Gereja. Sebagaimana dicatat oleh Marjorie Bowen : “Kitab-kitab injil harus direvisi beberapa kali sebelum diterima, orang-orang yang dianggap sesat harus dihadapi, serta menyelenggarakan konsili di Nicea tahun 325 Masehi dan di Konstantinopel tahun 381 Masehi untuk merumuskan dogma dan keimanan agama Kristen.” (Marjorie Bowen, The Church and Social Progress, hal.4-5) Konsili-konsili Konsili Konstantinopel, Tahun 381.

Theodosius I menyelenggarakan Konsili Konstantinopel untuk membahas lebih jauh tentang ketuhanan Yesus. Konsili ini berakhir dengan memberi penegasan pada Kredo Nicea. Konsili Efesus, Tahun 431. Konsili ini diselenggarakan untuk membahas pertanyaan apakah Maria (Ibu Yesus) manusia asli atau termasuk Tuhan.

Pembahasan ini dilatarbelakangi karena sekte Maronite menyembah Maria sebagai “Ibu Tuhan” dan memasukkannya sebagai salah satu oknum trinitas pengganti “roh suci”. Konsili ini mengutuk penyembahan terhadap Maria. Konsili Chalsedon, Tahun 451. Konsili ini membahas tentang teori Dua Kodrat Yesus. Konsili Konstantinopel, Tahun 553. Konsili diselenggrakan untuk memecahkan teka-teki kodrat Yesus tersebut. Konsili ini didominasi oleh uskup-uskup Gereja Timur, Gereja Barat menolak semua keputusan dari konsili ini. Pada abad ini diputuskannya Natal pada 25 Desember oleh Dionysius Exiguus, mengadopsi hari kelahiran anak dewa Matahari yang lahir pada hari Minggu, 25 Desember. Pada akhir abad ke-6 lahirlah Islam.

Kristen telah menyimpang demikian jauh dari ajaran aslinya (ajaran Yesus) bahkan Gereja Barat lebih banyak mengadopsi agama Pagan. Kristen mengalami kebusukan hingga akarnya. Ketegangan antara Gereja Timur dan Gereja Barat berangsur-angsur melemah. Gereja Timur hanya memiliki sedikit pengikut, sebagai akibat ribuan pemeluk Kristen beralih ke agama Islam. Dan hampir semua wilayah Mediterania berada dibawah pengaruh Islam. “Mungkin karena pengaruh secara tidak langsung dari agama baru Islam yang anti-musyrik, pada abad ke-8, tentara kaisar Isauria…menemukan sesuatu yang tidak disukainya pada peribadatan yang sudah lama berlaku dalam dunia Kristen yang berbau politheisme.” (J.M Robertson, A Short History of Freethought, vol.1, hal.277) Selanjutnya untuk pertama kali dalam sejarah Kristen pada tahun 723 tradisi Pagan dalam tata cara kebaktian agama Kristen dilarang oleh Kaisar Leo melalui pengumuman, dan ia lebih condong pada ajaran monotheistik Islam. Bagaimanapun, larangan ini dicabut pada tahun 787 oleh Konsili ke-II di Nicea. (The Invacation of Saints and Adoration of Images, oleh Rev. W.P. Hares, hal 10-11).

Pemilihan Kitab Injil disebarkan dari mulut ke mulut sehingga tradisi oral ini menghasilkan laporan yang berlainan satu dengan lain terhadap perkataan dan perbuatan Yesus. Ketika mereka berusaha mendokumentasikannya maka bertambahlah perbedaan-perbedaan akibat variasi verbal. Sarjana-sarjana Kristen mengakui fakta sejarah bahwa pada terdapat juga sejumlah Injil-injil yang lain, dan masing-masing gereja mempunyai versinya sendiri.

