24 March 2012



Di dalam Mitologi Jawa diceritakan bahwa salah satu leluhur Bangsa Sunda (Jawa) adalah Batara Brahma atau Sri Maharaja Sunda, yang bermukim di Gunung Mahera.
Selain itu, nama Batara Brahma, juga terdapat di dalam Silsilah Babad Tanah Jawi. Di dalam Silsilah itu, bermula dari Nabi Adam yang berputera Nabi Syits, kemudian Nabi Syits menurunkan Sang Hyang Nur Cahya, yang menurunkan Sang Hyang Nur Rasa. Sang Hyang Nur Rasa kemudian menurunkan Sang Hyang Wenang, yang menurunkan Sang Hyang Tunggal. Dan Sang Hyang Tunggal, kemudian menurunkan Batara Guru, yang menurunkan Batara Brahma. Berdasarkan pemahaman dari naskah-naskah kuno bangsa Jawa, Batara Brahma merupakan leluhur dari raja-raja di tanah Jawa.


Bani Jawi Keturunan Nabi Ibrahim
Di dalam Kitab ‘al-Kamil fi al-Tarikh‘ tulisan Ibnu Athir, menyatakan bahwa Bani Jawi (yang di dalamnya termasuk Bangsa Sunda, Jawa, Melayu Sumatera, Bugis… dsb), adalah keturunan Nabi Ibrahim. Bani Jawi sebagai keturunan Nabi Ibrahim, semakin nyata, ketika baru-baru ini, dari penelitian seorang Profesor Universiti Kebangsaaan Malaysia (UKM), diperoleh data bahwa, di dalam darah DNA Melayu, terdapat 27% Variant Mediterranaen (merupakan DNA bangsa-bangsa EURO-Semitik). Variant Mediterranaen sendiri terdapat juga di dalam DNA keturunan Nabi Ibrahim yang lain, seperti pada bangsa Arab dan Bani Israil.
Sekilas dari beberapa pernyataan di atas, sepertinya terdapat perbedaan yang sangat mendasar. Akan tetapi, setelah melalui penyelusuran yang lebih mendalam, diperoleh fakta, bahwa Brahma yang terdapat di dalam Metologi Jawa indentik dengan Nabi Ibrahim.
Brahma adalah Nabi Ibrahim
Mitos atau Legenda, terkadang merupakan peristiwa sejarah. Akan tetapi, peristiwa tersebut menjadi kabur, ketika kejadiannya di lebih-lebihkan dari kenyataan yang ada. Mitos Brahma sebagai leluhur bangsa-bangsa di Nusantara, boleh jadi merupakan peristiwa sejarah, yakni mengenai kedatangan Nabi Ibrahim untuk berdakwah, dimana kemudian beliau beristeri Siti Qanturah (Qatura/Keturah), yang kelak akan menjadi leluhur Bani Jawi (Melayu Deutro). Dan kita telah sama pahami bahwa, Nabi Ibrahim berasal dari bangsa ‘Ibriyah, kata ‘Ibriyah berasal dari ‘ain, ba, ra atau ‘abara yang berarti menyeberang. Nama Ibra-him (alif ba ra-ha ya mim), merupakan asal dari nama Brahma (ba ra-ha mim).
Beberapa fakta yang menunjukkan bahwa Brahma yang terdapat di dalam Mitologi Jawa adalah Nabi Ibrahim, di antaranya :
1. Nabi Ibrahim memiliki isteri bernama Sara, sementara Brahma pasangannya bernama Saraswati.
2. Nabi Ibrahim hampir mengorbankan anak sulungnya yang bernama Ismail, sementara Brahma terhadap anak sulungnya yang bernama Atharva (Muhammad in Parsi, Hindoo and Buddhist, tulisan A.H. Vidyarthi dan U. Ali)…
3. Brahma adalah perlambang Monotheisme, yaitu keyakinan kepada Tuhan Yang Esa (Brahman), sementara Nabi Ibrahim adalah Rasul yang mengajarkan ke-ESA-an ALLAH.
Ajaran Monotheisme di dalam Kitab Veda, antara lain :

Yajurveda Ch. 32 V. 3 menyatakan bahwa tidak ada rupa bagi Tuhan, Dia tidak pernah dilahirkan, Dia yg berhak disembah

Yajurveda Ch. 40 V. 8 menyatakan bahwa Tuhan tidak berbentuk dan dia suci

Atharvaveda Bk. 20 Hymn 58 V. 3 menyatakan bahwa sungguh Tuhan itu Maha Besar
Yajurveda Ch. 32 V. 3 menyatakan bahwa tidak ada rupa bagi Tuhan
Rigveda Bk. 1 Hymn 1 V. 1 menyebutkan : kami tidak menyembah kecuali Tuhan yg satu
Rigveda Bk. 6 Hymn 45 V. 6 menyebutkan “sembahlah Dia saja, Tuhan yang sesungguhnya”

Dalam Brahama Sutra disebutkan : “Hanya ada satu Tuhan, tidak ada yg kedua. Tuhan tidak berbilang sama sekali”.
(http://rkhblog.wordpress.com/2007/09/10/hindu-dan-islam-ternyata-sama/)
Ajaran Monotheisme di dalam Veda, pada mulanya berasal dari Brahma (Nabi Ibrahim). Jadi makna awal dari Brahma bukanlah Pencipta, melainkan pembawa ajaran dari yang Maha Pencipta.
4. Nabi Ibrahim mendirikan Baitullah (Ka’bah) di Bakkah (Makkah), sementara Brahma membangun rumah Tuhan, agar Tuhan di ingat di sana (Muhammad in Parsi, Hindoo and Buddhist, tulisan A.H. Vidyarthi dan U. Ali).
Bahkan secara rinci, kitab Veda menceritakan tentang bangunan tersebut : Tempat kediaman malaikat ini, mempunyai delapan putaran dan sembilan pintu… (Atharva Veda 10:2:31) Kitab Veda memberi gambaran sebenarnya tentang Ka’bah yang didirikan Nabi Ibrahim. Makna delapan putaran adalah delapan garis alami yang mengitari wilayah Bakkah, diantara perbukitan, yaitu Jabl Khalij, Jabl Kaikan, Jabl Hindi, Jabl Lala, Jabl Kada, Jabl Hadida, Jabl Abi Qabes dan Jabl Umar. Sementara sembilan pintu terdiri dari : Bab Ibrahim, Bab al Vida, Bab al Safa, Bab Ali, Bab Abbas, Bab al Nabi, Bab al Salam, Bab al Ziarat dan Bab al Haram.
Monotheisme Ibrahim

Peninggalan Nabi Ibrahim, sebagai Rasul pembawa ajaran Monotheisme, jejaknya masih dapat terlihat pada keyakinan suku Jawa, yang merupakan suku terbesar dari Bani Jawi. Suku Jawa sudah sejak dahulu, mereka menganut monotheisme, seperti keyakinan adanya Sang Hyang Widhi atau Sangkan Paraning Dumadi.Selain suku Jawa, pemahaman monotheisme juga terdapat di dalam masyarakat Sunda Kuno. Hal ini bisa kita jumpai pada Keyakinan Sunda Wiwitan. Mereka meyakini adanya ‘Allah Yang Maha Kuasa‘, yang dilambangkan dengan ucapan bahasa ‘Nu Ngersakeun‘ atau disebut juga ‘Sang Hyang Keresa‘.
Dengan demikian, adalah sangat wajar jika kemudian mayoritas Bani Jawi (khususnya masyarakat Jawa) menerima Islam sebagai keyakinannya. Karena pada hakekatnya, Islam adalah penyempurna dari ajaran Monotheisme (Tauhid) yang di bawa oleh leluhurnya Nabi Ibrahim.
sumber:




Sejak berabad-abad lamanya, astronomi dan matematika begitu lekat dengan umat Islam. Tak heran bila sejumlah ilmuwan di kedua bidang tersebut bermunculan. Salah seorang di antaranya adalah Abu Abdallah Muhammad Ibn Jabir Ibn Sinan Al-Battani. Ia lebih dikenal dengan panggilan Al-Battani atau Albatenius. Buah pikirnya dalam bidang astronomi yang mendapatkan pengakuan dunia adalah lamanya bumi mengelilingi bumi. Berdasarkan perhitungannya, ia menyatakan bahwa bumi mengelilingi pusat tata surya tersebut dalam waktu 365 hari, 5 jam, 46 menit, dan 24 detik. Perhitungannya mendekati dengan perhitungan terakhir yang dianggap lebih akurat.