Sebagian sarjana mempercayai bahwa jumlah Injil-Injil tersebut mencapai 300 Injil (Holy Blood Holy Grail, hal.692). Tapi bagaimana yang yang terpilih hanya 4 saja ? Ke-empat Injil tersebut (Matius, Markus, Lukas & Yohanes) dipilih pada saat Konsili Nicea 325 Masehi. Konsili yang memperkenalkan konsep Trinitas untuk pertama kali. Sehingga pemilihan ke-4 Injil tersebut adalah penyesuaian terhadap Kredo yang dipaksakan. Maka semua Injil yang menceritakan tentang kemanusiaan Yesus harus di hancurkan. Teknis pemilihan Injil-Injil tersebut adalah, semua naskah Injil yang berbeda-beda diletakkan dibawah sebuah meja di ruang Konsili. Setiap orang diminta meninggalkan ruangan tersebut dan pintunya dikunci. Semua uskup diminta untuk berdoa sepanjang malam supaya versi Kitab yang benar akan berada di atas meja tersebut. Pada keesokan paginya, ke-4 Injil, Matius, Markus, Lukas dan Yohanes dengan “ajaib”nya telah berada diatas meja dengan rapi, sisanya berserakan dibawah meja. Sehingga diputuskan semua yang terletak dibawah meja haruslah dibakar. (Sex in the Bible, Wahyudi). Kredo (syahadat) Nicea dalam bahasa Latin Credo in unum Deum, Patrem Omnipotentem factorem caeli et terrae, visibilium omnium et invisibilium. Et in unum Dominum Iesum Christum, Filium Dei Unigenitum, Et ex Patre natum ante omnia saecula. Deum de Deo, lumen de lumine, Deum verum de Deo vero. Genitum, non factum, Consubstantialem Patri per quem omnia facta sunt. Qui propter nos homines et propter nostram salutem descendit de caelis. Et incarnatus est de Spiritu Sancto ex Maria virgine et homo factus est. Crucifixus etiam pro nobis sub Pontio Pilato, passus et sepultus est. Et resurrexit tertia die secundum Scripturas. et ascendit in caelum, sedet ad dexteram Patris. Et iterum venturus est cum gloria, iudicare vivos et mortuos, cuius regni non erit finis. Et in Spiritum Sanctum, Dominum et vivificantem, qui ex Patre (Filioque)* procedit. Qui cum Patre et Filio simul adoratur et conglorificatur: qui locutus est per prophetas. Et unam, sanctam, catholicam et apostolicam Ecclesiam. Confiteor unum baptisma in remissionem peccatorum. Et expecto resurrectionem mortuorum, et vitam venturi saeculi. Amen
sumber



Industri televisi di Indonesia sekarang hanya mementingkan selera pasar dan meraup keuntungan besar dari situ tanpa mengindahkan aspek mendidik. Disadari atau tidak, masyarakat kita cenderung dibodohi oleh tontonan di televisi. Yang memprihatinkan, justru acara tersebut diputar di premier time atau pukul 19.00-21.00.

Di waktu-waktu itulah, acara televisi tersebut sering ditonton oleh anak-anak. Kesedihan atau kesialan dieksploitasi untuk menarik simpati penonton. Kita bisa lihat acara-acara reality show remaja yang sama sekali tidak mendidik. Di situ, dipertontonkan bagaimana sepasang muda-mudi pacaran yang bisa bermesra-mesraan di depan umum. Seolah-olah, pacaran itu sudah umum dan sah-sah saja dilakukan. Legitimasi semacam ini sangat memprihatinkan.

Padahal, gaya hidup pacaran itu bisa menghadirkan perbuatan zina yang dilaknat Allah. Yang lebih memprihatinkan, acara valentine tiap tahun dirayakan tidak hanya oleh anak muda, tapi ada pula orang tua dengan ritual memberi bunga ataupun cokelat kepada pasangan. Masya Allah. Sedemikian rupa budaya Barat yang merusak itu telah diadopsi oleh masyarakat awam kita. Bahkan, acara-acara itu menjadi ladang bisnis yang nyata-nyata secara perlahan bisa menghancurkan akhlak seseorang.

Hampir selalu saya perhatikan, di kampung, rumah tetangga, kantor, warung kopi, di mana-mana, acara idol-idol-an makin semarak dengan peminat penonton yang tidak sedikit. Indonesian Idol, misalnya. Ini sangat membuat saya penasaran. Sehingga, saya mencari tahu dari mana asal mula acara yang diadopsi dari American Idol tersebut. Hasilnya?

Saya kaget ternyata kata “idol” itu berasal dari bahasa Ibrani yang artinya adalah berhala. “Kalau sudah begini, terus piye?” tanya saya di sebuah diskusi pengajian. “Ini jelas pembodohan, ” ujar seorang kawan.

Betapa media sangat berperan dalam membangun stigma kurang mendidik seperti ini. Terutama, acara-acara reality show yang menawarkan menjadi bintang secara instant. Ada satu lagi yang cukup mengusik hati saya. Yakni, acara talent search untuk anak-anak. Gimana tidak? Wong, ada tetangga saya, seorang ibu-ibu, yang saking histerisnya melihat ”idola”nya tereleminasi sampai menangis. Astagfirullah.