Itulah hasil jerih payahnya selama 42 tahun melakukan penelitian yang diawali pada musa mudanya di Raqqa, Suriah. Ia menemukan bahwa garis bujur terajauh matahari mengalami peningkatan sebesar 16,47 derajat sejak perhitungan yang dilakukan oleh Ptolemy. Ini membuahkan penemuan yang penting mengenai gerak lengkung matahari. Al Battani juga menentukan secara akurat kemiringin ekliptik, panjangnya musim, dan orbit matahari. Ia pun bahkan berhasil menemukan orbit bulan dan planet dan menetapkan teori baru untuk menentukan sebuah kondisi kemungkinan terlihatnya bulan baru. Ini terkait dengan pergantian dari sebuah bulan ke bulan lainnya.
Penemuannya mengenai garis lengkung bulan dan matahari, pada 1749 kemudian digunakan oleh Dunthorne untuk menentukan gerak akselerasi bulan. Dalam bidang matematika, Al Battani juga memberikan kontribusi gemilang terutama dalam trigonometri. Laiknya, ilmuwan Muslim lainnya, ia pun menuliskan pengetahuannya di kedua bidang itu ke dalam sejumlah buku.
Bukunya tentang astronomi yang paling terkenal adalah Kitab Al Zij. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 dengan judul De Scienta Stellerum u De Numeris Stellerum et Motibus oleh Plato dari Tivoli. Terjemahan tertua dari karyanya itu masih ada di Vatikan. Terjemahan buku tersebut tak melulu dalam bahasa latin tetapi juga bahasa lainnya.
Terjemahan ini keluar pada 1116 sedangkan edisi cetaknya beredar pada 1537 dan pada 1645. Sementara terjemahan karya tersebut ke dalam bahasa Spanyol muncul pada abad ke-13. Pada masa selanjutnya baik terjemahan karya Al Battani dalam bahasa Latin maupun Spanyol tetap bertahan dan digunakan secara luas.
Tak heran bila tulisannya, sangat memberikan pengaruh bagi perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa hingga datangnya masa Pencerahan. Dalam Fihrist, yang dikompilasi Ibn An-Nadim pada 988, karya ini merupakan kumpulan Muslim berpengaruh pada abad ke-10, dinyatakan bahwa Al Battani merupakan ahli astronomi yang memberikan gambaran akurat mengenai bulan dan matahari.
Informasi lain yang tertuang dalam Fihrist menyatakan pula bahwa Al Battani melakukan penelitian antara tahun 877 dan 918. Tak hanya itu, di dalamnya juga termuat informasi mengenai akhir hidup sang ilmuwan ini. Fihrist menyatakan bahwa Al Battani meninggal dunia dalam sebuah perjalanan dari Raqqa ke Baghdad. Perjalanan ini dilakukan sebagai bentuk protes karena ia dikenai pajak yang berlebih. Al Battani memang mencapai Baghdad untuk menyampaikan keluhannya kepada pihak pemerintah. Namun kemudian ia menghembuskan nafas terakhirnya ketika dalam perjalanan pulang dari Baghdad ke Raqqa.
Al Battani lahir di Battan, Harran, Suriah pada sekitar 858 M. Keluarganya merupakan penganut sekte Sabbian yang melakukan ritual penyembahan terhadap bintang. Namun ia tak mengikuti jejak langkah nenek moyangnya, ia lebih memilih memeluk Islam. Ketertarikannya dengan benda-benda yang ada di langit membuat Al Battani kemudian menekuni astronomi. Secara informal ia mendapatkan pendidikan dari ayahnya yang juga seorang ilmuwan, Jabir Ibn San'an Al-Battani. Keyakinan ini menguat dengan adanya bukti kemampuan Al Battani membuat dan menggunakan sejumlah perangkat alat astronomi seperti yang dilakukan ayahnya.
Beberapa saat kemudian, ia meninggalkan Harran menuju Raqqa yang terletak di tepi Sungai Eufrat, di sana ia melanjutkan pendidikannya. Di kota inilah ia melakukan beragam penelitian hingga ia menemukan berbagai penemuan cemerlangnya. Pada saat itu, Raqqa menjadi terkenal dan mencapai kemakmuran. Ini disebabkan karena kalifah Harun Al Rashid, khalifah kelima dalam dinasti Abbasiyah, pada 14 September 786 membangun sejumlah istana di kota tersebut. Ini merupakan penghargaan atas sejumlah penemuan yang dihasilkan oleh penelitian yang dilakukan Al Battani. Usai pembangunan sejumlah istana di Raqqa, kota ini menjadi pusat kegiatan baik ilmu pengetahuan maupun perniagaan yang ramai.
sumber




Kita mungkin sering mendengar tentang Yahudi secara ras atau kebangsaan, terlepas dari tindak-tanduk politis mereka. Menurut sejarah dan asal-usulnya, secara garis besar bangsa Yahudi terdiri dari dua jenis ras, yakni Yahudi Sephardin dan Yahudi Ashkenazi. Mungkin perbedaan ini secara politis tidak akan menjadi masalah, namun sesungguhnya hal inilah salah satu faktor yang memicu perubahan tata dunia pra-Perang Dunia I & II, mengubah wajah Eropa menjadi beberapa aliansi.
Sebelumnya, marilah kita tengok sejarah munculnya kedua ras Yahudi yang berbeda ini.

Ketika Kaisar Titus dari Romawi beserta bala tentaranya menginvasi Yerussalem tahun 70 M, inilah awal episode baru kehidupan bangsa Yahudi. Ketika meninggalkan tanah Palestina, mereka beramai-ramai berdiaspora ke seluruh penjuru dunia, terutama wilayah-wilayah yang berdekatan dengan laut Mediterania. Sebagian dari mereka ada yang ke Irak tempat dimana nenek moyang mereka pernah menjadi tawanan kerajaan Babylonia setelah Yerusalem diserang Raja Nebukadnezzar pada 586 SM. Sebagian lain ada yang menuju Mesir, yang juga di masa lalu nenek moyang mereka pernah menjadi budak kerajaan Firaun. Sebagian lain bergerak melalui jalur laut menuju Eropa Barat, seperti Spanyol, Italia, Perancis hingga ke Inggris. Sisanya bergerak ke Semenanjung Arab di Selatan, hingga ke tanah Yastrib (Madinah).
Menurut data sejarahwan Inggris, Laurent Gardner dalam bukunya “Bloodline of the Holy Grail”, menyebutkan bahwa diantara rombongan yang berlayar ke barat itu juga ikut Istri Nabi Isa (Yesus), Maria Magdalena dan anak-anaknya, adik laki-laki Nabi Isa, Joseph Arimathea, dan murid-muridnya, Simon, Paulus dan Pieter yang dikenal sebagai pendiri gereja Romawi yang masih bertahan hingga sekarang. Kemudian Maria wafat di Perancis, Joseph wafat di Inggris dan Simon wafat di Corsica, sebuah pulau di sebelah tenggara Perancis.
Kemudian orang-orang Yahudi yang berdiaspora ke Eropa Barat tersebut melakukan asimilasi dengan penduduk kulit putih setempat, dan melahirkan keturunan campuran yang dikenal dengan Yahudi Sephardin atau Yahudi putih. Sedangkan Yahudi yang bergerak ke Timur, tepatnya ke Irak, berasimilasi dengan masyarakat Khazar, setelah raja Khazar yang juga memiliki garis keturunan Mongolia memeluk agama Yahudi pada abad VIII masehi. Nah keturunan Yahudi-Khazar ini kemudian disebut Yahudi Ashkenazi, atau Yahudi gelap. Mereka dominan berada di Eropa Timur, seperti Rusia, Polandia, Austria dan Jerman.
Dari ciri fisiknya, Yahudi Sephardin memiliki ciri mata biru bening dan hidung cenderung lebih lancip yang didapat dari darah kulit putih khas penduduk Eropa Barat. Sedangkan Yahudi Ashkenazi memiliki hidung lebih besar dan tebal, mendekati ciri khas hidung bangsa Arab yang memang dari awal berasal dari satu nenek moyang, Nabi Ibrahim (Abraham).
Nah dari kedua perbedaan sub-ras ini (Sephardin dan Ashkenazi) akhirnya memunculkan persaingan yang cukup sengit dan cenderung diam-diam. Yahudi Ashkenazi pada umumnya dianggap lebih rendah oleh Yahudi Sephardin. Yahudi Sephardin menjulukinya dengan ejekan kike atau Yahudi hitam kepada Yahudi Ashkenazi. Dan di sisi lain Yahudi Ashkenazi memiliki kadar sifat negatif yang lebih menonjol dibandingkan Yahudi Sephardin, seperti licik, kejam dan ambisius.
Namun tindak diskriminasi yang (selalu) dialami bangsa Yahudi saat itu, baik Sephardin atau Ashkenazi, seperti pembatasan kepemilikan tanah, menjadikan orang-orang Yahudi lebih memfokuskan diri pada bisnis simpan-pinjam emas dan uang serta industri perhiasan. Dan siapa sangka justru karena bisnis terbatas inilah mereka mampu mengumpulkan kekayaaan yang melimpah karena mampu “menciptakan” selembar uang kertas menjadi setumpuk emas, dan sistem ini terus berjalan hingga sekarang. (Lihat artikel Sejarah Dominasi Dollar & The Fed dalam blog ini)