Di sini, ada suatu fenomena yang tidak baru, tapi muncul lagi dan masih ampuh memengaruhi penonton. Yakni, air mata. Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak di antara finalis talent search di Indonesia (mulai zaman AFI) menjual kisah sedih mereka sebagai bagian dari strategi penjualan yang efektif. Seolah-olah, suara atau kualitas mereka tidaklah cukup untuk dijual kepada masyarakat. Sehingga, semakin tragis kisahnya, semakin menarik untuk dijual. Banyak variasi kisah sedih yang dijual. Mulai keluarga yang miskin sampai harus menjual becak demi ongkos ke Jakarta, bekas korban kerusuhan, keluarga tidak harmonis, single-parent, dan lain-lain. Masya Allah.

Hasilnya? Sukses dan tenar sesaat. Ada jebolan talent search yang bisa bertahan menjaga ketenarannya bukan karena skill yang dimiliki, tapi lebih karena fisikal semata. Ada pula yang terjerat utang hingga jutaan atau puluhan juta hanya untuk mengirimkan SMS demi memenangkan voting. Nah, sekarang kalau anak-anak yang mengikuti talent search itu, secara tidak sadar mereka telah dieksploitasi demi keuntungan program atau media yang menayangkannya.

Haruskah anak-anak menjadi dewasa sebelum waktunya di saat mereka masih harus menikmati masa anak-anaknya? Haruskah budaya Barat yang meracuni masyarakat semacam itu hanya kita biarkan? Karena itu, pendidikan agama begitu penting berperan di sini. Fondasi Islam harus ditanamkan kepada generasi muda, terutama sejak dini.

Rasulullah bersabda, ”Perintahlah anak-anakmu untuk melaksanakan salat ketika mereka berusia tujuh tahun. Pukullah mereka jika sampai berusia sepuluh tahun mereka tetap enggan mengerjakan shalat.” (HR Abu dawud dan al-Hakim). Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan lewat Ibnu Abbas ra,

Rasulullah juga bersabda, “Taatlah kepada Allah dan takutlah berbuat maksiat kepada Allah serta suruhlah anak-anak kamu untuk menaati perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan. Sebab, hal itu akan memelihara mereka dan kamu dari siksa neraka.” Jelas sudah lewat hadis di atas bahwa pendidikan akhlak dan agama harus dberikan kepada anak-anak sejak dini. Tujuannya, agar anak-anak kita, generasi Islami mendatang, tidak mudah terjerumus terhadap hal atau acara yang tidak mendidik. Indonesia, please be objective and never fall into the same trap again.

sumber: OASE IMAN ERAMUSLIM.COM


Benjamin Franklin merupakan salah seorang penandatangan Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat (4 Juli 1776). Dalam sejarah Amerika, nama Benjamin Franklin menempati tempat yang harum sebagaimana nama George Washington dan penandatangan Deklarasi Kemerdekaan AS lainnya. Benjamin Franklin merupakan salah seorang The Founding Fathers Amerika Serikat, seorang freemason, dan juga penghubung antara gerakan kemerdekaan Amerika Serikat dengan pemodal Yahudi ternama Eropa, Sir Mayer Amschell Rotschild.
Benjamin Franklin lahir di Milk Street, Boston, pada tanggal 17 Januari 1706 dari ayahnya yaitu Josiah Franklin yang menikah dua kali. Benjamin adalah anak bungsu dari 17 bersaudara, dari dua pernikahan ayahnya tersebut. Benjamin sudah tidak bersekolah di usia sepuluh tahun. Dua tahun kemudian dia magang di penerbitan milik James, kakaknya sendiri, yang menerbitkan surat kabar New England Courant. Di tempatnya bekerja, Benjamin menjadi kontributor dan kemudian editor. Suatu hari Ben bertengkar dengan James, akhirnya Benjamin kabur ke New York, lalu ke Philadelphia pada Oktober 1723.