Setelah bertahan dan berlalu belasan abad, akhirnya tiba di abad 18. Dan salah satu keluarga Yahudi yang sukses karena bisnis tersebut adalah keluarga Rothschild yang dipelopori oleh Mayer Amschel Rothschild, 1743-1812.Seorang Yahudi Ashkenazi asal Frankfurt, Jerman. Dan selain berbisnis simpan-pinjam uang (dengan riba tentunya), keluarga ini melakukan bisnis penyediaan jasa tentara bayaran. Dan tentara pinjaman keluarga ini telah banyak terlibat di medan perang, seperti Perang Sipil di Amerika (1865-1868), Perang Naopleon Bonaparte (1769-1821) yang dipicu oleh revolusi Perancis (1789) meliputi perang Waterloo dan Austerlitz dan sejumlah perang lainnya.
Sedangkan dari kalangann Sephardin, figur-figur yang menonjol diantaranya adalah keluarga Samuel di Belanda dengan Dutch Shell Oil Company nya, keluarga Sasson yang menguasai perdagangan di India dan Cina, keluarga Isaacs, Montagu dan keluarga Lord Reading. Sedangkan di Amerika, tokoh-tokoh yang terkenal diantaranya keluarga Morgan pemilik Morgan Stanley Bank dan keluarga Rockefeller yang bahkan dipercaya pengaruhnya nyaris sama besar dengan keluarga Rothschild. Dinasti Rockefeller menguasai industri minyak dan diantara produknya adalah Exxon Mobile Corporation, selain itu juga menguasai perusahaan property, perbankan pula, pers dan industri vital lainnya. Figur Sephardin dalam sekala lebih kecil nya termasuk keluarga Bush yang menelurkan dua anggotanya menjadi presiden Amerika (George Herbert Bush., Sr & George Walker Bush., Jr) dan keluarga Roosevelt yang menghasilkan dua anggotanya juga menjadi presiden Amerika (Theodore Roosevelt & Franklin D. Roosevelt).
Tentang eksistensi Yahudi, Sephardin dan Ashkenazi juga memiliki pandangan berbeda. Kaum Sephardin memandang Yahudi adalah sebagai suatu kelompok religius atau lebih cenderung tentang kesatuan agama Yahudi. Namun orang Ashkenazi memandang Yahudi adalah sebagai suatu kesatuan politik yang berdasarkan ras atau bangsa Yahudi. Namun dalam hal keimanan, baik Ashkenazi ataupun Sephardin memiliki kesamaan yang cukup fanatik. Yakni mereka lebih mengimani Talmud yang merupakan hasil karangan rabi-rabi atau pemuka agama mereka, dibanding Taurat yang diwahyukan Nabi Musa (Moses). Karena keduanya, sesungguhnya keturunan sekte Parisi dan Saduki, yakni Yahudi penyembah berhala. Bukan sekte Essene yang murni mengikuti ajaran tauhid (Tuhan Yang Maha Esa) yang dibawa Nabi Ibrahim (Abraham), Nabi Musa (Moses), Nabi Daud (David), Nabi Sulaiman (Solomon) dan Nabi Isa (Yesus).
Kesamaan mereka pun ada pada cara mereka menghadapi kaum non-Yahudi yang mereka sebut gentile atau goyim yang artinya binatang ternak. Dalam hal ini mereka mengesampingkan perbedaan yang ada dan bersatu padu. Orang Ashkenazi berslogan “Racial Persecution!”, sedangkan Sephardin memiliki motto “Religion Intolerance!” terhadap orang-orang goyim. Dan keduanya memiliki sebutan sama untuk orang non-Yahudi yang dianggap mengancam mereka : anti-Semit.
Dan dalam tatanan politik dunia sekarang, khususnya di akhir abad-20 dan di awal abad-21, Yahudi Sephardin menguasai panggung ekonomi & politik Inggris dan Amerika. Sedangkan Yahudi Ashkenazi menguasai panggung ekonomi & politik Uni Eropa. Hal ini menjadi penjelas mengapa Inggris cenderung sangat kuat mendukung Perang Irak dan Afghanistan yang dilancarkan Amerika dan sebaliknya dikenal sulit berintegrasi kepada Uni Eropa, yang juga terlihat dalam hal ekonomi, yakni mereka enggan menggunakan mata uang Euro secara luas, dan masih mempertahankan Poundsterling.
sumber


Popular Posts