Benjamin Franklin merupakan tokoh Amerika Serikat yang banyak meninggakan karya di dalam hidupnya. Franklin adalah orang dengan banyak jenis pekerjaan dan keahlian, dia seorang jurnalis, penerbit, pengarang, filantrofis, abolisionis, birokrat, negosiator, ilmuwan, diplomat, dan penemu sekaligus!
Kontak Rothschild
Ketika Amerika Serikat masih menjadi daerah jajahan Inggris dengan dibagi-bagi menjadi 13 wilayah koloni, Franklin menemui sejumlah pemodal Yahudi berpengaruh di London. Robert L. Owen, mantan Kepala Komisi Bank dan Keuangan Kongres AS, mencatat dalam Dokumen Senat Amerika halaman 98 butir 33, yang melaporkan tentang pertemuan antara Benjamin Franklin dengan wakil-wakil perusahaan Rothschild di London. Di dalam pertemuan tersebut, orang-orang Rothschild bertanya kepada Franklin hal-hal apa yang bisa dibantu untuk membuat perekonomian koloni Amerika bisa maju.
Militer Yahudi Amerika pada perang Dunia II
Franklin menjawab, “Masalah itu tidak sulit. Kita akan mencetak mata uang kita sendiri, sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh industri yang kita miliki.” Jawaban Franklin sangat melegakan Rothschild. Daya penciuman bisnisnya yang tajam membuat konglomerat Yahudi itu melihat keuntungan yang sangat besar di koloni Inggris itu. Namun Inggris masih melarang mencetak uang sendiri di daerah koloninya tersebut hingga beberapa tahun kemudian baru Dollar dicetak.
Benjamin Franklin merupakan tokoh Freemasonry London, yang menjalin kontak sangat dekat dengan Rothschild, otak dari pihak Konspirasi Yahudi Internasional. Namun lama kelamaan, setelah melihat dengan mata kepala sendiri berbagai perkembangan yang tidak menguntungkan Amerika Serikat, sebuah negara yang ikut dibidaninya, terutama terkait perkembangan kaum Yahudinya serta penguasaan kaum ini atas sendisendi perekonomian, maka Franklin sadar bahwa selama ini dia telah berbuat salah. Kaum Yahudi yang dulu begitu dekat dengannya ternyata tidak ubahnya lintah darah yang mampu mengisap dengan amat rakus dan buas, segala sumber daya alam dan manusia Amerika Serikat. Franklin pun berlepas diri dari gerakan Freemasonry dan berusaha dengan gigih, tak kenal takut, untuk memperingatkan rakyat Amerika Serikat tentang bahayanya orang-orang Yahudi di Amerika.
Salah satu upaya Benjamin Franklin yang fenomenal dan dicatat dalam sejarah Amerika sendiri adalah surat ramalannya tentang Yahudi di Amerika. Inilah surat peringatan dari Benjamin Franklin:
Di sana ada bahaya yang amat menakutkan yang mengancam Amerika. Bahaya itu adalah orang-orang Yahudi. Di bumi mana pun Yahudi berdiam, mereka selalu merusak tingkat moral kejujuran dalam dunia komersial. Mereka hidup mengisolasi diri, dan berusaha mencekik leher keuangan penduduk pribumi, seperti yang terjadi di Portugal dan Spanyol.
Sejak lebih 1700 tahun, orang Yahudi mengeluhkan nasib yang mereka alami, karena mereka telah diusir dari bumi kelahiran nenek moyang mereka. Perlu diketahui wahai saudara sekalian, seandainya dunia berbudaya sekarang memberi mereka tanah Palestina, mereka akan segera mencari alasan untuk tidak kembali ke sana. Mengapa? Mereka tidak lain adalah Vampir pengisap darah. Dan seekor vampir tidak akan bisa hidup dengan vampir lainnya. Orang Yahudi tidak bisa hidup bersama mereka sendiri. Mereka harus hidup bersama orang Kristen atau bangsa-bangsa yang bukan golongan mereka.
Jika bangsa Yahudi tidak disingkirkan dari Amerika dengan kekuatan Undang-Undang, maka dalam masa 100 tahun mendatang mereka akan menguasai dan menghancurkan kita dengan mengganti bentuk pemerintahan yang telah kita perjuangkan dengan darah, harta, nyawa, dan kemerdekaan pribadi kita. Seandainya bangsa Yahudi itu tidak diusir dari Amerika, maka dalam waktu 200 tahun mendatang anak cucu kita nanti akan bekerja di ladang-ladang untuk memberi makan orang-orang Yahudi itu. Sementara itu, Yahudi akan menghitung-hitung uang dengan tangan mereka di berbagai perusahaan keuangan.
Aku ingatkan Anda sekalian. Kalau Anda tidak menyingkirkan Yahudi dari Amerika untuk selamanya, maka anak cucu dan cicit kalian akan memanggil-manggil nama kalian dari atas liang kubur kalian kelak. Pikiran yang ada di benak orang Yahudi tidak sama seperti yang pada orang Amerika. Meski pun mereka hidup bersama kita selama beberapa generasi, mereka tidak akan berubah sebagaimana tutul tidak bisa mengubah warna tutul kulitnya. Mereka akan menghapus institusi kita. Oleh karena itu, mereka harus disingkirkan dengan kekuatan konstitusi.”
Surat ini ditulis oleh Benjamin Franklin berkenaan dengan Rencana Undang-Undang tahun 1789 dan dimuat dalam Charles Pinsky Journal, Sout Carolina. Teks aslinya sampai sekarang masih bisa dilihat di Franklin Institute Philadelphia, AS.
sumber



Popular Posts